EMPAT
Setiap hal memiliki pasti alasan.
|•|
Jika sedang bekerja, lalu kamu adalah pegawai yang mengusahakan datang lebih awal, tetapi ternyata nasib tidak mengatakan hal yang serupa? Lalu, apa atasan yang memiliki jadwal penting pada jam yang sama dan harus ada dirimu yang terkait akan memakluminya?
Jika iya, katakan pada mereka apa alasanmu terlambat. Tapi jika atasanmu sudah lebih dulu membuka mulut lebar-lebar, maka berhentilah untuk mengeluarkan alasannya.
Kenapa?
Karena setiap orang memiliki pandangannya sendiri. Saat kamu memiliki atasan yang pengertian, dan mencoba bertanya dengan nada yang baik, maka orang itu memiliki intelegensi tinggi untuk menelaah apakah alasan yang kamu lontarkan adalah kebohongan atau tidak. Mereka yang mendengarkan, sudah pasti memiliki alasan untuk memberi peringatan padamu secara mengejutkan.
Tapi berbeda dengan atasan yang mengedepankan emosi. Mereka akan terlihat arogan, tidak seperti jabatan tingginya dan riwayat pendidikannya. Hanya bicara? Sudah pasti tong kosong nyaring bunyinya. Dan apa yang ia lakukan ketika kamu menyampaikan alasan? Mereka akan memotong ucapanmu, dan memberi ancaman biasa.
Coba bedakan. Mana yang akan lebih disegani nantinya? Yang sudah biasa diketahui memberi ocehan dan ancaman, atau yang memberi keputusan mengejutkan dengan cara yang lebih kalem?
...
Kalau begitu, coba pikirkan apa yang dilakukan Lona. Cara yang ia ambil adalah dengan menjadi wanita kalem, berpikir tapi tidak terlihat memusingkan, cemas tapi menguarkan aura tenang, dan menimang ketika orang lain heboh akan masalah masing-masing. Apa Lona masih harus dikasihani?
Jelas tidak!
Justru Lona patut untuk dicermati akan keteguhan hati. Dia tidak bodoh, jelas tidak. Tetapi setiap hal yang ia lakukan, memiliki alasan. Alasan apa? Alasan yang tidak perlu diumbar, tetapi akan datang dan diketahui pada masanya.
Usianya sudah 28 tahun saat ini. Dan Lona sungguh paham bagaimana harus berpikir, di mana posisinya berada. Tapi dalam beberapa hal, Lona belum mengetahui apa-apa.
"Attar," panggil Lona.
"Ya, Nyonya?"
"Istirahat lah, kenapa kamu senang sekali menyiksa diri begini? Kamu boleh istirahat saat aku hanya di rumah. Mas Awan tidak akan memecatmu."
Attar. Dia adalah orang kepercayaan Awan untuk mengawasi Lona setiap saat, ketika Awan memang tidak bersama Lona.
"Saya tidak melakukan semua ini supaya tidak dipecat, tapi karena saya-"
"Harus menjaga Nyonya... begitukan." Lona menyela ucapan Attar.
Attar mengangguk, tidak memasang senyum sedikit pun.
"Saya di sini. Saya nggak akan ke luar rumah. Kalau saya mau ke luar, saya nggak akan berlari dari pengawasan kamu."
"Maaf, Nyonya-"
"Yaudah, lanjutkan. Kamu nggak akan pernah berubah pikiran kalo dalam keadaan begini."
Bukan masalah jika Attar menjaga Lona karena ingin terus bekerja dengan Awan. Tapi semua yang orang lain kira adalah salah. Attar bisa mendapatkan uang yang tak kalah besar dari pekerjaan lain, tapi semenjak memiliki tugas menjaga Lona, Attar memiliki tujuan untuk melindungi seseorang.
"Attar," panggil Lona kembali.
"Ya, Nyonya."
"Ketika nanti saya membutuhkan bantuan kamu untuk menjaga saya-benar-benar menjaga-kamu akan mengabulkannya, kan?" Attar menatap bingung pada Lona. "Berjanjilah, Attar. Kamu akan menepati ucapan kamu ini nantinya, ya? Lindungi saya, ketika saya membutuhkan perlindungan kamu... sepenuhnya. Meski pun saya nggak bisa memberi kamu imbalan yang lebih dari Mas Awan memberikannya pada kamu."
Attar tidak pernah ragu jika semuanya menyangkut dengan Lona. Attar belajar memahami arti kesabaran, keramahan, cinta, dan kasih sayang dari wanita yang atasannya begitu cintai. Hingga cinta bos-nya itu membuat segala keputusan dilakukan.
Attar pun bukan manusia yang bodoh. Karena terlihat datar, bukan berarti Attar adalah lelaki yang tidak peka, kan? Attar bahkan lebih perasa dari Awan. Buktinya, disaat Lona merasa gundah begini, Attar menemani Lona.
"Attar..."
"Ya, Nyonya. Saya akan melakukan apa yang, Nyonya perintahkan. Bagaimana pun, Nyonya sudah seperti keluarga saya sendiri."
Lona tersenyum simpul. "Kamu bahkan lebih tua dari saya, tapi harus memanggil saya dengan embel-embel 'Nyonya'."
"Bukan masalah. Lagipula, profesional itu bagian dari prinsip pekerjaan saya."
Lona kembali merasa tenang ketika Attar mulai bisa membuka diri, dalam pembicaraan.
"Mau masak? Saya kayaknya lagi kepengin masakan buatan kamu." Lona sudah paham dan tahu jika Attar adalah pembuat masakan yang bercita rasa di atas standar.
"Jika, Nyonya perintahkan saya akan lakukan."
Lona terkikik, menatap Attar yang tiba-tiba saja salah tingkah. "Kenapa, Nyonya?"
"Kalau suati saat kamu mendedikasikan diri untuk memasak, dan membuka restoran, diri saya yang akan mencobanya paling dulu."
Attar tidak sepenuhnya percaya, tapi cukup membuat perasaannya lega karena ada sosok yang mendorongnya dan menjadi pendukung utama pada kegiatan yang Attar gemari sedari kecil.
"Kamu nggak percaya?" Lona cemberut. "Saya serius, lho, Ar."
"Iya, Nyonya. Saya percaya. Saya tau, Nyonya adalah orang yang paling serius dalam berucap."
"Terima kasih."
♥
Di tempat lain, Awan sudah menggeram kesal. Setiap hari, harus menghadapi situasi begini.
"Kamu harusnya bilang sama orang-orang rumah. Aku harus dijemput tepat waktu. Kenapa kamu bebal banget, sih, Wan?"
Sonya. Istri yang sudah sah hidup bersamanya. Tapi kebahagiaan tidak kunjung keduanya teguk.
"Kerjaanku nggak cuma memastikan supir atau pelayan lainnya untuk menjemput dan menyambut kamu dari acara sosialitamu!" ketus Awan.
"Seenggaknya kamu harus sadar, kalo aku adalah istrimu! Jangan suruh supir, kenapa nggak kamu aja yang gerak?"
Awan menatap sengit pada Sonya.
"Begitukah?"
"Iya. Dan kamu harusnya bisa membuat kedua orangtua kita percaya, kalo kita baik-baik aja. Apa susahnya mencoba, Wan? Kenapa kamu berusaha terlalu keras untuk menutup diri dari aku, Wan... kenapa?!" marah Sonya.
"Karena nggak seharusnya kita bersama!"
Sonya tidak terima dengan ucapan Awan, menjadi rutinitas biasa ketika adu mulut ini terjadi. Dan alasan kuat mengapa Awan jarang dan mulai pusing, memasang wajah tidak menyenangkan ketika bersama Lona... ini salah satu alasannya.
"Ingat, ya, Awan! Kalo kamu pikir dengan terus menerus menyembunyikan wanita jalang itu kamu akan bisa lepas dariku, itu nggal mempan! Aku bisa menggunakan orangtuaku supaya menghentikan bisnis ini. Dengan begitu, orangtua kamu juga tau, bahwa anaknya sudah berselingkuh!" ucap Sonya menggebu-gebu. "Dan kamu harus sadar. Kalo kamu mau tetap cerai sama aku, nggak cuma bisnis dan orangtua kamu, tapi wanita sialan kamu itu... dia juga pasti sengsara!" tambah Sonya.
"Jangan sekali-kali kamu menggunakan Lona dalam masalah kita!"
"Oh, ya? Kamu pikir aku takut?" Sonya semakin mendekati Awan. "Aku nggak pernah takut sama siapa pun. Kamu? Kamu pikir, kamu siapa tanpa saham Papaku, hah?!"
Awan selalu merutuki hal seperti ini. Sonya yang terlalu sombong akan kekayaan orangtua nya, dan Awan yang terlalu takut jabatannya dan usahanya turun. Tidak akan pernah ada habisnya. Dan yang menjadi korban, adalah mereka yang dicintai oleh manusia seperti Awan.
√√√√√
U/ bab ini nggak ada diary-nya. Selang seling aja.
19.05.2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top