12. Saranghaeo Ahjussi!!

"Hidup berjalan seperti Shibal sekkiya."

****

Malam Minggu.

Yah, meskipun semua malam sama saja bagi Sachi. Karena gak ada hari yang spesial di dalam kamusnya. Tapi, Sachi suka sekali malam mingguan di rumah Amel. Karena mereka bisa tidur bareng sambil curhat dan drakoran.

"Tadi gue ketemu dengan Garvi. Dia kelihatan seneng banget, Mel. Katanya sih, baru selesai anterin Bu Agnia pulang." Sachi memulai curhatannya malam ini.

"Hufff...." Amel mengembuskan napas dengan kencang. "Tuh cowok gila banget ya, bener-bener ngincar guru sendiri." Kemudian Amel menggeser posisinya jadi menghadap Sachi. "Udah lah, Chi. Lo harus ikutin saran gue, lo harus move-on dari Garvi."

"Gak bisa, Mell. Karena dia itu cinta pertama gue."

"Kalau gitu, lo ungkapin aja perasaan lo sama dia."

"Ihhh, lo tuh gak ngerti posisi gue deh. Ntar dia makin menjauh dari gue."

"Lo lihat aja sekarang, apa dia masih deket sama lo? Masih sering pergi dan pulang sekolah bareng? Enggak, kan. Dia itu udah jaga jarak sama lo, Chi. Jadi, sekalian aja lo ungkapin perasaan lo sama dia. Yah, kalau dia mau menjauh sama lo, itu urusan belakangan, lah. Yang penting perasaan lo udah lega. Dan lo jadi gak perlu lagi berharap sama dia."

"Ameeel, lo gak bakalan ngerti posisi gue." Sachi mengusap wajah frustrasi.

"Yah, emang gak ada yang bisa ngertiin posisi lo, Chi. Karena pikiran lo ribet."

"Ihhh, lo kok gitu sihhh." Sachi cemberut sebal. "Tapi, kita masih punya peluang untuk comblangin Mas Aizen dengan Bu Agnia, kan?"

Amel menatap bola mata Sachi yang sudah berkaca-kaca, seperti seekor kucing yang memohon minta ikan.

"Terserah lo, deh." Amel menarik napas panjang. "Gue harus apa agar rencana lo bisa berjalan lancar?"

"Ummm, gue punya ide. Besok kan hari Minggu tuh, gimana kalau kita ajak Mas Aizen nongkrong di cafe. Nah, ntar gue coba hubungi Bu Agnia agar bisa datang ke cafe itu juga. Teruss, kita tinggalin mereka berdua, deh. Gampang, kan?"

"Lo yakin kalau Bu Agnia bisa besok?"

"Ummm, gak yakin, sih. Tapi, gue coba hubungi dia dulu ya malam ini."

Sachi mencari nomor Agnia di ponselnya dan menghubungi perempuan itu. Pada deringan kelima akhirnya baru diangkat.

"Halo Bu Agniaaa!" Sahut Sachi.

"Iyaa, haloo. Siapa ini?" Tanya Bu Agnia bengong.

"Ibu serius gak kenalin suara saya yang indah ini? Ini saya, Bu. Sachi, loh!"

"Oooh, Sachiiii! Darimana kamu bisa dapetin nomor hp saya, Chi?"

"Buu, kita ini rekan se-team. Saya anak didik Ibu di ekskull seni, jadi saya gak mungkin gak punya nomor Ibu. Siapa tahu kita bisa sharing, Bu."

"Heheh, iya, gak masalah, kok. Ngomong-ngomong, gimana dengan lomba nyanyi antar RT? Kamu menang?"

"Kalah, Buuu. Kalah telak saya. Karena banyak banget yang suaranya lebih bagus daripada saya."

"Yaudah, Sachi. Gapapa ya, kamu harus tetap semangat."

"Tapi, Buuuu, saya ingin minta bantuan Ibu lagi, nih. Tolong ajarin saya nyanyi lagi ya, Bu. Pleasee...."

"Nyanyi? Kamu ikut lomba apa lagi, Sachi?"

"Kali ini saya ikut lomba nyanyi antar apartemen, Bu."

"Ha?"

"Iya, Bu. Antar apartemen."

"Oooohh... yaudah, kapan kamu mau latihannya?"

"Besok bisa gak, Buuuu?"

"Um, Sachi... maaf ya, kalau saya harus melatih kamu di apartemen lagi, saya gak mau."

"Enggak kok, Bu. Saya ajak ibu ke cafe yaaa, biar sekalian makan-makan. Saya traktir dehhh!'"

"Waduh, saya jadi gak enak nih."

"Gapapa, Bu. Duit saya banyak, kok."

"Tapi... kamu gak bermaksud untuk mengerjai saya lagi, kan?"

"Ih, enggak, Bu. Kali ini saya serius minta bantuan Ibu. Tolong saya ya, Bu. Pleaseeee...."

"Yaudah oke, saya akan bantu kamu besok."

"Makasih banyak, Bu. Besok saya shareloc alamatnya ya, Bu."

"Oke, Sachi."

Setelah sambungan terputus, Sachi menatap Amel dengan semangat. "Bu Agnia ACC, Melll! Tapi, gimana cara kita bujuk Mas Aizen yaaa?"

"Lo tenang aja, besok gue bakalan bujuk Mas Aizen. Malam ini dia lagi pergi anterin Bunda reunian."

"Okeey, gue serahin semuanya sama lo. Karena elo temen gue yang terbaik." Sachi memeluk Amel dengan erat, sampai Amel tersedak dan terbatuk-batuk.

****

Ini sudah tisu kesekian yang Sachi habiskan untuk mengelap air matanya. Kematian peran laki-laki di drama koreanya membuat emosinya terkuras habis.

Berselang beberapa detik, ponselnya berdering singkat. Sebuah pesan dari Garvi masuk.

Tumben, gumam Sachi dalam hati karena sudah lama Garvi tidak mengirim pesan padanya.

From: Garvi
Lo dimana?

To: Garvi
Kenapa?

From: Garvi
Gure mau bicara sama lo. Dari tadi gue udah pencet bell apartemen lo, tapi lo gak denger juga.

To: Garvi
Oh, gue lagi nginep di apart Amel.

From: Garvi
Yaudah, gue tunggu di depan.

"Is, apaan banget sih nih orang. Tiba-tiba chat gue dan ngajak gue bicara." Sachi mengomel sendiri sambil menatap ponselnya.

Apa ini waktu yang tepat untuk memberitahu tentang perasaan Sachi selama ini ya?

"Mel..." Sachi menoleh dan melihat Amel sudah tidur lelap di kasurnya. "Yaa, cepet banget sih tidurnya."

Tadinya Sachi ingin sekali ajak Amel keluar apartemen untuk ketemu Garvi bareng-bareng. Tapi Amel malah cepet banget molornya. Yaudah deh, Sachi keluar sendirian aja.

Sachi melihat Garvi sudah berdiri di depan pintu sambil menjejalkan kedua tangan ke dalam saku celana, lalu cowok itu berjalan mondar-mandir.

"Ada apa?" tanya Sachi ketus.

Garvi berhenti mondar-mandir dan menoleh menatap Sachi. Kemudian Garvi menghela napas dengan berat, sambil melangkah mendekati Sachi. "Lo ngomong apaan dengan Bu Agnia?"

"Ha?" Sachi mengerutkan dahi bengong. Kenapa Garvi tiba-tiba bahas Bu Agnia, sih? "Memangnya gue ngomong apaan?"

"Lo mau ajak Bu Agnia kemana besok?"

"What the—" Sachi semakin bingung. "Kok lo tahu sih, kalau gue mau ajak Bu Agnia besok? Lo nguping darimana? Perasaan apartemen Amel kedap suara, deh. Kalaupun gak kedap suara, gak mungkin suara gue sampe ke apartemen lo."

"Udah lah, lo jawab aja. Lo mau bawa Bu Agnia kemana besok? Lo jangan comblangin Bu Agnia dengan Kakaknya Amel lagi, deh. Kenapa lo terus aja berusaha untuk comblangin mereka, sih? Udah jelas Bu Agnia gak mau."

"Siapa bilang Bu Agnia gak mau? Bu Agnia lebih gak mau sama elo, dia gak mungkin tertarik dengan berondong. Lo harus sadar diri, Garvi! Lo tuh, bisa cari cewek yang seumuran elo."

"Kalau Bu Agnia gak tertarik sama gue, gak mungkin dia mau gue ajak pergi malam ini," celetuk Garvi tanpa basa-basi. Semakin bikin Sachi shock berat.

"Ha? Lo ajak Bu Agnia pergi malam ini? Malam Minggu?"

"Iya."

"Kemana?"

"Bukan urusan lo."

"Kalau gitu gue juga bisa bilang, semua ini bukan urusan lo." Sachi meledek, kemudian hendak berbalik dan ingin masuk lagi ke dalam apartemen Amel.

Tapi, Garvi menahan tangan cewek itu. "Tunggu dulu! Kenapa lo selalu merusak rencana-rencana gue, sih?"

"Rencana lo bagian mana yang gue rusak?" Sachi menarik tangannya dari sentuhan Garvi. "Lo udah bisa anterin Bu Agnia pulang, lo juga udah bisa ajak Bu Agnia pergi malam Minggu. Terus, bagian mana yang gue rusak lagi, ha?" Sachi kebawa emosi. Entah mengapa, dia sudah merasa muak dengan sikap Garvi. "Yang ada, elo yang udah merusah rencana gue, merusak hidup gue, dan bikin hati gue jadi porak-poranda. Udah puas kan, lo? Udah puas lo bikin hati gue sampai sesakit ini. Sekarang, lo mau apa lagi dari gue, ha?"

Garvi terdiam, ia menatap wajah Sachi lekat-lekat. Seumur hidupnya, selama berteman dengan Sachi, Garvi tidak pernah melihat Sachi sampai semarah dan seemosional ini.

"Gue tuh capek, Gar. Gue capek dengan perasaan ini! Bertahun-tahun gue pendem dari elo, tapi kenyataannya ... gue juga yang hancur dan berantakan sendiri. Sementara elo? Elo bisa hidup bersenang-senang dengan perasaan lo yang baru untuk orang lain. Emangnya, selama ini gue kurang apa, sih? Apa gue terlalu menyusahkan lo? Apa gue terlalu bikin lo risih? Apa? Jawab gue!" Bentak Sachi lagi.

"Chi...." nada suara Garvi berubah, jadi lebih rendah dari sebelumnya. "Gue gak paham maksud dari ucapan lo ini. Tapi, kenapa lo jadi marah-marah sama gue?" Dan wajah Garvi masih saja santai, sama sekali gak berdosa.

"Hei, ada apa ini ribut-ribut?" tiba-tiba Aizen muncul setelah selesai mengantarkan Bundanya pergi reunian.

Aizen mendekat, dan memperhatikan wajah kedua bocil ini. Muka Sachi kelihatan merah seperti menahan amarah dan tangis, sedangkan Garvi kelihatan bingung.

"G-gue gak tahu?" Garvi mengangkat bahu. "Tiba-tiba aja Sachi marah-marah sama gue. Padahal, gue cuma tanya dia baik-baik."

Tangan Sachi terkepal geram. Dalam hitungan detik, Sachi melayangkan tamparan ke wajah Garvi.

'PLAK'

"Lo brengsek, Gar!" Seru Sachi, sebelum masuk ke dalam apartemen Amel sambil membanting pintu.

"Anjir." Garvi mengusap wajahnya. "Sakit banget, cok."

"Lo ngapain sih, bro? Malam-malam malah ribut di depan apartemen gue?" Aizen mulai kesal.

"Hah, gue juga bingung. Mungkin Sachi lagi mens kali," ucap Garvi, kemudian dia masuk ke dalam apartemennya.

Aizen memperhatikan punggung Garvi sampai menghilang dari pandangan, lalu geleng-geleng kepala. Dan masuk ke dalam apartemennya juga.

Saat di dalam apartemen, Aizen melihat Sachi duduk di sofa ruang tengah sambil menangis.

"Tumben seorang Sachi nangis. Bisa nangis juga, toh?" Aizen membuka sepatunya dan menaruhnya di atas rak.

"Memangnya aku gak boleh nangis." Sachi menatap Aizen dengan air mata yang bersimbah.

"Ya boleh, sih. Tapi aneh aja." Aizen menarik tisu dari tempatnya, dan memberikan kepada Sachi. "Soalnya, mukamu kelihatan jelek banget kalau nangis."

Sachi merampas tisu dari tangan Aizen, dan menyembur ingusnya dengan kencang. Kemudian bekas tisunya diberikan lagi pada Aizen.

"Kenapa sih, dunia tuh jahat banget sama aku!" Sachi merengek lagi.

Aizen menyentuh tisu Sachi dengan jijik, dan melemparnya ke lantai. "Dunia yang mana dulu? Dunia kamu kan, dunia gaib. Jadi beda, lah."

"IS, MAS IJEEEEN!"

Sachi memukul lengan Aizen dengan kuat.

"Aduhh...." Aizen meringis. "Mungkin ini yang dirasakan Garvi waktu kamu nampar dia ya. Kenceng banget bunyinya."

"Biarinnn! Biar tahu rasa!"

"Lagia, apa gantengnya Garvi, sih? Sampe kamu tergila-gila sama dia," celetuk Aizen.

Sachi menoleh dan menatap Aizen sebal.

"Amel yang cerita kalau kamu tuh cinta banget sama dia," jelas Aizen sebelum Sachi bertanya.

"Is, Amel juga kenapa sih cerita-cerita dengan Mas Ijen. Ini mah rahasia hati akuuu!"

"Yaudah lah, lupain aja dia. Masih banyak cowok yang mau sama kamu, Chi. Kamu itu cantik."

Sachi menatap Aizen lagi, kali ini sambil tersenyum centil. "Beneran aku ini cantik?"

"Ya Allah, salah ngomong ya aku."

"Ihhhh, Mas Ijen mengakui kalau aku cantik, kannnn?" Sachi langsung gelendotan di tangan Aizen. "Makasih loh, Masss. Mas Ijen laki-laki pertama yang bilang aku cantikkk...."

"Sorry, tadi lidah aku keselo." Aizen buru-buru menghindar dari Sachi dan berjalan hendak masuk ke dalam kamar.

"Mas Ijeeeen!" Panggil Sachi.

Aizen menoleh sat dia sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Makasih lohhhhh!" Sachi mengedipkan mata berulang kali, kemudian melayangkan flying kissing, dan terakhir membentuk jemarinya menjadi love ala-ala Korea. "Saranghaeyo, Ahjussi."

Aizen geleng-geleng kepala merasa geli, lantas segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu.

.
.
.
TBC

Ahjussi satu ini emang gabisa diajak kompromi, ahhh!

Wkwk

Komen dongggg

Love, Emak Sachi.

2-12-24

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top