12. Redo-5

Padang rumput menghampar bagai permadani hijau, pegunungan berbaris di kaki langit sejauh mata memandang. Banyak perdu bunga berbatang panjang dengan mahkota putih-kuning kecil seperti corong, memenuhi daratan dan menari-nari menggelitik lutut. Ketika Redo mengerling, angin berdesir lembut, kemudian bertiup lebih kencang membawa terbang petal bunga. Angkasa saat itu biru muda, matahari bersinar cerah, lalu awan-awan tipis menutupinya sehingga atmosfer lebih tenang lagi sejuk.

Redo ingin lebih lama di sini. Pakaian yang biasa dia kenakan juga seakan setuju demikian. Tepi jaket dan kausnya berkibar selaras terpaan dersik nan merdu. Tangan mencengkam ujung topi, tubuh melawan kuatnya angin. Remaja yang berdiri termenung itu memandangi suasana alam, perlahan-lahan laksana menyatu bersamanya.

Kala berbalik, tertangkap visi ayunan besar dengan dua papan buaian yang masing-masing terhubung cincin besi di tiang melalui rantai. Ayunan itu seakan telah lama di sana, karatnya berpadu tanah kerikil, kaki tertanam bersama akar-akar lalang kering.

Bak ditarik akan pesona, Redo duduk pada papan sebelah kiri, kedua tangan menggenggam rantai penghubung. Muka masamnya memandang pegunungan dan rerumputan, kemudian menekur ke tanah. Berbagai viatis dan belukar mengalami vivifikasi ketika masa antemeridiem tiba. Dari posisinya, mata si remaja menampak alang-alang bersama tumbuhan bunga membentuk ombak di permukaan, naik turun seiring angin sinambung berembus.

Di sebelahnya, Biru dewasa berdiri di atas papan buaian, berpegangan rantai. Dengan tenaga pijakan, tubuhnya bergerak menjengit depan belakang. Pakaian yang dia kenakan kemeja hitam dan celana kargo hijau, juga sepatu putih bertali. Tawa khas binal menggema di telinga, raut muka canggih nan suka mengganggu terus memperhatikan Redo yang termenung.

"Hoi, bagaimana caranya?" tanya Biru, masih berayun. Pertanyaan yang seakan iseng belaka, tak peduli mendapatkan balasan.

Akan tetapi, Redo serius memikirkannya, mengalami kebuntuan rasio, padahal ingin sekali memperoleh jawaban.

Biru yang menjadi remaja seumuran Redo sekarang, berayun pada posisi, tetap menatap lekat-lekat sembari mengerising. Pakaiannya sama, kecuali celana kargo ungu dan kain gelang ungu pada pergelangan tangan.

Redo menoleh, seperti terkejut, mengernyit membalas tatapan itu.

"Uih, kau sudah menemukan caranya?" tanya Biru remaja.

Lalu presensi di buaian sebelah lesap, papan masih terayun dengan sisa tenaga.

Di tengah padang rumput, seolah-olah tanah kering dipenuhi kerikil, ilalang menjadi pendek dan menguning. Ada rel kereta kecil yang memutar, ujung saling menyambung membentuk lingkaran. Lokomotif tanpa gerbong hendak bersiap, entah dari mana sumber tenaganya, dan seseorang berada di situ ketika Redo sudah berdiri mendekat.

"Caranya mudah, ai!"

Biru anak-anak—agak lebih besar dari bayi Biru, kausnya berlogo bintang dan celananya biru pendek—naik ke atap kepala kereta api kecil, bagai itu mainan belaka. Tangan mengepal ke udara sambil berkikikan, menyipitkan mata. Gigi putihnya tampak mengilat memantulkan sinar matahari.

"Aku penasaran, cara apa itu?" tanyanya ketika lokomotif mulai bergerak bersama suara tuter.

Kemudian, Biru anak-anak raib. Pada ruang mesin, tampak Biru—berantara remaja dan dewasa; dewasa muda—menjadi masinis, lengkap dengan topi juga seragamnya. Bahu dan lengan berbalut jas hitam serta sarung tangan putih menjenguk ke luar jendela.

"Bakero, orang semacam kau pasti bisa menemukan caranya!" ujarnya seakan berkelakar.

Redo berdiri tegak lurus daratan yang masih sama, alang-alang, tumbuhan bunga, belukar di mana-mana, menari di antara lutut. Rel kereta dan lokomotif luput dari mata, ayunan luruh bak menyublim. Figur itu terpana menikmati keindahan alam, tetapi tatapannya tanpa pantulan cahaya seakan kosong. Kemudian pandangan turun ke tanah, kelopak pun mengejam, kepala menunduk, gigi mengertak.

Di hadapannya, berbagai siluet dengan tinggi berbeda tampak berdampingan, rapat berdekatan. Biru dewasa, Biru dewasa muda, Biru remaja, dan Biru anak-anak, mereka semua mengawai tangan, tersenyum seolah tak memedulikan matahari yang mulai terbenam. Sinar kejingga-jinggaan menyilaukan mata, meski demikian Redo tetap ingin menyaksikan saat-saat terakhir di tempat ini.

"Redo, temukan caranya sekarang!"

***

Kembali ke dunia berlangsungnya ingar bingar yang perlahan mengikis kesehatan jasmani rohani, Redo mendapati hari sudah siang dan kamar Biru terasa pengap. Jendela terbuka hanya kuncinya, lonceng angin pun tak bisa berbunyi.

Remaja itu beralih duduk bertelut, memikirkan sisa mimpi yang tidak diingat, lalu bangkit tegak menumpu kaki, meluruskan tubuh. Dia buka daun jendela hingga udara bebas masuk, menyingkirkan sesak, lonceng angin pun berdentang merdu.

Bayi Biru menggeliat di ranjang, lengan serta tungkai meregang dan tertarik menghadap mainan happy mary yang berputar-putar mengeluarkan musik ninabobo.

Redo menghampiri ranjang yang setinggi perutnya tersebut, melirik sejenak, kemudian beralih ke sisi lain ruangan. Dia buka rak terbawah lemari, berisi penuh akan simpanan diaper.

Tangannya hendak mengambil salah satu saat menangkap sesuatu yang berkilau di karpet. Dia lantas beringsut memungut benda itu.

Seketika gerinda dalam otak pun berputar gangsar.

Remaja itu cepat-cepat melampini si bayi, mengganti diaper. Dia pakaikan baju tersambung celana panjang, dan bayi Biru ditinggalkan bersama mainan bongkar pasang favorit.

Fokusnya beralih pada buku catatan di atas meja belajar. Halaman terbuka pada tulisan, 'Belum saatnya menyerah!'.

Pensil pun terambil, menyetrip satu kalimat panjang, lalu di bawahnya diberi teks 'Acara TV Komedi'. Selanjutnya pensil mencoret 'sweet' dan menuliskan 'sour' pada tulisan besar 'Poffin'. Kemudian berganti halaman, pensil menarik garis pada beberapa kalimat, di sampingnya dibubuhi 'praktik menangkap Pokémon'.

Ada tiga hal yang saat ini mengusik benak Redo. Pertama, wanita tetangga yang dikatakan tak mempunyai anak alias perawan tua. Kedua, keberadaan benda segi lima hitam misterius yang datang tak diundang pulang tak diantar terkait Heal Order. Dan, terakhir, menu kedua dari PokéDex v2 berikut.

###

Sassy nature.
22 Nov 20xx
Via Heal Order
Arrived at Lv. 1.

Likes to giggle.
Likes sour food.

Ability | Illuminate
Raises the likelihood of meeting wild Pokémon by illuminating the surroundings

###

Bayi Biru adalah Pokémon? Hal yang sulit diterima akal, bukan? Ya, mungkin saja iya, toh namanya Pockét Human, yang berarti artifisial. Berarti dia bukan manusia.

Lagi pula, keberadaannya saja patut dipertanyakan. Soal kemunculan, kepribadian, karakter, dan tingkah laku. Tidak ada yang normal, semua hanyalah tiruan. Ya, bayi Biru bukanlah Biru yang asli. Biru yang asli sedang menghilang, pergi akibat Heal Order. Heal Order yang penuh akan misteri serta teka-teki.

Kesampingkan itu dahulu, dari informasi ini, Redo telah dihujani banyak petunjuk. Berbekal keseriusan, lekas dia beranjak melancarkan rencana yang telah matang.

###

Kudus, 9 Januari 2022

Catatan:

● Viatis= tumbuhan sepanjang tepi jalan

● Vivifikasi= tindakan menghidupkan

● Antemeridiem= sebelum tengah hari

● Bakero= bodoh (makian dalam bahasa Jepang)

● 22 November adalah ulang tahun Green Okido (nama versi Jepang dari Blue Oak)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top