Part : 26
Saya menulis cerita ini pakai hape. Jadi sangat sulit menambahkan gambar atau video. Mohon dimaklumi ya. Sehingga saya gak pernah buat castnya. Karena pasti gagal upload. Berhubung males buat beli modem buat si lappy. Apalagi saya gak tinggal di kota besar. Cuma kalau belanja bulanan aja baru deh ke kota. Beginilah kalau tinggal di daerah. Tapi jujur saya suka, karena gak berisik dan udaranya masih segar kalau pagi. Mudah mudahan awal bulan saya bisa ke mal buat beli modem hehehehehhe......
***
Amanda pov
Aku baru saja menutup pintu kamar mandi restoran ketika mendengar suara dua orang pria mengobrol memasuki area toilet. Kebetulan toilet di restoran ini tidak membedakan gender.
"Itu Kevin gimana sih?"
"Gimana apanya?"
"Rencana cerainya masih lanjut gak?"
"Kayaknya masih. Kenapa?"
"Gak ada niat balikan gitu sama istrinya?"
"Kayaknya belum sih, dia gak ada bilang begitu ke gue"
Aku baru menyadari bahwa ternyata salah satu yang berbicara adalah Edward adik iparku. Penasaran dengan pembicaraan mereka selanjutnya, aku memilih diam dan menguping.
"Emang mereka cerai kenapa sih?"
"Gue gak tahu, tapi sekilas kayaknya karena campur tangan orang tua istrinya. Trus ditambah istrinya pernah mergokin mas Kevin lagi sama mbak Mytha. Dia cemburu!"
"Gila aja kalau Amanda cemburu sama Mytha"
"Iya sih, gue pernah niat mau bantu jelasin sama mba manda, tapi dilarang sama Kevin"
"Kenapa?"
"Waktu itu kayaknya dia masih marah karena mbak Amanda menutup akses komunikasi ke mas Kevin. Lo tau kan mas gue gak tipe cowok yang bisa dicuekin. Langsung dia cuekin balik tuh orang."
"Cuma menurut gue gila aja Amanda kalau gak mau dengerin penjelasan Kevin. Secara gue malah lebih cemburu kalau lihat Mytha lagi jalan sama bini gue. Dia kan lesbi"
Terdengar tawa dari luar kamar mandi menjauh. Kalimat mereka terakhir yang mampu menamparku. Apa? Mytha lesbian? Lalu kenapa mereka katanya dulu pacaran? Aku semakin pusing dengan semua kenyataan yang kudengar. Andai itu benar berarti.....
Kevin Pov
Acara sudah selesai sejak satu jam yang lalu. Hanya tinggal aku dan beberapa keluarga dekat saja yang tinggal. Kami masih mengobrol mengenai hal hal yang ringan. Maklumlah kalau tidak ada acara seperti ini, jarang sekali bisa bertemu. Kami punya kesibukan masing masing. Tak lama kulihat Amanda kembali masuk ke saung.
"Kamu dari mana?" Tanyaku
"Abis bayar tagihan mas" jawab amanda singkat.
"Kok gak bilang?" Protes ku
"Ya gak apa apa. Tadi mas masih ngobrol, aku gak enak kalau ganggu. Apalagi soal pembayaran" balas Amanda
"Habis berapa tadi?" Tanyaku lagi. Amanda kemudian menyodorkan bill yang dibayarnya.
"Mas ganti ya?"
"Terserah mas aja" jawab Amanda, kali ini tampaknya ia enggan membantah.
Aku segera meraih ponselku lalu mentransfer sejumlah uang sesuai dengan yang tertera di bill ke rekening Amanda. Lalu kulihat mommy menghampiri diiringi omku sebagai keluarga terakhir yang ternyata ingin pamit.
"Amanda belum pulang?" Tanya mommy
"Belum mom, ini baru mau siap siap" jawab Amanda
"Kevin antar atau sama supir?"
"Aku yang antar aja mom" jawabku
"Ya udah buruan deh, udah malam kasihan Azka" perintah mommy
"Iya mom" Jawabku kembali. Sambil memberi kode pada Amanda agar mempersiapkan semua barang barang Azka. Amanda kemudian mengangguk dan segera berlalu. Kemudian aku membawa perlengkapan yang sudah dirapikan oleh Ati. Setelah kami pamit pada mommy dan daddy kami langsung menuju tempat parkir dan berangkat. Aku, Amanda dan Azka satu mobil. Sementara Ati dan pak Amir di mobil milik Amanda.
"Mas" terdengar suara Amanda membuka percakapan
"Hmm" jawabku sambil masih fokus menyetir
"Aku boleh nanya yang sifatnya pribadi gak?"
"Silahkan"
"Tapi mas yakin mau jawab?" Terdengar suara Amanda hati hati
"Akan saya usahakan" jawabku
"Kalau aku tanya tentang masa lalu mas?" Tanyanya lagi. Aku meliriknya sekilas lalu mengangguk.
"Mas, mau cerita gak tentang hubungan mas dengan Mytha?" Tanya amanda hati hati
"Kok baru nanya sekarang tentang dia?"
"Enggak, aku cuma takut dia cemburu karena beberapa hari ini kamu nemenin aku dan Azka"
"Kamu yakin dengan pertanyaan kamu? Atau sebenarnya kamu lagi mau nanya yang lain?" Selidikku
"Enggak, aku cuma ngerasa gak enak mas"
Aku menarik nafas panjang. Tidak mengerti apa maksud Amanda. Dulu aku mengejar ngejarnya untuk menjelaskan kesalah pahaman ini. Ia menolak! Sekarang setelah semua hampir berakhir ia bertanya kembali.
"Bagian masa lalu mana yang kamu mau tahu?" Tanyaku dengan mengabaikan pertanyaan terakhirnya.
"Yang menurut mas penting untuk aku ketahui"
"Saya gak bisa menebak mana yang penting buat kamu. Saya takut salah menjelaskan. Dulu saya mau menjelaskan kebenarannya kamu gak mau. Saya kejar malah kamu bilang gak mau bicarain dulu dan gak mau ketemu saya. Sampai sampai ibu saya jadi korban ngambeknya kamu. Menurut saya sekarang sudah terlambat. Kalau kamu cuma sekedar nanya Mytha cemburu atau enggak. Jelas jawabannya enggak!"
Aku menepikan mobil karena sedang agak emosi. Aku takut tidak mampu menguasai stir. Saat ini aku sedang membawa anak dan istriku dalam mobil. Walau hubunganku dengan Amanda belum bisa dikatakan baik tapi aku tidak ingin terjadi hal yang buruk.
"Tadi aku dengar ada yang bilang.... maaf Mytha lesbian" ucap Amanda dengan nada ragu
"Kamu dengar dari siapa?" Tanyaku
"Aku lagi di kamar mandi tadi. Trus denger orang ngobrol" jawabnya
"Ya" jawabku singkat
"Tapi katanya dulu kalian pacaran dan tinggal serumah"
"Dulu awalnya dia tidak begitu. Tapi setahun terakhir dalam hubungan kami aku merasa dia berubah. Sampai kemudian dia mengakui kalau orientasi seksnya memang berubah. Akhirnya aku memilih putus"
"Sekarang?"
"Aku tidak tahu. Sudah lama juga nggak berhubungan" jawabku jujur
"Yang kemarin dikantor?"
"Kan saya sudah jelaskan di persidangan. Maksud kamu apa sih nanya begini?"
"Aku cuma mau tahu mas, hubungan kamu dengan Mytha. Gak ada yang lain"
"Gak usah mancing mancing deh nda, kita udah hampir selesai juga kan?"
"Mas yakin memang harus cerai?" Suara Amanda mulai terdengar serak
"Kalau saya gak yakin, saya gak akan mengajukan gugatan. Perceraian bukan hal main main" jawabku tegas sambil memandang matanya yang mulai berkaca kaca.
"Apa kita pantas melakukan itu sementara Azka masih sangat kecil mas? Kasihan dia" Tanya Amanda kali ini air matanya sudah jatuh mengaliri pipi mulusnya.
"Trus apa menurut kamu pantes kalau ada istri yang meninggalkan suaminya demi orang tuanya" jawabku tak mau kalah.
"Waktu itu kan kita sudah sepakat?" Amanda tampaknya mencoba membela diri.
"Dan setelah kita sepakat kamu kembali menjauh dari saya? Itu kan yang selalu terjadi. Kamu mematahkan setiap kesepakatan kita kamu selalu memberi saya harapan. Tapi kemudian mengambilnya kembali"
"Tapi waktu itu hanya karena saya gak menemui mas dan mommy mas langsung menceraikan saya" jawab Amanda tak mau kalah. Mau tidak mau hal yang selama ini kusimpan akhirnya keluar juga. Aku menatap mata Amanda lalu berkata
"Kamu mau tahu kenapa saya memutuskan itu? Karena saya tidak melihat kamu berubah. Saya berusaha memahami kamu, menghormati keluarga kamu. Tapi kamu sama sekali gak pernah melakukan hal yang sama. Kamu ingat waktu peristiwa nujuh bulan. Bagaimana mommy sudah repot mempersiapkan semuanya. Dan kamu terlibat disitu kan. Tapi malah akhirnya ketika keluarga kamu berencana membuat acara serupa, kamu sama sekali gak memberi tahu mommy. Apa kamu pernah memikirkan perasaan ibu saya? Yang ada dalam pikiran kamu cuma kamu dan keluarga kamu.
Berapa kali mami kamu menolak kedatangan keluarga saya yang datang untuk menengok cucu mereka. Kamu kira keluarga saya apa? Kalau saya yang kamu sakitin oke saya gak masalah. Tapi kamu sudah melecehkan keluarga saya. Waktu saya dan mommy mengunjungi Azka. Kamu bersikeras gak mau keluar menemui mommy yang sudah sangat merendahkan harga dirinya agar bisa melihat wajah cucunya. Kamu sadarkan penolakan keluarga kamu? Kamu boleh gak menemui saya. Tapi jangan sekali sekali menolak keluarga saya. Mereka gak ada hubungannya dengan masalah kita. Mereka hanya ingin ikut berbahagia karena saya punya anak dan mereka punya cucu.
Dengan sikap kamu selama ini. Sebenarnya wajar gak kalau mommy juga tidak merespon kamu. Tapi kamu lihat mommy bersikap bijaksana kan? Ia tetap ramah sama kamu. Coba bandingkan dengam perlakuan ibu kamu ke saya atau mommy. Padahal bisa saja mommy meminta saya mencari perempuan lain dan memberikan cucu yang baru untuknya.
Hidup itu harus ada take and give amanda. Gak bisa kamu cuma menerima perhatian orang, tapi juga kamu harus memberi perhatian. Apalagi kita yang berumah tangga. Gak bisa hanya menyenangkan diri kita sendiri, tetapi harus bisa juga menyenangkan pasangan kita. Kamu gak bisa cuma mau dimengerti.
Selama ini saya mengerti kamu. Sekarang saya tanya pernahkah kamu mengerti perasaan saya? Pernahkah kamu berani menentang permintaan orang tua kamu dan memilih menyenangkan saya? Dari awal itulah yang terjadi. Kamu masih ingat saya pernah meminta agar kamu mengunjungi ibu saya? Walau kamu datang tapi sempat kamu tunda kan hanya dengan alasan ke salon.
Berkali kali saya ingin mendekatkan diri dengan kamu. Entah itu jalan jalan atau sekedar dinner berdua. Kalau saya minta waktu kamu tujuh kali. Yang lima sudah hampir pasti gagal karena kamu punya acara keluarga. Bagaimana kita bisa saling mengenal kalau kamu gak pernah punya waktu untuk saya. Sementara kita gak saling kenal sebelum pernikahan. Saya tahu pernikahan itu sakral. Karena sudah ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Tapi pernikahan kita membuat saya merasa berjalan sendirian.
Pernikahan kita gak sehat Amanda. Kita hanya seperti partner seks dan teman berbagi ruangan apartemen. Kita gak berusaha untuk mengenal satu sama lain. Kita sibuk dengan diri kita sendiri dan kesenangan kita. Apakah pantas kita melanjutkan pernikahan kita? Saya tanya kamu sekarang.
"Lalu bagaimana Azka, mas gak mikirin dia kan?"
"Azkalah yang membuat saya mencoba bertahan selama ini. Tapi akhirnya saya lihat kamu menjadikan dia sebagai senjata kamu untuk menghadapi saya"
Kulihat Amanda semakin menangis keras. Beruntung Azka masih tertidur di car seatnya.
"Dengam kondisi seperti itu kamu minta saya bertahan? Manda dengar saya. Saya laki laki dewasa yang normal. Saya butuh istri, saya butuh seseorang yang mendengarkan saya. Saya butuh seseorang yang mengerti saya tanpa saya harus bercerita. Saya butuh saat saat dimana saya bisa menunjukkan kasih sayang saya pada pasangan saya. Saya juga ingin memiliki seseorang yang membutuhkan saya. Tapi kamu, kalau punya masalah selalu lari ke orang tua kamu. Padahal kamu punya saya, dan saya rasa saya bukan tipe laki laki diktator yang tidak mau mendengarkan pasangannya.
Ketika saya letih dengan semua urusan kantor, saya butuh rumah yang menjadi tempat saya untuk pulang. Pernahkah kamu menjadi rumah itu? Kamu jawab saya sekarang. Berhentilah menangis karena tangisan tidak akan bisa menyelesaikan masalah kita" ucapku tegas
"Apa karena itu mas kembali sama Mytha?" Tanya Amanda di sela isaknya
"Saya udah gak ada apa apa sama dia. Saya tahu perasaan saya. Kami murni berteman. Saat itu dia sedang letih dengan hidupnya, sama seperti saya. Kami ngobrol sebagai teman. Tapi tidak membicarakan kehidupan pribadi kami. Kami adalah orang orang profesional yang bisa membedakan kehidupan pribadi dan sosial kami. Itu murni pertemanan. Saya memang salah karena membiarkan dia tidur dipangkuan saya. Saya minta maaf untuk itu" kali ini aku mampu mengucapkannya dengan lembut.
"Tapi ketika itu kita dalam kondisi baik baik aja kan mas. Aku juga waktu itu udah janji sama kamu kalau aku akan pindah dari rumah orang tuaku setelah Azka empat puluh hari. Trus kenapa kamu malah cari perempuan lain?"
Percakapan ini panjang banget. Saya bagi beberapa part yaaaaaaa....
280917
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top