24

Genre :
High Fantasy

(POV kali ini lanjutan dari part 15, kalau lupa, mungkin bisa kembali di part itu)

Kejadian di part ini juga bisa dibaca melalui sisi lain tokoh yang berkumpul di satu titik ini, di part 22

Selamat membaca!~

.

.

.

[ POV 3 : Alara, Red, Lily, Ryn ]

Ledakan besar terjadi dan langit menggelap seketika. Teriakan saling bersahutan, juga sambaran api beserta ledakan susulan lainnya membuat suasana pagi itu makin buruk. Alara hampir memekik kala tangan sedingin es dari seorang gadis bertudung--yang baru saja meminta tolong padanya--memegang tangannya dengan tatapan memelas. Ia kaget, bagaimana bisa tangan gadis itu bisa lebih dingin daripada tangan mayat?

"Kau tak apa?"

Gadis itu menggeleng. "A-aku terpisah dari teman-temanku," lirihnya. Beberapa salju kecil mulai bermunculan di sekitarnya, membuat Alara takjub sekaligus panik di saat yang bersamaan.

"Apa ini kekuatanmu?" tanyanya memastikan.

Ryn mengangguk. "Maaf. aku sedang tidak bisa mengontrolnya."

Alara yang akhirnya paham dengan keadaan gadis itu akan ketakutan gadis salju itu langsung menepuk-nepuk pelan punggungnya, guna menenangkan. Di saat yang bersamaan ia juga tidak melepas pandangannya dari bocah bermata merah yang tampaknya juga ikut syok dengan apa yang baru saja terjadi.

Sementara Red, ia mulai memasang kuda-kuda untuk melepas sihir listriknya, kalau memang keadaannya mendesak dirinya untuk melakukannya.

Ledakan berikutnya terjadi, kali ini sampai membuat jalanan yang mereka pijak turut bergetar hebat. Dan yang lebih mengejutkan adalah, seekor kucing besar bersayap terbang bersama seorang wanita bertopeng yang kini mengeluarkan sihir hitam dalam kuantitas besar, menciptakan ledakan, dan membinasakan sebagian orang yang masih kalang kabut mencari pertolongan.

Beberapa kekuatan sihir milik orang-orang di sana yang tak terkontrol dan terlontar begitu saja secara asal demi mempertahankan diri juga semakin memperburuk keadaan.

"Sebaiknya kita menjauh saja dari lokasi ini," putus Red sambil memberi kode pada Alara agar ia dan gadis bertudung itu ikut berlari mengikutinya.

Detik berikutnya Red menggendong gadis cilik bermata merah itu sambil memimpin jalan, menerobos kerumunan yang juga berlomba-lomba menyelamatkan diri mereka sendiri.

Tangan kiri Alara ia gunakan untuk menggenggam ujung kaos Red sementara tangan kirinya ia gunakan untuk menggenggam gadis es itu. Ryn sendiri sama sekali tidak bisa merasa tenang, tapi setidaknya saat ini ia bersama orang baik yang mau menolongnya.

Dalam hati ia berdoa, semoga ia bisa segera bertemu Jack dan Ace yang terpaksa memisahkan diri darinya akibat ledakan yang secara tiba-tiba datang ke arah mereka. Karena keadaan makin genting, Ryn memutuskan untuk membuang tameng sihir untuk melindungi mereka berempat, sampai setidaknya mereka mendapat tempat yang aman atau ideal untuk memberi serangan balik pada makhluk yang menyerupai kucing raksasa bersayap itu.

Tak ada kemajuan dan mereka semakin terdesak dengan keadaan di mana keadaan sekitarnya sudah penuh dengan kobaran api.

Sial! Andai saja sihir airku dapat bekerja! maki Red jengkel karena ia kehilangan kekuatan utamanya itu.

Mereka terus berlari, berbelok ke kanan dan kekiri, menjauh dari lokasi yang penuh kobaran api sebisa mungkin. Sekitar lima belas menit berusaha menyelamatkan diri, mereka akhirnya menemukan satu tempat berteduh di balik dinding bebatuan kokoh sebuah bangunan di ujung jalan yang baru saja mereka lalui. 

Semuanya terdiam dan berusaha mengatur napas masing-masing. Saat itu, suatu pemikiran yang sebenarnya agak mustahil baginya, melintas di pikiran gadis berambut keriting yang kini makin acak-acakan itu. 

Tapi siapa tahu, kan?

Alara melihat telapak tangannya sendiri dan bergumam kecil sekali. "Kalau di dunia ini aku bukan roh lagi, seharusnya tidak aneh juga kalau aku tiba-tiba memiliki kekuatan sihir."

Dan benar saja. Alara bahkan tidak bisa menahan pekikannya saat tangannya sendiri menyemburkan air ke arah wajahnya. Red, Ryn, dan Lily yang ikut kaget lantas bersiap untuk menyerang siapa saja yang ada di sana untuk melukai Alara. Namun, saat melihat Alara yang basah kuyup tanpa ada siapa-siapa lagi selain mereka di sana, Red jadi curiga.

"Alara, apa yang terjadi?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

Masih dengan tampang terkejutnya, Alara menatap tangannya yang kini dapat mengeluarkan air.

Menyadari hal itu, kini berganti Red yang berseru heboh. "Sihir airku ada padamu?!"

***

[ POV 3 : Ryn, Jack, Ace, Natasha ]

Natasha tidak tahu harus berterima kasih seperti apa dengan secuil keberuntungan yang baru saja didapatkannya. Begitu pula dengan Ace. Secara kebetulan mereka bertemu di daerah portal utama kota Middlenia. Natasha yang baru saja ditolong seseorang dan melintasi portal ke wilayah baru itu tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya kala melihat Ace bersama dua sosok lain yang tampak asing di sana.

"Nata? Kau baik-baik saja?"

Ace membantu gadis itu yang kini nampak lunglai. Kini, setidaknya mereka sudah bisa bernapas lega. Namun entah kenapa Ryn merasa ada sesuatu yang aneh. Tubuhnya menegang. Firasat Ryn tidak pernah salah selama ini. Dan baru saja ia merasa kalau dalam beberapa menit ke depan sesuatu yang tidak baik-baik saja akan terjadi.

"Kita cari penginapan."

Semua mata kini tertuju pada Jack.

"Ah ya itu ide bagus. Kurasa kita perlu istirahat," sahut Ryn, sambil mengenyahkan pikiran-pikiran buruknya.

Ace dan Natasha menyetujui, sehingga mereka mulai bergerak ke arah kota untuk mencari penginapan. Hanya saja, yang mereka temui kali itu adalah banyaknya orang-orang yang berlarian tak tentu arah sambil berteriak panik. Ryn yang makin merasa aneh bahkan tidak sadar, kalau di sekelilingnya sudah tidak ada lagi Jack, Ace, maupun gadis bernama Natasha yang baru saja ditemuinya beberapa menit lalu itu.

Ia memasang tudungnya sambil mencoba menangkis beberapa orang yang mulai menubruknya tanpa ada rasa bersalah. Semuanya mementingkan diri mereka sendiri, seakan-akan mereka sedang menghindari sebuah bencana besar yang akan terjadi tak lama lagi. Sambil berusaha memikirkan hal-hal baik dan menghilangkan rasa paniknya, matanya tidak sengaja menangkap sosok gadis berambut mencolok yang kini sedang berusaha menghindari kerusuhan. 

Ryn yakin kalau orang itu dapat menolong, sehingga ia menerobos kerumunan sambil mengejar gadis berambut keriting itu. Pandangan mereka bertemu. Dengan bibir bergetar, Ryn berusaha meminta tolong dan berharap agar gadis itu dapat mendengar ucapannya. 

Bertepatan dengan itu, keadaan di sekitarnya menjadi makin kacau dan ricuh.

***
[ POV 3 : Alara, Red, Lily, Ryn ]

Setelah menyusun strategi dadakan, Mereka berempat saling mengkombinasikan kekuatan mereka untuk menyerang makhluk terbang bersama wanita bersetelan gelap itu.

"Fokuskan serangan pada makhluk itu saja. Wanita itu pasti tidak bisa apa-apa kalau hewan terbang itu mati."

Semuanya mengangguk setuju. Lily, sang gadis pemilik petir merah itu kini merasa sedikit senang karena pada akhirnya kekuatannya bisa berguna juga. Meskipun jantungnya sudah berdetak tidak karuan dan keringatnya mengucur deras, ia tetap memaksakan diri untuk fokus mengikuti perintah Red.

"Lily, Ryn! Sekarang!" teriak Red yang membuat keduanya langsung melepas kekuatan sihir mereka.

Salju-salju berhamburan, membutakan pandangan siapa saja yang ada di sana, sementara petir merah Lily ia lepas untuk mengecoh makhluk itu. Sehabis ini, giliran Red dan Alara yang akan meluncurkan serangan terakhir mereka. Aliran air yang memadamkan api beserta aliran listrik susulan yang niatnya dapat melumpuhkan monster tersebut.

Namun sayangnya, mereka tidak tahu, kalau sejatinya Lynx, bisa melihat apapun dalam keadaan apapun. Sama sekali tidak ada yang bisa bersembunyi dari pandangan makhluk mitologi itu, sekalipun badai salju yang mati-matian Ryn ciptakan untuk membutakannya.

Dan kebetulan juga, wanita bertopeng dengan hewan raksasanya itu juga tidak tahu. Kalau mereka memiliki rencana lain yang lebih dahsyat. Saat kekuatan Red dan Alara beraksi, barulah serangan yang sebenarnya akan dikeluarkan.

Kobaran api di sana mati dan kabut salju menyelimuti. Saat hewan raksasa itu nyaris melahap Ryn yang berdiri di atas bebatuan seorang diri agak jauh dari posisi yang lainnya, Red segera memberi seruan.

"Lily, Sekarang!"

Lily melepas petir merahnya dari arah belakang hewan raksasa tersebut sesuai arahan Red.

Dan petir merahnya yang dianggap sebagai kutukan itu, berhasil menyelamatkan mereka semua.  Karena dalam kurun waktu sedetik saja, makhluk terbang itu kini meraung kesakitan, lalu jatuh berdebum ke tanah di detik berikutnya.

Makhluk itu, menghilang menjadi abu. Menjadi awal dari kemenangan sesaat untuk para pemilik sihir yang sedang berusaha untuk melawan kekacauan dan mengembalikannya menjadi seperti semula.

.

.

.

Tbc

************************************

Published : 27 Februari 2022

Tema : [ Masuk ke web https://www.generatormix.com/random-genre-generator masukkan angka 5 lalu klik generate. Buat cerita dari genre ke-3 yang muncul. ]


A/N :

Demi apapun, meski dapetnya high fanta, ini bener bener bikinnya sambil ngesot hiks

INI GAJELAS BGT LHO SUNGGUH! 

Mana ngetiknya buru-buru :"(

Maunya ga jadi kupublish... tapi udah bolong tiga kali dan udah janji sama diri sendiri buat namatin ini. huhu

oke deh... makasi banyak buat yang udah baca sampai sini. See u di part terakhir besok!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top