Millionaire CEO 4 - Makan Malam yang Memukau
WRITTEN BY Shireishou
Jika pesona tak mampu meluluhkan tubuhmu, haruskah segelas wine membantu kita mencapai puncak dunia?
Mysha tampak kesulitan membawa tumpukan berkas yang nyaris menutupi pandangannya. Laporan keuangan yang diminta William harus ia rangkum dari banyak dokumen yang baru ia dapat dari para manager. Lagipula, sebelum diserahkan ke William, Axel juga meminta laporan itu terlebih dahulu. Luar biasa!
Tiba-tiba Mysha merasa beban di tangannya berkurang drastis dan pengelihatannya kembali terbuka lebar. Axel mengangkat tumpukan itu dan dengan cepat melemparnya kembali ke atas meja.
"No need to bring them."
Mysha tak berkedip menatap tumpukan kertas yang berserakan. Pasti akan membutuhkan cukup banyak waktu jika ia harus membereskan itu lagi besok. Damn!
"Bawa saja laptopmu. Softcopy-nya sudah kuminta untuk dikirim ke email-mu juga." Masih seolah tak peduli Axel memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong.
"Y-yes, Sir." Mysha berujar gugup. Ia paling tidak tahan jika Axel berpose seperti itu. Tubuh tegapnya begitu menarik, terlebih dengan bahu bidang yang semakin terlihat gagah.
Namun, membayangkan dirinya harus merekap aneka laporan, membuat Mysha mau tak mau khawatir ia akan ketiduran. Masih lumayan jika ia bisa tidur seperti putri Aurora. Bagaimana jika air liurnya menetes di atas meja? Oh tidak! Ia harus memesan kopi paling kental nanti!
Mysha mencangklongkan tas laptop berwarna putih gading di bahunya. Dirabanya tas berbahan kulit yang sangat halus itu. Kait berwarna emas tampak begitu manis. Mysha tak mau membayangkan berapa harga tas dan laptop yang baru didapatnya dari kantor. Ia sangat menyukai tas ini. Jauh lebih bagus dari tasnya sendiri yang kini ia sembunyikan di dalam laci.
Mysha memasukkan ponsel, dompet, alat tulis, bedak, dan lipstiknya ke dalam sana. Masih cukup ruang. Tas barunya tak sesempit yang diduga.
Namun tas laptop Mysha masih jauh dibanding tas yang dijinjing Axel. Tas laptop lelaki itu sungguh luar biasa.
Tas berbahan karbon itu terlihat sangat mengilap. Lapisan chrome-nya begitu elegan membingkai tas dengan harga yang membuat mulut siapa pun menganga lebar saat mendengarnya. Tas itu begitu cocok dengan Axel yang juga tak kalah bersinar.
Mysha mengekor Axel turun ke parkiran mobil. Meski ia memberi cukup jarak di belakang Axel, ia tetap merasa rikuh.
Di dalam lift pun, Mysha memilih berdiri di sudut. Ia berusaha sekuatnya menghindar dari aroma maskulin yang Axel keluarkan. Sial! Betapa pun Mysha berusaha menghindar, leher bagian belakang Axel bahkan sangat menggoda untuk dikecup hangat. Punggung lebar dan kokoh membuat siapa pun ingin hancur dalam dekapannya.
Axel masih bergeming di posisinya dan langsung menekan lantai dasar tempat mobilnya diparkirkan.
Ketika pintu terbuka, Mysha menunggu beberapa detik sebelum menyusul langkah Axel keluar lift. Wanita itu berjuang sekerasnya untuk tetap sadar dan tidak berbuat macam-macam.
Axel menoleh dengan tidak sabar.
"Jalanmu lambat sekali!"
Belum sempat Mysha mengeluarkan alasan, Axel menarik tangan kanan Mysha dan menggenggamnya erat. Pria jangkung itu sedikit memaksa Mysha untuk mengikuti irama langkahnya yang lebar dan cepat.
Napas Mysha seakan tergantung tak berdaya. Seluruh ototnya lemas. Ia hampir saja terkulai jika Mysha tak segera mencubit pahanya sendiri untuk mengembalikan kesadarannya.
"Sir?!" Mysha berbisik ragu-ragu.
"Kau keberatan?"
Mysha menunduk. Jemarinya yang digenggam Axel berkeringat dingin. Otaknya seolah membeku. Tak satu kata penolakan pun melintas di benaknya.
"Then, lets go!"
Mysha hanya bisa pasrah ketika Axel tetap menggandengnya hingga ke parkiran VIP yang terletak di kanan pintu keluar.
Wanita itu terbelalak menyaksikan mobil yang baru saja berkedip kala Axel menekan tombol kunci.
Mobil berbentuk ramping dengan ujung meruncing yang sangat sporty. Warna hitamnya terlihat sangat anggun. Mysha berpikir Axel sangat cocok dengan warna merah. Ia agak terkejut pria itu justru memilih mobil hitam yang kini terparkir gagah di hadapannya
Velg mobil berbentuk sarang lebah begitu sesuai dengan model bumper depannya. Sungguh luar biasa!
Mysha terperangah ketika Axel membukakan pintu untuknya. Pintu yang seolah melayang ke angkasa itu memperlihatkan interior mobil yang luar biasa indahnya. Sejenak ada keraguan apa ia pantas untuk memasuki mobil sebagus ini dengan pakaian ala kadarnya.
Mysha melirik sepatunya yang mungkin akan menodai karpet beledu hitam di bawah kursi penumpang.
"Mau tunggu sampai kapan?" Suara dingin Axel menyentaknya.
"So-sorry, Sir."
Dengan sangat berhati-hati Mysha masuk dan duduk kaku di dalam mobil. Berusaha agar kakinya tak banyak bergerak dan mengotori isi mobil.
"Kau suka?"
Jantung Mysha bertalu. Siapa yang tidak suka pada Axel Delacroix? Kaya, tampan, berbadan seksi, bahkan hanya mendengar suaranya saja bisa membuat siapa pun berdebar-debar.
Mysha tak berani menjawab. Tidak mungkin di hari pertamanya bekerja, ia mengatakan bahwa ia mengagumi sosok pimpinan yang kini mulai melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
"Hei, kamu suka W Motors Lykan Hypersport?" Axel mengucap rentetan kata yang tak dikenal Mysha.
Mulut Mysha terbuka.
"Mobil ini. Kamu suka mobil ini?" Axel mendengus kesal Mysha tak memahami arah pembicaraannya.
Axel sangat yakin kalau Mysha menyukai dirinya. Tidak ada wanita yang tak tergila-gila padanya. Pria itu hanya ingin memamerkan mobil kebanggaannya yang dibeli dengan harga menguras kantong. Bahkan melebihi mobil yang dimiliki Michael atau bahkan William.
Namun, tampaknya wanita di sampingnya justru lebih memikirkan apa dia akan mengotori mobil ini. Itu bisa dilihat bagaimana Mysha meletakkan kedua tangan di atas pangkuan, sementara kakinya tak juga bergerak dari posisinya.
Demi Tuhan! Wanita ini sangat menarik. Bahkan saat di lift yang mana biasanya para wanita langsung menyerangnya, Mysha tetap diam di sudut. Wanita itu seolah mengkerut ketakutan. Apa pesonanya kini begitu menakutkan di mata wanita? Ah ... Axel menyukai pemikiran itu.
Dan sekarang, di mobil termahal yang mungkin wanita itu pernah naiki, bukannya melancarkan godaan seperti yang kebanyakan orang lakukan, ia justru memilih membeku di kursinya. Apa pesonanya kurang kuat? Haruskah Axel melepas dasi dan membuka sedikit kemejanya? Memamerkan otot dadanya yang terbentuk sempurna?
Namun, Axel membatalkan keinginannya. Ia ingin bermain-main lebih lama dengan mainan barunya.
"Kita sudah sampai." Axel turun dari mobil dan membukakan pintu. Dilemparnya kunci mobil kepada salah satu petugas vallet dan memberinya tips cukup besar agar lebih berhati-hati.
Mysha mengerjap tak percaya melihat lobi hotel bintang lima yang memiliki restoran paling dicari di New York. Tangga melingkar begitu besar berdiri gagah di kanan ruangan. Lantai granit yang memantulkan bayangan orang yang menapakinya terlihat begitu memukau.
Lampu gantung kristal yang menjuntai sesekali bergerak ketika angin pendingin ruangan menyembur ke arahnya. Aroma segar pengharum ruangan yang menyemprot secara otomatis setiap wanginya mulai memudar membuat Mysha menjadi nyaman.
Mysha langsung merasa dirinya salah kostum. Bagaimana bisa wanita yang hanya mengenakan blazer dan rok span masuk ke hotel yang seperti istana ini. Bisa dilihat wanita-wanita lain mengenakan gaun malam yang sangat anggun dan seksi. Rambut mereka ditata sempurna, serta riasan yang menambah keelokan wajah.
Sementara dirinya bahkan tidak sempat berdandan dalam mobil karena khawatir bedaknya akan mengotori jok atau rambutnya akan rontok sedikit dan menempel. Ia merasa seperti Cinderela tanpa gaun pesta yang diajak pangeran ke istana.
"Axel Delacroix," balas Axel ketika penerima tamu menanyakan namanya.
"Meja untuk Anda sudah disiapkan di tepi jendela. Mari saya antar." Pria itu mempersilahkan Axel dan Mysha untuk mengikutinya menuju elevator.
Mysha nyaris tak bisa menutup mulutnya tatkala melihat ruangan luar biasa besar yang diisi meja-meja bundar di lantai teratas gedung ini.
Rak wine ukuran raksasa berbentuk huruf L sebagai sekat dengan wilayah yang berbatasan langsung dengan jendela kaca.
Di sinilah Mysha duduk dengan rikuh. Memandang kota New York dan gemerlap lampunya di kala malam.
"Mau pesan apa?" Axel menyodorkan menu ke arah Mysha.
Selintas Mysha melirik lawan bicaranya. Mengapa wajah itu selalu nyaris tanpa ekspresi. Begitu dingin seolah tak membutuhkan siapa pun di sisinya. Axel seolah bersikap tak acuh kala banyak pasang mata yang memandang ke arahnya sambil bersemu-semu.
Axel masih menunggu wanita di hadapannya memesan makanan. Alih-alih memesan, Mysha justru tampak kebingungan membaca menu makanan. Berkal-kali Axel bisa melihat mata keemasan itu menyusuri menu dari kiri ke kanan, lalu kembali lagi tanpa membuahkan hasil.
"Full course hari ini dua set." Axel akhirnya memberi tanda kepada pramusaji untuk memesan menu terbaik mereka hari itu.
"Tolong satu cangkir kopi paling kental di sini." Mysha mendongak malu-malu ketika mengetahui Axel ternyata mengetahui kegundahannya.
Axel mengangguk menyetujui tambahan yang diajukan Mysha.
"Thank you, Sir." Mysha tersenyum tulus.
Senyuman itu sungguh manis. Tidak ada godaan di sana. Benar-benar sebuah senyum tulus penuh rasa syukur telah diselamatkan dari rasa malu. Wajah natural Mysha begitu menarik. Meski riasannya sudah nyaris pudar, Mysha terlihat masih segar. Mungkin pengaruh rambut pirang pucatnya yang selalu terlihat berkilau keperakan, membuat pupil keemasannya bersinar cerah.
Baru saja Mysha hendak mengeluarkan laptopnya, Axel menyentaknya.
"What are you doing?!"
"Ma-mau melanjutkan merangkum laporan, Sir." Mysha menjawab gugup. Mau berapa kali pun ia dengar, suara Axel memang tidak bagus untuk kesehatan jantungnya.
"Taruh! Aku tidak suka makan sambil bekerja." Nada dingin yang menyebalkan, tapi memiliki daya pikatnya sendiri.
"But Sir, laporan ini sudah harus dikirim besok siang ke Mr. Davis dan bukankah Anda juga meminta datanya besok pagi? Jadi saya harus menyelesaikannya malam ini."
Mata biru Axel memancarkan sinar dingin yang membekukan. "Mau membantah atasanmu di hari pertama kerja?"
Mysha tak tahu lagi harus berkata apa. "No, Sir." Mysha kembali meletakkan tasnya ke bagian kursi kosong di sebelah kanan.
Makanan pertama mereka tiba. Axel menikmati bagaimana Mysha terlihat takjub pada makanan yang terhidang. Daging salmon segar berwarna jingga dan daging ikan merah cerah yang tidak Mysha kenal. Jeruk nipis dan saus berwarna kehitaman terletak di mangkuk kecil di sebelahnya.
Tampaknya ini pertama kali Mysha masuk ke restoran sekelas ini. Axel pura-pura tak menyadari Mysha mengamati caranya makan dan menirunya.
Keduanya makan nyaris tanpa bicara. Axel sibuk memerhatikan wanita di hadapannya, sementara konsentrasi Mysha justru terfokus pada makanan yang kini disantapnya.
Bayangkan, Mysha akhirnya bisa memakan daging bebek lembut dalam irisan tipis yang segar. Saus jeruk dan salad buah membuat hidangan utama ini sama sekali tidak enek.
Meski wanita itu tak mengetahui semua hewan dan tanaman macam apa yang masuk ke perutnya, ia hanya bisa mendefinisikan semua makanan yang tadi ia telan sebagai sesuatu yang sangat lezat. Yah mungkin porsinya saja yang terlalu kecil.
"Apa kita sudah boleh bekerja?" Mysha meminum kopi yang terhidang dengan puas setelah menghabiskan strawberry cake sebagai hidangan penutup.
Axel mencibir. "Aku bahkan belum minum."
Mysha melihat gelas air putih Axel masih utuh. Saat itulah seorang pelayan datang membawakan sebotol anggur dalam wadah berisi es.
"Ini yang Anda pesan Tuan Delacroix." Pelayan itu dengan cekatan membuka tutup botol dan menuangkan anggur kemerahan ke dalam gelas kristal kosong di hadapannya.
Mata Mysha terbelalak. Oh tidak! Ia tidak boleh minum. Minuman keras hanya akan membuat kendali tubuhnya berantakan. Mysha tidak ingin terjadi apa-apa antara dia dan atasannya di hari pertama mereka bekerja. Itu amat sangat tidak patut!
"Toast untuk hari pertamamu di CLD." Axel mengangkat gelasnya.
Mysha gugup dan memilih mengangkat cangkir kopinya dan mengabaikan gelas wine yang telah diberikan kepadanya.
Alis Axel mengerut. "Kau menolak wine dariku?"
"Bu-bukan, Sir. Saya tidak kuat minum dan pantang bagi saya untuk bekerja sambil minum. Ini pekerjaan pertama saya dan saya tidak ingin mengecewakan."
Decakan terdengar tapi Axel tak membantah. Ia membiarkan Mysha meminum kopinya.
Bibir merah alami yang beradu dengan tepian cangkir membuat Axel ingin segera melahapnya. Axel lebih suka wanita dengan riasan secukupnya. Aroma tubuh mereka lebih sensual dibandingkan yang dipenuhi berbagai serbuk yang kadang membuatnya muak kala mencoba merasakannya.
Mysha sadar dirinya diperhatikan. Ia berkali-kali menelan liur untuk menenangkan dirinya. Daripada memikirkan bagaimana jika seandainya Axel akan mengecup lehernya lalu memanggut bibirnya, ia berusaha mengalihkan perhatiannya pada rangkuman yang harus ia kerjakan.
Sampai akhir, Mysha tetap tak diberi kesempatan untuk membuka laptop. Wanita itu mulai kesal. Apa ini sebenarnya akal-akalan Axel hanya untuk mengajaknya kencan? Sial! Ia tak menyangka pimpinannya begitu lihai.
Tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Ia harus memesan kopi lagi untuk persiapannya begadang.
"Saya permisi dulu. Saya bisa naik taksi untuk pulang dari sini. Terima kasih makan malamnya." Mysha mengangguk sedikit.
Axel berdecak dan kembali menyeret Mysha setengah paksa ke arah petugas vallet. Setelah menyebutkan nama, tak sampai lima menit, mobil Axel sudah berada di hadapannya.
"Aku tak akan membiarkan ada wanita pulang sendirian."
Wajah Mysha bersemu. Meski Axel begitu dingin, untuk hal-hal tertentu ia ternyata peduli padanya sebagai seorang wanita. Mungkin ia khawatir anak buahnya tersasar sepulang kerja. Bisa jadi itu akan menodai nama baik CLD. Mysha menahan tawanya.
Axel kembali melajukan mobilnya. Lagi-lagi mereka hanya berdampingan dalam diam. Mysha tak mau repot mengajak pimpinannya bicara. Toh kepalanya kini dipenuhi apa yang akan dia lakukan secara efisien begitu mendaratkan kaki ke apartemennya.
Besok tugasnya harus selesai. Dan yang ada di kepalanya sekarang hanya pekerjaan.
Di sampingnya, Axel sesekali melirik Mysha dengan jengkel. Gadis itu benar-benar tidak peka. Segala pose sensual yang biasanya sudah membuat para wanita bertekuk lutut sama sekali tak membuat Mysha terguncang.
Bahkan ia sudah melepaskan jasnya dan menggulung kemeja hingga ke batas siku. Namun, Mysha hanya menatap kosong ke depan sembari terus berkomat-kamit. Entah apa yang ada di pikirannya.
Tak sampai satu jam, mereka sudah tiba di bawah gedung apartemen Mysha. Lokasi yang cukup bagus sebenarnya. Mysha tidak terlihat sebagai keluarga yang kekurangan, namun juga bukan berasal dari golongan atas. Apartemen dengan nuansa batu kemerahan yang terkesan rapat, membuat Axel malas memarkirkan mobilnya lama-lama di sini.
Axel keluar dari mobil dan bergerak untuk membukakan pintu. Namun, bukannya bergeser dan membiarkan Mysha keluar, jemari kokoh Axel membelai dagu perempuan itu dan mengangkatnya sedikit.
Mysha bisa merasakan napas hangat Axel di wajahnya. Wajah luar biasa tampan itu mendekat. Cukup dekat hingga mata sebiru langit itu mampu membuat isi perut Mysha bergelinjang.
Ketika Axel memejamkan matanya, Mysha menyadari pria itu memiliki bulu mata yang halus dan panjang.
Ternyata Axel tak menghentikan gerakannya. Pria itu semakin mendekatkan bibirnya ke arah Mysha yang masih terbelalak kaget.
Plak!
Alih-alih senang, Mysha merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Mysha menatap nanar ke arah Axel yang baru saja terkena tamparannya.
Wanita itu mungkin menginginkan bibir ranum Axel menyapa tubuhnya. Namun tidak sekarang, tidak dengan cara seperti ini.
Tanpa sadar bulir air mata jatuh membasahi pipi.
Kami memutuskan untuk tidak mengupload gambar dan author note di postingan ulang :3 jadi yang ingin dapat menu full course silakan ke halaman sang penulis ^^
Kebetulan yg kali ini adalah shireishou hehehehe
See you tomorrow!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top