Related Past

Fast Enough
||Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Modern AU, Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai.
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimited by
Taku Kishimoto

'Related Past'

Daisuke's Point of View

Suara alunan tuts piano menggema di dalam ruangan itu, alunannya sangat menenangkan bagiku. Sampai tanpa sadar aku memejamkan kedua mataku mencoba meresapi lebih dalam lagu yang kumainkan saat ini. Seraya sedikit menggali ingatan masa lalu milikku yang sudah lama kulupakan.

Dulu, aku mempunyai Ayah dan Ibu.

Kupikir masa laluku sudah bahagia, aku jenius, putra sulung, kekayaan yang tak akan ada habisnya. Semua di dunia ini aku bisa saja membelinya, hampir tak ada hal yang kurang dalam hidupku.

Akan tetapi, pada suatu hari semuanya telah berubah. Kebahagian yang kurasakan menghilang secara tiba-tiba, membuatku hampir tak terima dengan hal tersebut.

Ingatan buruk itu melintas seketika, hari dimana aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kenangan mengerikan itu.

Darah ada dimana-mana.

Banyak orang berkerumun di tengah jalan.

Kala itu, hujan pun ikut meramaikan suasana. Terjangan air yang deras dari langit tak mampu untuk memadamkan kobaran merah yang tersulut dari mobil.

Aku hanya terpaku di trotoar yang terciprat oleh darah sang korban, hanya diam memandang dalam kebisuan apa yang tersaji di hadapanku.

Pandanganku teralihkan oleh sosok mungil yang menangis di antara kedua korban tersebut. Kulit putihnya terkena noda darah dan beberapa luka gores terpapar di atas tubuh mungil tersebut.

Entah dorongan darimana, aku berjalan mendekat. Tak memperdulikan orang-orang yang histeris sendiri di tempatnya tanpa ada niatan menolong para korban yang ada di sini.

Anak kecil berusia sekitar dua tahun itu masih menangis, seolah memanggil sang ibu untuk bangun dan pergi darisana. Aku kala itu tak tahu, apakah Ibunya masih hidup atau tidak.

Aku meringis kecil, air mataku tertahan di mataku. Rasa sesak seakan di himpit batu besar terasa di dadaku kala melihat rupa Ibuku sendiri ada di sebelah wanita itu.

Dirinya yang seharusnya ada di sisiku sekarang terenggut dengan paksa karena kecelakaan yang menimpanya.

Tangan yang selalu membelai diriku kini terasa dingin, tetesan darah tak berhenti keluar dari kepalanya.

Tanganku bergetar kala mencoba mengelus rambut hitam sebahu miliknya, rambut itu telah dibasuh oleh genangan merah yang berasal dari wanita di sebelahnya.

"Hiks.. Hiks.. Ka.. Cha.. Ka.. Cha.. Tte.. Hiks.. Hiks.. Alu.. Kut" Tangisan anak kecil tadi menyadarkanku, tangan kecilnya menggoyang-goyangkan lengan sang Ibu, berharap Ibunya mau bangun.

Surai abu-abu miliknya nampak kusut serta wajahnya yang terus menerus terbasahi oleh air mata yang mengalir dari kedua bola matanya.

"Ja.. Gan.. In... Hiks.. Ggal.. A-alu.. A-alu.. Hiks.. Kut.. " Ucapan candelnya tersendat oleh tangisan miliknya. Dia nampak sangat kacau.

Dirinya terus ku pandangi dari samping, bukannya aku tak peduli. Aku hanya tak tahu harus apa saat ada bocah dua tahun menangis di sampingku.

GGREP

Suara tersebut langsung membuatku menoleh, Irisku tanpa sadar membola saat melihat hal yang terjadi di sebelahku.

"O-oi! Ka-kau kenapa?" Tanyaku panik saat dia tiba-tiba saja memelukku dari samping seraya terus menangis.

Aku yang tak tahu siapa dia berusaha untuk melepaskan pelukannya, namun saat itu pula aku tersadar. Entah kenapa, dia begitu rapuh, mungil, kecil, lemah dan juga... Manis menurutku.

Dia menangis, menumpahkan segala kesedihannya padaku. Orang yang jelas-jelas tak ia kenal.

"Nii.. Nii.. Nii.. Hiks.. Hiks.. Alu.. Kut.. Alu.. Kut.. Hiks.. Hiks.. " Racaunya masih dengan memelukku, sementara aku masih berusaha mencerna ucapan yang ia lontarkan tadi.

Mungkin kata pertama dia mengucapkan 'Nii-san' karena aku lebih tua 2 tahun darinya, lalu saat kata kedua dia berkata seperti 'Alu' yang kutebak itu mungkin namanya tapi.. Entah kenapa aku ingin tahu nama lengkapnya. Dia menarik untuk ku.

Sementara kata ketiga, entahlah aku tak tahu apa yang ia maksud. Dia bisa saja berbicara hal lain kalut misalnya? Dia kan anak kecil, dia pasti merubah-rubah kata seenaknya.

Tanpa sadar, aku mengelus pelan punggung mungilnya. Mencoba untuk membuatnya tenang dan berhenti menangis.

"Siapa namamu?" Tanyaku saat merasa dia sudah tenang. Dia mendongak, menampakkan wajah manisnya yang kacau setelah menangis. Pipi bulatnya memerah, hidung mungilnya kembang kempis serta memerah lalu sepasang Iris yang membuatku tersihir begitu saja kala melihat keindahannya.

Sepasang Iris yang sangat memikat, bagai senja di penghujung hari yang begitu indah. Untuk sesaat aku menatap intens Iris tersebut, rasanya bagai terhanyut dalam sebuah taman bunga yang tenang dan indah.

"Atou.. Alu"

"Hm?" Aku tak paham dengan ucapannya. Atou Alu? Itu namanya? Kenapa sedikit uhumanehuhum?

Namun tak bisa kupungkiri, dia bocah yang cukup manis dan imut.

Namun saat hendak bertanya kembali, tubuhnya tiba-tiba terbaring lemah di atasku. Tentu saja aku panik! Aku barusaha untuk membangunkannya, menggoyangkan tubuhnya perlahan serta berseru memanggil namanya.

Kenapa ini?

Pandanganku semakin buram, kepalaku juga terasa sangat pening serta mataku memberat. Ada apa denganku? Kenapa wajah bocah itu mengabur secara perlahan? Apa yang-

****

Aroma khas rumah sakit terasa di indra penciumanku, dengan perlahan aku mencoba membuka dua mataku yang terasa sangat berat tadi. Beberapa kali aku mengerjapkan mata, berusaha untuk memfokuskan kembali penglihatanku.

"U-mh.. N-nii.. Ka.. Cha.. " Lirihan halus itu membuatku menoleh, di sebelah ranjangku ada ranjang lain yang ditempati oleh bocah itu.

Dia menggerang kecil, nampak seperti kesakitan. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan tubuhku. Mereka tiba-tiba seolah bergerak sendiri menuju ranjang bocah itu.

Tanganku yang tak terinfus terangkat untuk mengelus helaian abu-abu miliknya yang kini nampak lebih tapi. Secara perlahan wajah kesakitan serata erangan tadi menghilang kala aku mengusap rambutnya. Dia kembali diam dan nampak jauh lebih baik sekarang, sebuah senyum tak bisa kutahan kala melihat wajah menggemaskannya saat tertidur.

Dia nampak polos dan juga imut. Bak bayi yang baru lahir ke dunia.

Aku memindahkan tiang infusku menjadi di dekat ranjangnya, berusaha agar aku bisa tertidur satu ranjang dengannya.

Satu tanganku, kugunakan untuk menaruh kepalanya di lenganku, sementara yang lain mencoba mengelus kembali rambutnya.

Dia menggeram kecil sebelum semakin mendekat ke arahku, kali ini wajahnya menyusup di antara leherku dan mulai mendengkur disana.

Kekehan kecil tak bisa kutahan, itu menggelikan saat aku merasakan nafas hangatnya menggelitik leherku. Dia benar-benar manis hingga aku ingin menjadikannya milikku seorang.

Aku ingin, kelak dimasa depan aku lah yang akan menjadi mempelai pria untuk dirinya.

****

Saat ini, aku masih dalam masa pemulihan. Berita tentang kematian Ibuku sudah kudengar beberapa hari yang lalu, aku tak sempat ke tempat terakhirnya karena keadaanku masih sangat drop kala itu.

Begitu pula dengan Suzue, dia baru saja menjalani operasi usus buntu nya beberapa hari yang lalu sebelum kecelakaan itu. Saat itu aku dan Ibu memang berencana untuk menengok Suzue sekaligus membawakan dirinya roti melon kesukaannya. Namun naasnya kecelakaan itu terjadi.

Mungkin saat itu bisa dikatakan masa-masa hancurnya keluarga Kambe. Dengan Ayah yang di fitnah memakai narkoba lalu Suzue yang harus di operasi karena penyakitnya serta kecelakaanku dan kematian Ibu.

Tapi untunglah, semuanya baik-baik saja. Ayah tak jadi di penjara, Suzue selamat dan aku pulih. Kecuali Ibu.

Mungkin rumah tak akan sama lagi setelah Ibu tak ada.

"Nii.. Nii!! Cuke.. Nii!!" Aku menoleh saat melihat sosok yang sudah bersamaku sejak empat hari ini di rumah sakit.

Dia tersenyum lebar seraya membawa boneka bola yang ia dapatkan lusa kemarin. Aku berdiri dari posisiku, berjaga-jaga kalau ia terjerembab karena kecerobohan yang ia buat.

"Haru, jangan lari. Nanti kau terjatuh" Peringatku pada dirinya.

Ya, kini aku telah tahu nama bocah itu yang sebenarnya.

Dia bernama Katou Haru, bocah energik yang dua tahun lebih muda dariku. Dia kehilangan Ayahnya saat kecelakaan itu terjadi dan Ibunya masih koma, jadi untuk menghiburnya aku selalu mengajaknya bermain di taman rumah sakit.

Bocah itu terkekeh kecil lalu menyerahkan boneka bulat itu padaku, "Nii.. Nii.. Alu enang!" (Nii.. Nii.. Haru senang)

Iris cokelat mentahan itu berbinar membuatku penasaran ada apa dengan bocah yang telah ku klaim menjadi milikku tersebut.

Dia menunjukkan senyumnya, "Kaachan ngun! Uwa ali gi!" Ceritanya bersemangat, tangan mungilnya menunjukkan dua jari bermaksud memperjelas.

(Kaachan bangun! Dua hari lagi!")

"Begitu? Kau pasti senang sekali" Ujarku lalu menariknya duduk di pangkuanku, dia tak menolak dan malah menyamankan dirinya dengan menaruh kepalanya ke dadaku.

"Nang kali!!!" ("Senang sekali!")

Aku terkekeh seraya mengelus lembut rambut halus miliknya, dia tertawa kecil lalu mendongak menatapku.

"Nii.. Pan!" Jari kecilnya menunjuk ke wajahku dengan sebuah senyuman.

Dahiku berkerut bingung, tak paham dengan maksudnya. Haru nampak paham kalau aku tak mengerti ucapannya, dia berdiri dan memegang kedua pipiku membuat pandanganku kini terkunci oleh dua Iris indah miliknya.

"Cuke.. Nii ampan! Ampan! Nii ampan!!" Kedua pipiku di tarik berlawanan arah dan aku sontak meringis sakit karena tarikan nya yang tak main-main.

(Suke.. Nii tampan! Tampan! Nii tampan!!")

"Itu sakit" Satu tanganku berusaha menghentikan aksinya dari menarik pipiku, dia merengek kesal seraya menggembungkan kedua pipi bakpau miliknya.

"Clah.. Nii!!" ("Salah Nii")

Aku terkekeh, walaupun tak begitu mengerti aku tahu bahwa dia kesal dengan ku. Dua kecupan kuberikan pada kedua pipi yang menggembung bulat tersebut membuat dirinya terkejut dan menoleh padaku.

"Kawaii.. " Bisikku padanya seraya terkekeh, dia nampak memerah sedikit lalu memberontak serta memukul kemana saja. Aish, dia semakin menggemaskan!

"Waii.. Jnai!" ("Kawaii janai!")

Aku tertawa seraya menjatuhkan diriku ke rumput halus taman, tubuh Haru otomatis ada di atasku membuat aku bisa menciumi dirinya sepuasku.

"Nii Nii!" Dia menyingkirkan tanganku dan mendekat ke wajahku, tanganku berjaga-jaga di belakang punggungnya. Takutnya dia kembali menarik pipiku lagi atau melakukan hal lain.

Namun dugaanku salah.

Cup

"!?"

Kedua irisku membola terkejut, tak percaya bahwa Haru akan melakukan hal itu. Dia mencium bibirku singkat. Lalu mengangkat wajahnya seraya menunjukkan cengiran nya seperti biasa. Seolah tak menyadari apa yang baru saja ia perbuat.

Tanganku perlahan menyentuh bibirku sendiri yang masih terasa hangat.

Ah, First Kiss-ku telah diambil oleh orang yang tepat.

Aku terkekeh kecil, dengan segera mengukungkan di dalam dekapanku. Kami berdua tertawa, menikmati waktu satu sama lain.

"Haru, Aishiteru" Ucapku tiba-tiba, dia menoleh ke arahku dan mengangguk semangat.

"Mo! Alu.. Teru.. Nii.. Mo!" Dia berceloteh riang sambil terus memberikan sebuah kecupan pada wajahku. Hal itu sontak membuatku tertawa, dia benar-benar lucu saat tertawa ataupun berceloteh.

("Mo! Haru.. Aishiteru.. Nii.. Mo!")

Pipi bulatkan selalu nampak memerah kala aku membalas kecupan nya di dahi dan rambutnya.

Ah, dia sangat imut.

Mungkin memang benar bahwa kelak di masa depan, dia lah yang akan menjadi pendamping hidupku dan istri sahku nanti. Dia akan menjadi bagian dari Kambe, namanya akan menjadi Kambe Haru lalu kami tinggal bersama dan ia akan menyambut kepulangan ku setiap hari dengan apron di tubuhnya.

Dan juga anak-anak yang akan meramaikan suasana rumah. Beberapa anak adopsi mungkin? Entah lah yang terpenting aku sangat ingin hal itu esok hari menjadi nyata.

Katou Haru.

Tunggu saja aku akan menjadi suamimu di masa depan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top