BAB 2
Mingyu tengah membaca sebuah buku di perpustakaan kota ketika seseorang mengetuk-ngetuk ujung jarinya pada meja. Ia mengangkat wajah dan menemukan Wonwoo dengan ekspresi aneh.
Ekspresi yang sama ketika Mingyu datang pertama kali ke sebuah klub.
"Kau disini?"
"Ya. Dan terpaksa. Kau harus ikut denganku, Mingyu. Sesuatu telah terjadi."
Wonwoo berbicara dengan cepat namun Mingyu mampu memahami, "ada apa Wonwoo?" Mingyu bertanya untuk memastikan.
"Well, kurasa waktu akan terbuang sia-sia jika aku menjelaskannya sekarang. Jadi, untuk saat ini. Kau. Ikut. Denganku."
Mingyu tersentak ketika Wonwoo menyeretnya pergi. Keluar dari perpustakaan dan masuk ke dalam mobil. Mobil milik Wonwoo.
"Kemana kau akan membawaku, Wonwoo?"
Wonwoo mengabaikan pertanyaan Mingyu. Menatap ponselnya yang sejak tadi berdering. Lantas berdecih. Ia semakin mempercepat laju mobil hingga ketika sampai di tempat tujuan-mobilnya berhenti seketika. Dan lagi-lagi membuat Mingyu tersentak. Beruntung semua baik-baik berkat sabuk pengaman.
"Ayah menjodohkan ku Mingyu."
"Apa?!"
"Ya. Dan kau tahu, aku membenci ini semua. Tugasmu sekarang adalah menemaniku ke acara jamuan itu."
"Kenapa harus aku?"
Wonwoo batal membuka pintu mobil dan kembali menatap Mingyu, "karena kau adalah Kim Mingyu. Tidak mungkin aku membawa gadisku. Semua akan kacau." Wonwoo menyeret Mingyu masuk ke dalam sebuah butik. Memilihkan beberapa baju yang cocok dan memberinya pada Mingyu. Ia juga berpesan bahwa waktunya tak banyak untuk mereka sekedar berbasa-basi.
Kemudian Wonwoo membawa Mingyu menuju lantai dua. Sebuah salon ada disana. Seorang pelayan meminta Mingyu untuk duduk depan kaca besar dan melakukan sesuatu padanya.
Mingyu yakin bahwa Wonwoo sudah memerintahkan semua pelayan disini sebelum mereka sampai.
"Mingyu, kupikir kau tidak se naif yang aku kira. Kau tampan. Dan mari kita pergi. Ayah sudah menunggu!" Ujar Wonwoo setelah ia menatap Mingyu dengan setelan kemeja mahal, terbalut oleh Coat coklat dan celana hitam kain yang mewah. Sepatu pantofel membalut dengan sempurna kaki jenjang Mingyu.
Ini kali pertama Mingyu bertemu dengan Ayah Wonwoo. Walaupun mereka sudah bersahabat begitu lama, tak ada salah satu dari mereka yang mengungkit privasi termasuk keluarga. Mingyu sudah tahu kalau Wonwoo berasal dari keluarga berada. Berbeda dengan dirinya yang dari keluarga biasa.
"Hallo, Ayah!" Wonwoo memeluk Ayahnya penuh sayang. Dan semua itu tak lepas dari pandangan Mingyu.
Semua terlihat baik-baik saja. Dan Ayah Wonwoo tak se-menyeramkan yang Mingyu pikirkan selama perjalanan mereka menuju restoran mewah itu.
Setelah Mingyu memperkenalkan diri, mereka lantas duduk pada salah satu meja besar yang sudah di pesan. Walaupun tak dapat di pungkiri bahwa ia melihat Ayah Wonwoo menatapnya bingung. Tak ada percakapan sebelum Ayah Wonwoo mengukir senyumnya menatap tamu yang datang.
"Selamat malam, Tuan Kang."
Wonwoo maupun Mingyu membelalakkan mata. Menatap seorang wanita muda di samping Pria paruh baya yang Ayah Wonwoo panggil sebagai 'Tuan Kang'.
Wonwoo sudah beberapa kali menyebut wanita muda ini dalam obrolan malam mereka bersama kedua sahabat lain. Dan Mingyu juga terkadang menemukan wanita muda itu di depan pintu apartemen. Meminta Wonwoo untuk keluar menemui.
"Seulgi Noona?" Wonwoo akhirnya angkat bicara. Masih dengan wajah terkejut.
"Kau sudah mengenalnya, Wonwoo?" Tuan Jeon bertanya.
"Ya, Ayah."
Tuan Jeon meminta semua untuk duduk kembali. Memakan jamuan yang sudah di siapkan. Percakapan di dominasi oleh Ayah Wonwoo juga Ayah Seulgi. Sementara Wonwoo, Mingyu, maupun Seulgi hanya diam.
"Jadi, apa kau setuju Wonwoo?"
Oh. Ayahnya sudah bertindak. Wonwoo mengumpat dalam hati.
"Ayah, tidakkah semua ini terdengar kuno. Aku akan mencari pasanganku sendiri." Wonwoo sadar ia salah dalam berucap. Terdengar tidak sopan ketika secara tidak langsung ia menolak rencana perjodohan Ayahnya. Namun semua harus segera berakhir sebelum ia benar-benar terikat dengan Seulgi.
"Tapi bukankah kau sudah mengenal Seulgi. Dia wanita yang baik Wonwoo."
Tidak. Dia wanita menjijikkan. Wonwoo ingin mengatakannya. Namun, ia masih sayang kepalanya. Ia tak ingin sang Ayah memukul kepalanya.
"Ya. Dia wanita yang baik, aku tahu Ayah. Tapi aku mencintai orang lain."
"Siapa?"
"Kim Mingyu."
"Apa?!"
•••
"Kurasa ketika kau mengatakan bahwa Seulgi Noona mirip denganmu dan mungkin kalian berjodoh akan benar-benar terwujud Wonwoo."
"Diam lah, Mingyu. Kau membuat kepalaku semakin terasa pusing."
Wonwoo melempari Mingyu dengan kaos kaki miliknya. Lantas menenggelamkan wajahnya di atas bantal.
Mingyu masih berdiri di ambang pintu. Dengan tangan terlipat di depan dada. Menatap Wonwoo dalam diam.
"Kau tidak memberitahu bahwa aku harus menjadi 'pacar pura-pura'mu."
"Uhu tuhu hu huhu huhu-"
"Wonwoo, aku tidak bisa mendengar suaramu."
Wonwoo refleks mengangkat kepalanya. Menatap Mingyu dengan sengit, "itu tujuanmu datang kesana, Kim Mingyu. Berpura-pura menjadi pacarku. Tapi semua tidak berjalan sesuai rencana."
"Well, kau tidak mendiskusikannya denganku sebelumnya, Jeon Wonwoo."
Kali ini Wonwoo sepenuhnya duduk. Melepas jaket yang membalut tubuhnya lantas melemparnya pada Mingyu, "keluar, Kim. Aku harus memikirkan cara lain untuk menolak perjodohan itu."
Mingyu benar-benar menghilang di balik pintu setelahnya.
•••
"Jadi apa yang terjadi tadi malam sampai-sampai membuat wajah kalian terlihat kusut seperti ini?"
Mingyu melirik Seungcheol. Terkadang ia membenci ketika Pria itu begitu sangat ingin tahu akan sesuatu. Ia lantas beralih menatap Wonwoo yang hanya diam memandang tv tanpa terganggu sama sekali dengan pertanyaan Seungcheol.
"Apa kalian akhirnya melakukan seks bersama?"
"Tutup mulutmu, Choi Seungcheol sebelum aku menghantam kepalamu ke dinding!" Wonwoo berteriak membuat semua kaget. Pria itu lantas berjalan meninggalkan apartemen.
"Well, kau membuat moodnya semakin turun, Choi."
Mingyu menemukan Wonwoo tengah merokok di rooftop apartemen. Pria itu seakan tak menyadari kehadirannya. Namun Mingyu sepenuhnya yakin bahwa Wonwoo menyadari kedatangannya.
"Seungcheol sangat menyebalkan akhir-akhir ini, kau tahu." Wonwoo memulai pembicaraan setelah Mingyu berhasil duduk di sebelahnya.
"Ya. Dia memang seperti itu. Kau harus terbiasa dengan diri Seungcheol yang baru."
Mingyu mengibas tangannya-menghindar asap rokok yang mengenai wajahnya.
Wonwoo lantas terkekeh. Membuang batang rokok yang masih panjang ke lantai lantas menginjaknya. Ia kemudian menatap Mingyu. Memperhatikan penampilan Pria itu dari atas sampai bawah.
"Dan sekarang kau kembali menjadi Kim Mingyu yang naif. Berbeda dari yang tadi malam." Ucapan Wonwoo seakan meminta Mingyu untuk menatap pakaiannya.
"Tak ada yang salah dengan ini. Dan aku menyukainya."
Wonwoo tersenyum mendengar jawaban itu.
"Kau benar. Jadilah dirimu sendiri jika itu membuatmu nyaman."
•••
Mingyu mencoba mengumpulkan nyawa ketika ia menemukan seorang wanita muda berdiri di pintu apartemen dengan pakaian rapi.
"Seulgi Noona?"
Seulgi tak menjawab. Justru wanita itu mendorong badan Mingyu untuk menyingkir selagi dirinya masuk ke dalam apartemen.
Seulgi lantas langsung berjalan menuju lantai atas. Pada sebuah kamar yang masih tertutup.
"Wonwoo-ya, kau sudah bangun?"
"..."
Tak ada jawaban berarti. Membuat Seulgi kembali mengetuk pintu.
Mingyu yang berada di lantai bawah hanya memperhatikan gerak gerik Seulgi yang perlahan membuka pintu kamar Wonwoo yang tak terkunci. Ia lantas berjalan menuju dapur. Membuat sarapan.
"Oh shit! Apa-apaan kau, Noona?!"
Mingyu yang tengah memotong wortel menghentikan kegiatannya dan menatap Wonwoo yang menuruni tangga. Pria itu berlari menuju dapur dan menghampiri Mingyu.
Semua terjadi begitu cepat. Ketika Wonwoo mempertemukan bibir mereka. Menarik leher pemuda yang lebih tinggi agar lebih dekat.
"Mingyu, maaf-" satu kata terakhir harus Wonwoo telan kembali begitu saja saat bibir sebelumnya yang ia rasakan kini menempel kembali pada bibirnya. Matanya terbelalak-ia mendapati Pria tinggi di hadapannya tengah terpejam. Memangut bibir mereka begitu lama dan dalam.
Ketika mendengar suara bantingan pintu, barulah pangutan itu terlepas.
"A-aku ingin semua berjalan dengan lancar, Wonwoo. Seulgi Noona sudah pergi. Bisakah kau membiarkanku membuat sarapan?"
"Y-ya ... "
•••
Wonwoo menemukan Ayahnya menelfon siang itu. Ia sudah menduga bahwa Seulgi akan mengacaukan segalanya. Wanita itu memberitahu hal yang terjadi saat ia berkunjung ke apartemen Wonwoo.
"Ayah, ini wajar. Mingyu adalah pacarku. Sudah seharusnya aku memberi ciuman itu padanya."
"Kau melukai hati Seulgi, Wonwoo. Wanita itu sangat rapuh."
Ujaran sang Ayah di ujung panggilan membuat Wonwoo menganga dan ingin segera menghapus kata-kata rapuh dalam kamus hidup Seulgi. Entah bagaimana wanita itu begitu terobsesi padanya. Menyesal dulu Wonwoo suka dengan bibir dan bokongnya.
"Baiklah. Baiklah, Ayah. Aku akan menghubungi Seulgi Noona." Wonwoo mematikan panggilan secara sepihak. Dan menghempas diri pada kursi di rooftop. Sudah terbayang bahwa Seulgi akan senang membuat hidupnya sengsara.
Seulgi sungguh berbeda dari mantan pacar Wonwoo yang lain. Walaupun semuanya menyukai ciuman menakjubkan yang mereka dapat dari Wonwoo, tapi mereka dengan lapang menerima jika Wonwoo ingin putus.
Tentang sebuah ciuman, Wonwoo jadi teringat ketika untuk pertama kalinya ia mencium bibir seorang Pria dan itu adalah Kim Mingyu. Sahabatnya. Sekaligus teman apartemen. Rasanya begitu sangat berbeda. Dan Wonwoo terlihat begitu sangat lemah dan ia membenci hal itu.
"Sendirian?"
Sebuah suara. Wonwoo mendapati Vernon baru saja membuka pintu rooftop. Kemudian duduk di sebelahnya.
"Kau bisa lihat."
Lalu hening.
"Dimana Mingyu?" Vernon bertanya. Ia menawarkan sebotol cola yang ia bawa pada Wonwoo. Dan membuka miliknya sendiri.
"Kerja, kurasa. Aku tak pernah tahu dimana ia bekerja. Mingyu tidak memberitahu."
Vernon meneguk cola nya, dan bersendawa keras sekali, "kau tak tahu?" ucapnya dengan menatap Wonwoo.
"Apa?"
"Mingyu itu seorang pelukis. Lukisannya sering ada di beberapa pameran."
Satu hal yang Wonwoo tidak suka dari Mingyu.
Pria itu tidak pernah berbagi sebuah rahasia. Dan pekerjaan Mingyu tak seharusnya Pria itu rahasiakan apalagi dengan Wonwoo.
"Kurasa aku akan memukul kepala Mingyu saat ia pulang nanti."
Kkeut
Like a piece of watercolour painting
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top