Desember ~ 21
"Des, kamu nggak ketiduran di dalam kamar mandi kan?" Tanya mas Langit sambil mengetuk pintu.
"Enggak," Jawabku dari dalam.
"Lama banget sih? Kayak anak gadis mau lepas perawan aja," Sindirnya dari luar.
Aku mendesah pelan sambil mencuci wajahku dengan air. Sebenarnya aku masih takut untuk melakukan hubungan suami istri.
Tadi siang mas Langit sudah menepati janjinya untuk menjenguk serta bersikap sopan di hadapan Bapak.
Walaupun dia hanya menjawab singkat dan seadanya pertanyaan yang diajukan oleh Bapak kepadanya, tapi itu sudah membuat beliau tampak bahagia. Aku sudah berjanji akan melakukan apapun untuk membuat Bapak bahagia. Melihatnya bisa tersenyum seperti itu, sudah sangat menyejukkan hatiku.
Selesai mencuci wajah, aku pun segera keluar untuk melakukan tugasku sebagai seorang istri dari mas Langit. Aku tahu, dia sangat menyukai bentuk tubuhku. Seperti itulah aku dimatanya, hanya sebagai tempat penyaluran nafsu semata.
Bukan pernikahan seperti ini yang aku mau. Sangat jauh dari bayanganku dulu. Tapi yasudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa aku sesalkan atau tidak ada orang yang bisa aku salahkan. Mungkin nasibku sudah menjadi seperti ini jalannya. Hamil dulu, baru menikah, dan menjadi seorang istri yang fungsinya untuk memuaskan suami. Benar-benar miris.
Aku berjalan dengan menggunakan handuk yang melilit tubuhku. Dia yang menyuruhku untuk memakai itu. Kemudian aku berhenti dan berdiri dihadapannya yang sedang duduk dipinggir ranjang. Seketika aku merasakan tubuhku memanas kala ditatap sangat intens olehnya.
Mas Langit memberikan botol handbody milikku. "Saya mau melihat kamu memakai ini."
"Untuk apa memakai hand body? Bukannya kita mau melakukan itu?" Tanyaku bingung.
"Saya suka melihat kamu memakai handbody dengan handuk yang melilit ditubuhmu."
Dengan pasrah, aku menuruti kemauannya. Aku tuangkan sedikit lotion itu ke atas tanganku dan mengoleskannya ke kaki dan tanganku secara bergantian.
Mas Langit terus menatap setiap pergerakan tanganku. Sepertinya dia sudah bernafsu ingin menyerangku. Terlihat dari jakunnya yang naik-turun karena menelan saliva nya sendiri.
"Kamu benar-benar menggoda iman, Des." Aku sedikit terkejut saat dia menarik tubuhku secara tiba-tiba.
Tubuhku terhempas begitu saja di atas tempat dengan tubuhnya yang sudah menindihku. "Mas, pelan-pelan. Saya sedang hamil," Protesku.
"Maaf, saya lupa. Apa kandunganmu terasa sakit karena dorongan saya tadi?" Tanyanya sambil menghusap perutku yang masih terbalut handuk.
Aku menggeleng. "Tidak, hanya saja saya sedikit terkejut tadi."
Dia tersenyum dan menyentuh pipiku. "Bisa kita tidak berbicara formal lagi? Jangan saya-kamu tapi aku-kamu. Boleh?" Tanyanya dengan suara parau.
Aku mengangguk saja. Dan dia pun kembali tersenyum lagi. Tangannya mulai membuka lilitan handukku. Jantungku berdetak sangat cepat, saat handuk itu sudah terlepas dari tubuhku. Matanya berkabut kala menatap tubuh polosku.
Kepalanya menunduk untuk bisa mencium bibirku. Dia seorang pencium yang sangat handal. Aku kewalahan merespon balik ciumannya. "Aku suka bibirmu," Ucapnya saat kami berhenti berciuman. Aku hanya diam dan menatapnya.
Kemudian mas Langit mengecup bibirku sekilas, lalu turun ke leher, kemudian berhenti di dada. Aku merasa geli saat dia bermain di sana. Aku menunduk dan melihatnya. Astaga... dia terlihat seperti bayi yang sedang menyusu! Tanganku meremas rambut miliknya. "Mas.. aku merasa geli kalau mas Langit seperti itu," Kataku sambil menahan tawa.
Aku bernafas lega saat dia berhenti melakukan aktivitas tadi. Namun beberapa detik kemudian bibirnya kembali beraksi menciumi kulit perutku dan turun ke bawah, tepat dibagian sensitifku.
"Astaga! Mas mau apa?" Tanyaku panik sambil menutup kedua kakiku.
"Udah nikmatin aja, kamu pasti suka," Ujarnya santai dan membuka kakiku lagi.
Ya Tuhan... aku benar-benar merasa geli saat ini. Kepalaku mendongak ke atas menatap langit-langit kamar. Apa yang dilakukan oleh mas Langit di bawah sana? Apa dia tidak merasa jijik? Dan apakah semua suami-istri melakukannya hal seperti itu juga?
Kedua mataku terpejam sambil menggigit bibirku sendiri. Aku takut untuk mengeluarkan suara dari mulutku. Tapi... ini sungguh geli, sangat geli sekali. Aku bahkan ingin pipis!
Tanganku mendorong kepalanya untuk menjauh dariku. Tapi dia tetap bertahan dan melanjutkan aktivitasnya itu sambil menahan kedua kakiku.
"Mas Langit!" Jeritku karena sudah tidak tahan lagi. Dia berhenti dan menatapku.
"Jangan berisik Des. Kamar ini tidak ada kedap suaranya. Kamu mau semua orang di rumah mendengar teriakanmu?"
"Maka dari itu hentikan. Kegiatan itu membuatku kegelian dan ingin buang air kecil."
Dia terkekeh mendengar perkataanku. "Keluarkan saja, itu orgasme namanya. Dengar sayang, sebelum kita berhubungan badan. Aku harus memastikan kamu siap dengan cara membuatmu basah terlebih dahulu. Supaya kamu tidak merasakan sakit saat aku masuki nanti. Oke? Aku lanjutkan lagi ya, Des."
Aku belum menjawab tapi dia sudah meng**** astaga... aku bahkan tidak sanggup untuk menyebutkannya. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia melakukan aktivitas itu. Sampai akhirnya jeritan kecil lolos dari bibirku, yang diiringi keluarnya cairan dari dalam tubuhku.
Tubuhku terasa lemas dan kakiku pun tampak gemetar. Aku merasakan sensasi yang aneh. Tapi aku tidak bisa menjelaskannya.
"Apa kamu suka?" Tanyanya.
Aku hanya mengangguk pelan dan tidak mau munafik. Aktivitas tadi benar-benar memberikan sensasi aneh untukku.
"Kalau begitu sekarang kita gantian. Giliranmu untuk memuaskanku." Dia duduk dan bersandar di dekat ranjang. Pakaian dan celananya dia buka satu per satu. Hanya boxer hitam yang melekat ditubuhnya.
Aku terduduk dan menatap keindahan tubuh dari mas Langit. Kulitnya yang coklat, otot lengan yang kekar, otot perutnya juga ada namun tidak berlebihan. Semua tampak pas sesuai dengan porsinya masing-masing.
"Sentuh aku, Des." Titahnya sambil menarik tanganku untuk menyentuh dadanya.
Dia memejamkan mata menikmati sentuhan tanganku. "Buka boxernya," Perintahnya lagi dengan suara berat.
Aku melihat ada sesuatu yang keras dan tegang di balik pakaian hitam itu. Kedua tanganku menurunkan boxernya. Dan sekarang yang tersisa hanya pakaian dalam miliknya. Kali ini tanpa disuruh, aku sudah berani untuk membukanya.
Mulutku menganga dan kedua mataku tak berkedip melihat benda itu dihadapanku. Ini kedua kalinya aku melihatnya. Dulu hanya terlihat sekilas, tapi sekarang sangat jelas.
"Des..."
Aku mendongak menatapnya yang memanggil namaku. "Ya?"
"Jangan hanya dilihat tapi disentuh, dikulum terserah kamu mau lakukan apapun."
"Ti-tidak, aku tidak mau seperti itu. Kenapa kita tidak langsung melakukan senggama saja? Bukankah itu tujuan utamanya?"
"Menyenangkan suami itu ibadah. Ayolah... sayang...." Dia mencoba membujukku dengan kata sayang. Sudah dua kali dia menyebutkan kalimat itu.
Tanganku mulai menggenggamnya dan bergerak naik-turun secara perlahan. Dia mulai bergumam dan menyuruhku untuk mempercepat gerakan tanganku.
Kemudian Mas Langit menangkup wajahku sambil mencium bibirku dengan lembut, lidahnya ikut membelai di dalam rongga mulutku. Satu tangannya menuntun tanganku ikut bergerak, sementara yang satunya lagi bermain di dadaku.
Aku mengerang saat dia mengigit bibir bawahku. Bukannya merasa bersalah, dia malah tersenyum. "Sayang... aku mau kamu mengulumnya," Bisiknya ditelingaku.
Mas Langit mulai meracau saat aku melakukan permintaannya tadi.
Sungguh, leherku terasa pegal jika harus menunduk seperti ini dengan durasi yang lama, aku ingin berhenti tapi tangannya menahan kepalaku untuk terus bekerja. Sampai akhirnya dia menarik kepalaku untuk menjauh dari benda itu.
"Berhenti, Des. Aku tidak mau keluar di dalam mulutmu." Dia menarik tubuhku dan menyuruhku untuk berbaring. Kemudian dia menindih tubuhku.
"Kamu siap?" Tanyanya pelan tepat didepan wajahku.
"I-iya." Aku menahan nafas.
"Ada permintaan lain?" Bisiknya sambil mengecup leherku.
"Lakukan dengan perlahan-lahan."
"Apa waktu itu aku melakukannya dengan kasar? Sehingga kamu merasakan sakit?"
"Iya," Jawabku sambil mengangguk.
"Baiklah, malam ini aku pastikan kamu akan menikmatinya Des. Pegang ucapan aku ini." Dia mencium bibirku sedikit lama. "Tahan sedikit ya," Ujarnya seraya memposisikan tubuhnya.
Aku memeluk tubuhnya kuat saat dirinya sudah masuk ke dalam diriku. Masih tetap sakit, walaupun tidak sesakit malam itu. "Bagaimana aku bisa bergerak, kalau kamu memeluk tubuhku sekuat itu?" Tanyanya terkekeh.
Kulepas pelukan itu dengan posisi kami yang sudah menyatu. "Terus aku harus memeluk apa?"
"Peluk leher aku aja." Dia mengalunkan kedua tanganku di lehernya. "Udah kan? Aku mulai bergerak sekarang."
Mas Langit mulai bergerak secara perlahan dan kedua matanya terus menatapku. Karena aku merasa malu, aku mencoba menatap ke arah lain. Namun tangannya menahan daguku untuk tetap menatapnya.
"Jangan berpelukan dengan pria lain. Aku tidak suka. Kamu istri aku, Des."
Aku diam saja dan tidak membalas ucapannya. Aku mau permainan ini cepat selesai. Sungguh aku tidak sanggup berlama-lama bersama mas Langit dengan posisi intim seperti ini.
"Jawab aku," Tuntutnya padaku.
Kuberi anggukan saja sebagai jawaban. Lalu mas Langit mulai mempercepat ritme gerakannya. Kami berdua kembali berciuman. Aku bahkan sampai hafal bentuk dan rasa bibirnya karena sudah terlalu sering berciuman.
Hubungan seks malam ini terasa sangat berbeda dengan yang dulu. Malam ini, aku bisa menikmati sentuhannya. Tanpa sakit yang berlebihan dan tanpa air mata.
Mas Langit langsung membungkam bibirku dengan bibirnya ketika aku melenguh kuat saat orgasme yang kedua. "Jangan berisik, Des. Sebelah kamar kita ada bang Pram, kamu mau dia mendengarnya?"
Aku menggelengkan kepala. Terpaksa aku menggigit bibir untuk menahan suara desahanku. Ya Tuhan... wanita mana yang tidak mendesah, jika seluruh tubuhnya disentuh oleh pria?
Setelah hampir satu jam, akhirnya mas Langit mencapai pelepasannya. Cairan hangat miliknya sangat banyak memenuhiku.
"Terimakasih," Ucapnya sambil berbaring ke sampingku. "Kandunganmu tidak apa-apa kan?" Tanyanya sambil meraba perutku.
"Tidak apa-apa."
"Kamu lelah?"
"Ya," Jawabku mengangguk.
Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh polosku. "Tidurlah... istriku," Bisiknya ditelingaku seraya memeluk pinggangku.
26-Desember-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top