Bab 5

*** 

Fikri terkejut dengan kedatangan Vita di rumahnya. Membuat pekerjaannya terhenti.

Mereka berdua duduk di meja makan, saling berhadapan.

"Ngapain kamu masuk kamar bapak tadi, hah?" tanya Fikri tersulut amarah yang berlebih.

Vita malah seperti anak yang melakukan kesalahan besar. "Ma—maaf. Saya pikir Anda sedang ..."

"Sedang apa?" Fikri menyilangkan tangan ke dada.

"Mungkin Anda sedang melakukan suatu pekerjaan. Ya, begitulah." Vita mengira-ngira sambil tertawa sendiri.

"Ngomong-ngomong, Pak. Soal tadi, saat saya marah ke Anda. Saya mohon maaf. Tadi saya kelepasan."

"Jadi? Kamu mau apa?" tanya Fikri dingin.

Amit-amit deh punya dosen kayak gini, sumpah!

"Saya ingin tetap tertulis hadir, pak. Kata Pak Hasan, Anda ingin saya ke rumah."

"Benar."

"Harusnya Anda tahu kalau saya hadir ke kelas Anda, dan Anda seenaknya ngusir saya."

"Hei, bukan seenaknya, tapi kamu mengomel di kelas bapak." Fikri menggubrak mejanya, sangat marah. "Kamu sebut itu 'seenaknya'? Hah?"

Vita malah merinding dengan cara Fikri memarahinya. Seperti investigator.

"Sa—saya minta maaf kalau begitu. Saya akan lakukan segalanya untuk Anda. Saya mohon." Vita sangat mengharapkan belas kasih dari Fikri, walaupun tahu sikap Fikri yang dingin tidak memungkinkannya demikian.

"Tolong!" Tiba-tiba, Vita berseru. "Persatukan Angeline dan Niko."

Fikri mengerutkan keningnya. Tak mengerti ucapannya.

"Angeline? Niko? Apa maksud pembicaraanmu?" Fikri justru bingung.

Vita sontak menutup mulutnya terkejut. "Oh, itu ... i—itu ... saya ... saya membaca novel. HEART FOR YOU. Penulisnya userman1009."

Userman1009? Nama penaku. Batin Fikri.

"Terus?"

"Jika kebetulan Anda mengenal userman1009, tolong minta Angeline dan Niko untuk bersatu. Plis."

Fikri tertawa tercengang, malah tak menyangka dengan ucapan ngawur Vita.

"Selama ini kamu bukannya belajar, malah baca novel? Bagaimana kamu bisa berkembang hanya membaca novel tidak jelas seperti itu?" Tanpa sengaja Fikri meledek.

"Ta—tapi, novelnya asik loh, Pak. Baca saja. Dia sudah update bab 57."

Cih, macam tidak tahu saja kalau yang tulis itu aku.

"Anda mau baca tidak?" Vita mencondongkan tubuhnya dan memperlihatkan ponselnya ke Fikri.

Fikri spontan menjaga jarak dari Vita. "Ma—mau apa kamu? Dekat-dekati bapak kayak gitu?"

Vita kembali ke tempat duduknya seraya meminta maaf berulang kali.

"Bagaimanapun, tadi pagi memang bapak mempromosikan novel HEART FOR YOU. Namun tidak menyebutkan nama pena. Kamu tahu ... siapa penulisnya?" Fikri seolah memancing Vita untuk menjawab.

"Asal Anda tahu, judul novel banyak yang sama tapi ceritanya berbeda-beda. Seperti saya, nih. Saat menjelajah aplikasi menulis oranye, banyak banget judul HEART FOR YOU bertebaran, penulisnya beda-beda pula."

"Tapi kamu baca di mana?"

"Di ... aplikasi berlogo ikan paus. Warna ungu gelap. Saya juga sempat membeli koin untuk membaca novel itu. Dia update bab 57, dan dia janji kalau komentarnya melebihi 500, dia akan langsung update bab 58."

Hmm, aku yang menjanjikan itu pada pembacaku.

"Oke, baiklah. Karena kamu sudah minta maaf dan merenungi kesalahanmu, maka hukuman yang kamu jalani adalah ..."

Fikri menggantungkan ucapannya. Seolah membuat Vita deg-degan hukuman apa yang akan dia berikan untuknya.

"Kamu harus ulas novel HEART FOR YOU yang kamu baca itu. Minimal kamu harus posting tiga feed di akun Instagram kamu. Bisa?"

"Baiklah!" seru Vita seraya menghentak meja, mengejutkan Fikri. "Oh, maksudku ... iya. Saya akan melakukannya."

"Itu adalah hukuman. Besok bapak masih mengajar di kelasmu, pagi-pagi sekali. Jangan sampai kamu terlambat. Oke?"

"I—iya, pak." Vita memelas kemudian menyesap cola pemberian Fikri. "Ngomong-ngomong, Anda tinggal sendirian saja di rumah sebesar ini?"

"Buat apa kamu tahu urusan pribadi bapak?" Fikri merasa tersinggung.

"Bukan begitu, tapi saya hanya penasaran. Bagaimana Anda nyaman tinggal sendirian di sini? Anda tidak takut hantu?" Vita berusaha mencairkan suasana yang sempat tegang barusan.

"Jalani hukuman kamu saja, dan ... silakan pergi." Fikri mengarahkan tangannya ke depan pintu dan dengan elegan menyuruh Vita untuk keluar dari rumah.

"Oke deh. Sekalian aku menunggu penulis userman1009 untuk update. Mana tahu malam ini komentar sudah melebihi 500 dan dia update, senangnya minta ampun."

Fikri tak menanggapi dan mengusir Vita tanpa membentak.

Sementara Vita masih bertanya-tanya. Dia melihat sendiri Fikri sedang mengetik sesuatu di keyboard. Pandangannya tidak lepas dari layar laptop.

Berpikir positif saja. Mungkin Fikri mengerjakan dokumen penting yang belum selesai. Atau mempersiapkan materi untuk mahasiswanya.

"Bagaimana bisa dosen seperti Fikri adalah penulis? Terus, saat perkenalan juga. Beliau memperkenalkan novel HEART FOR YOU dengan satu juta pembaca. Sementara yang kubaca, satu juta pembaca juga. Bagaimana ini dapat disebut kebetulan? Sejujurnya, aku berusaha tidak memercayai kalau novel itu ditulis beliau. Bukan dia penulisnya. Satu juta pembaca bisa diraih semudah membalikkan telapak tangan."

Vita sedari tadi meracau di jalanan seraya mengutak-atik ponselnya untuk memesan ojek daring.

"Mana belum isi saldo lagi. Ini yang terakhir, untuk pulang ke rumah."

Seperti yang diketahui, Vita adalah anak yang mandiri dan jauh dari orang tuanya di Bandung. Dia kuliah sendiri di Jakarta dan beruntung dapat masuk universitas negeri. Dia mengandalkan uang orang tuanya dan menyuruhnya berhemat.

"Aku pulang makan mie instan saja deh. Biarkan aku tidak makan enak lagi, rasakan karena terus meledek Pak Fikri," rutuk Vita keras, kemudian mengendalikan dirinya seperti semula karena ojek daring yang dia tunggu-tunggu sudah datang.

Sementara Fikri, menikmati suasana yang ada di kamar tidurnya. Lilin aromaterapi menusuk indra penciumannya. Dia terpejam dengan alunan musik piano yang sangat damai di telinganya.

Selagi menikmati waktu santainya karena telah menulis sebanyak hampir 10 ribu kata, dia menerima telepon.

Tentu saja dari Surya. Dia menduganya sejak awal. Karena tidak ada satupun orang yang meneleponnya di malam hari kecuali Surya.

"Ya, Surya? Ada apa?" tanya Fikri tak bangkit dari tempat tidurnya.

"Untuk platform daring yang kamu sebutkan di chat itu. Bisakah sebaiknya kamu pindah platform saja?"

"Loh, kenapa? Bukannya pasar di sana bagus?"

"Tidak, bukan begitu. Iya, sih. Tapi 'kan ... kita tidak boleh bebas memasukkan karya di sana."

Apa maksud ucapan Surya? Dia sudah riset segala macamnya mengenai platform yang akan dia kirim. Bahkan bayarannya pun menggiurkan.

"Kontrak yang akan kamu tandatangani, Fikri. Baca dulu baik-baik. Ada satu hal ---"

"Ah, paling masih ada kendali penulis, kan?" Fikri begitu enteng dengan ancaman Surya padanya.

"Hati-hati saja. Aku hanya ingin kamu sukses di platform yang memperlakukan penulis dengan baik."

Fikri tahu soal itu. Tapi kenapa dipermasalahkan Surya? Waktu bersantainya justru terganggu karena kepikiran dengan naskahnya di tangan Surya.

"Gini, biar kamu lebih mantap pindah platform. Ada satu penulisku menjadi korban. Semua platform yang dia incar menolaknya. Platform yang coba kamu kirim itu, katanya sepi penulis atau segala macam. Tidak ada yang populer. Testimoni juga tidak ada, tapi menawarkan bayaran yang berlimpah, makanya penulisku ini terperdaya."

"Loh, tapi ..."

"Pindah saja di platform berlogo cumi-cumi. Berpotensi di sana."

Bukan apa-apa, tapi Fikri tahu betul platform yang ingin dia incar. Apa Surya sedang lelucon?

"Kamu bercanda, kan? Kamu tidak perlu lah menakut-nakuti aku. Kamu handal mengedit naskah, aku handal mencari platform."

"Jangan terlalu percaya diri, Fikri. Setiap platform ketentuannya berbeda-beda. Tinggal bagaimana kamu akan menyesalinya begitu kamu kena risiko."

"Oke, tapi aku ada dua pilihan. Platform kuning yang digemari banyak orang dan platform berlogo cumi-cumi yang kamu rekomendasikan itu. Aku suka dua-duanya, hanya saja bingung aku ingin di mana."

Desah dan keluh Surya bercampur jadi satu. Fikri sendiri tidak mempermasalahkan hal itu, selama dia bisa tahu apa kelebihan dan kekurangannya. Dia pun tidak ingin sembarangan memasukkan karyanya.

"Ya sudah. Aku menelepon hanya untuk mengingatkanmu saja. Juga, naskah yang kamu sudah revisi, ternyata jauh lebih baik. Aku harap kamu menempatkan naskahmu itu ke platform daring yang mendapat bayaran terbesar," kata Surya berharap.

"Aku kirim saja ke platform tempat di mana HEART FOR YOU diterbitkan. Toh, aku juga dapat bayaran terbesar. Setiap awal bulan, gajiku cair."

"Oh, begitu? Baiklah, kirimlah ke sana. Aku tunggu kabar perilisan novelmu itu."

"Iya."

Setidaknya Fikri lega, karena dia mengusulkan tiba-tiba yang membuat Surya mengakhiri obrolan. Dia curiga, apa Surya mencoba menakut-nakutinya?

Fikri baru teringat kalau dia harus merawat diri. Tapi, apa masuk akal kalau mandi busa malam-malam?

"Aku hanya berendam di air hangat dengan busa dari sabun lavender. Apa perlu?" gumam Fikri bertanya-tanya.

*** 

Vita sebenarnya menyangkal atau mencoba menyuruh Fikri mencari penulis userman1009?

Tunggu kelanjutannya.

*

16 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top