Chapter 11
"Tapi yang chapter kemarin (dan mungkin juga chapter depan) mirip kaya yang di komik Miiko, deh. Atau cuma perasaan saya aja, ya?"
Yes, you're right! Adegan Coach Namjoon menelepon Fang, kemudian Fang tidak memberitahu BoBoiBoy, itu sama dengan adegan Pelatih Klub Baseball menelepon Miiko, kemudian Miiko tidak memberitahu Mamoru. Pada akhirnya Mamoru menampar Miiko sambil mengucapkan kata kasar. (Miiko fanbook by Ono Eriko halaman 67)
Well, aku cuma terinspirasi dari adegan itu aja kok. Aku ambil garis besarnya. Adegan Miiko dan Mamoru dengan BoBoiBoy dan Fang bakal berbeda jauh banget sama ff ini.
So, check it out.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Halo?"
"Halo? BoBoiBoy?" ucap seseorang di seberang sana to the point. Sepertinya penelepon ini memang mencari BoBoiBoy.
Ah, sepertinya BoBoiBoy mengenal suara ini.
"Iya. Coach Namjoon?" tanya BoBoiBoy memastikan.
"APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN, HAH?!" teriak Coach Namjoon di telepon.
"Eh?"
Jantung BoBoiBoy sedikit terlonjak. Ia tidak sempat berpikir kenapa Coach Namjoon berteriak secara tiba-tiba.
"JAWAB, BOBOIBOY!"
BoBoiBoy segera tersadar dari lamunannya.
"Ada apa, Coach Namjoon?"
"PERTANDINGAN SUDAH BERJALAN DARI TADI. KAU DI MANA SAJA, HEH?!"
Mata BoBoiBoy melotot. Ia merasakan sesuatu yang berat menghantam kepalanya. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat.
"P-pertandingannya s-sudah d-di—" Mendadak BoBoiBoy menjadi sulit berbicara.
"KAU TAK BISA DIHARAPKAN!"
Telepon lalu terputus.
BoBoiBoy melihat ke arah jam. Sudah pukul 8 lewat 20 menit. Pertandingan seharusnya pukul 9, 'kan? Mengapa Coach Namjoon marah kepadanya? Sebenarnya pukul berapa pertandingan dimulai?
"Arrrghhh. Jam berapa ituuu?!"
BoBoiBoy meremas kuat rambut yang ditutupi topi dinosaurus. Ia tidak menyangka akan selupa itu mengingat jadwal pertandingannya. Atau mungkin ia tidak bisa membaca jam?
Banyak pertanyaan bodoh hinggap di otaknya. Pikiran dan perasaannya tidak bisa menyatu untuk saat ini.
"BOBOIBOY TAUFAN!"
Terlihat sosok BoBoiBoy yang mengenakan baju putih yang ditutup jaket biru. Topi yang didominasi biru dan putih plus strip kuning, dimiringkan ke samping kanan. Hoverboard melayang tepat di depannya. BoBoiBoy Taufan segera menaikinya dan ia terbang. Lolos dari jendela rumah, kemudian terbang tinggi dan berhenti di antara awan-awan putih.
BoBoiBoy Taufan melihat secara seksama ke arah bawah. Rumah-rumah, gedung, dan jalanan terlihat semua. Ia memutar badannya dengan bantuan hoverboard untuk mencari tempat yang menjadi tujuannya.
"Dimana Stadion Kuala Lumpur?" ucap BoBoiBoy Taufan frustrasi.
BoBoiBoy Taufan mencoba menenangkan dirinya. Beberapa kali ia mengembuskan napas kasar.
Matanya lalu menangkap sebuah bangunan bundar yang didominasi warna hijau. Terdapat tulisan besar nama bangunan itu di atas pintu masuk. BoBoiBoy Taufan tersenyum puas karena telah menemukan tempat yang ia cari.
BoBoiBoy Taufan segera terbang dengan kekuatan penuh ke arah stadion tersebut. Terdengar sorak ramai di dalam stadion itu, meneriaki nama sekolah mereka masing-masing.
BoBoiBoy Taufan menajamkan pendengarannya. Ia sama sekali tidak mendengar nama sekolahnya bergema di udara.
Apa mungkin ia salah stadion?
Semakin lama BoBoiBoy Taufan terbang rendah mendekati tanah. Ia sudah memasuki Stadion Kuala Lumpur—yang ia yakin ini adalah stadion yang ia tuju setelah sempat melirik nama bangunan itu untuk mengecek. BoBoiBoy Taufan mengabaikan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya di sepanjang pintu masuk. Hoverboard terus terbang ke depan dan nyaris menyentuh tanah. BoBoiBoy Taufan lalu berubah menjadi BoBoiBoy biasa. Hoverboard menghilang dan BoBoiBoy menapak tanah, kemudian berlari.
Di depannya sudah ada Coach Namjoon yang sedang berjalan bolak-balik tanpa tujuan. BoBoiBoy lalu berhenti tepat di samping sang coach. Dengan napas yang tersenggal-senggal karena sehabis berlari, BoBoiBoy mendongak kepalanya. Ia tidak sadar ia sudah memasuki arena di dalam stadion.
BoBoiBoy melihat pertandingan antara dua sekolah di depannya. Ia tidak melihat tanda-tanda timnya bermain. Sorakan demi sorakan memenuhi stadion tersebut pada pagi hari.
"Sekolah kita sudah kalah telak."
Ucapan barusan membuat BoBoiBoy kaget dan segera menengok ke sampingnya. Terlihat Coach Namjoon dengan wajahnya yang memerah, seperti menahan amarah. Di belakang Coach Namjoon, ada Gopal, Stanley, dan teman-teman BoBoiBoy yang sedang melepas penat setelah melakukan pertandingan tadi.
Mendadak mulut BoBoiBoy bungkam. Tidak ada sepatah kata pun yang bisa ia keluarkan.
"SEKOLAH KITA KALAH. KAU TAHU ITU?!" teriak Coach Namjoon kesal.
Jantung BoBoiBoy kembali berdebar dua kali. Keringat dingin mulai membasahi badannya.
"Sudah kukatakan untuk tidak terlambat. Akh, aku sudah mempercayaimu sebagai kapten, BoBoiBoy. Di mana letak kepercayaan yang kau berikan kepadaku, HAH?!" Bola mata Coach Namjoon menyorot tajam ke arah BoBoiBoy.
BoBoiBoy menundukkan kepalanya.
"M-maaf, Coach."
Hanya kata-kata itu yang mampu BoBoiBoy keluarkan.
"Maaf? Kau tak lihat? Permintamaafanmu itu tidak mengubah segalanya," ucap Coach Namjoon seraya menunjuk ke arah lapangan hijau yang sedang ramai oleh tim sekolah lain.
Coach Namjoon menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian mengembuskannya secara perlahan.
"Sebagai hukuman agar kau jera, terpaksa aku mencabut jabatanmu, BoBoiBoy."
BoBoiBoy membelalakkan matanya. Dengan cepat, ia mendongakkan kepalanya, menatap Coach Namjoon dengan tatapan tidak percaya. Sebesar itukah kesalahan yang ia buat?
"Sekarang kau bukan kapten lagi, BoBoiBoy. Aku memberikan jabatan kapten tim sepak bola kita serta kapten ekskul sepak bola Sekolah Rendah Pulau Rintis kepada Gopal," umum Coach Namjoon di hadapan murid-muridnya.
Rahang BoBoiBoy sedikit bergetar. Apa? Jadi? Dia bukan apa-apa di tim ini?
BoBoiBoy menatap Gopal dan teman-temannya yang lain. Tidak ada sambutan atau reaksi yang baik. Gopal, Stanley, dan teman-temannya hanya diam menatap BoBoiBoy. Ya, dengan pandangan campur aduk. Sama seperti BoBoiBoy. Sedih, marah, kesal, capek, kecewa, kaget, senang, semua bercampur satu pada murid-murid Sekolah Rendah Pulau Rintis tersebut.
"K-kenapa kau mencabut jabatanku, Coach?" ucap BoBoiBoy pada akhirnya dengan berani.
"Agar kau tidak mengulangi kesalahanmu."
"Kesalahanku?"
"Kau terlambat datang ke pertandingan."
"Tapi aku sudah berusaha untuk tidak terlambat." BoBoiBoy menahan amarah di dalam hatinya.
"Kau terlambat satu jam lebih. Apa itu usaha?"
"Satu jam? Bukankah pertandingan dimulai pada jam 9?" BoBoiBoy mengepalkan tangannya kuat. Berusaha menahan emosinya.
"Pertandingan dimulai jam setengah 8."
BoBoiBoy mengerutkan keningnya. Sejak kapan jadwalnya berubah dengan seenaknya?
"Jam ... setengah ... 8?"
Coach Namjoon memandang BoBoiBoy. Tanpa senyuman sama sekali di wajahnya.
"Aku sudah menelepon ke rumahmu pada jam 6 pagi. Aku sudah memberitahu bahwa ada perubahan jadwal pertandingan, yaitu jam setengah 8."
BoBoiBoy berpikir sejenak. Coach Namjoon menelepon jam 6? Dirinya saja baru bangun sekitar jam 8-an. Apakah memang BoBoiBoy mengangkatnya? Lalu ia mengalami sleep walking(4)? Lalu pada saat bangun, ia melupakan perkataan Coach Namjoon di telepon?
'Akh, pasti alzheimer itu muncul pada pagi tadi,' rutuk BoBoiBoy dalam hati.
"Siapa yang mengangkat telepon di rumah pada saat itu, Coach?"
Pertanyaan bodoh itu akhirnya meluncur dari mulut BoBoiBoy. Tentu saja yang mengangkat adalah dirinya dan pasti reaksi Coach Namjoon atas pertanyaannya ialah, 'Tentu saja kau yang mengangkatnya, babo ya(5)!'
"Oh, yang mengangkat telepon di rumahmu adalah Fang," balas Coach Namjoon datar.
Tunggu.
Fang?
"Kak Fang?"
"Iya, aku menyuruh Fang untuk menyampaikan tentang perubahan jadwal pertandingan hari ini kepadamu, BoBoiBoy."
"..."
222
Fang meraih segelas jus alpukat dari rak bawah di kulkas.
Setelah meneguk minuman tersebut, Fang mendesah lega. Setelah mandi dan cairan buah itu masuk ke dalam tubuhnya, ia menjadi segar.
BRAK!
Fang menengok ke arah pintu yang sehabis didobrak. Terlihat BoBoiBoy berjalan ke arahnya dengan tatapan dingin.
"BoBoiBoy? Kau dari ma—"
BoBoiBoy melayangkan kepalan tangannya ke sisi kiri wajah Fang.
DUAGH!
Fang tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya secara sempurna.
PRANG!
Gelas yang berisi jus alpukat yang ada di tangan Fang, terlepas dan jatuh berserakan di lantai. Cairan berwarna hijau itu dan pecahan-pecahan gelas terlegetak di lantai putih di dapur.
Untung saja tubuh Fang tidak ikut jatuh ke lantai. Ia masih bisa berdiri dengan tegak.
Fang kaget dengan perlakuan yang ia terima dari adiknya. Fang menatap BoBoiBoy dengan pandangan bingung.
"Apa yang kau lakukan, hah?!"
BoBoiBoy tetap diam dan memandang kakaknya dengan mata elangnya. Entah sejak kapan BoBoiBoy menjadi sedingin ini.
BoBoiBoy melayangkan tinjuannya(lagi) ke arah Fang. Namun dengan cepat, Fang menahan tinjuan itu dengan lengannya.
Dengan cepat BoBoiBoy melayangkan tinjuannya dari tangan lain dan mengenai perut Fang.
"Akh," ringis Fang dan ia bergerak mundur.
BoBoiBoy hendak menerjang Fang. Tapi Fang segera berlari ke arah ruang tamu.
Fang heran dengan tingkah adiknya pagi menjelang siang ini. Mengapa dirinya dipukul secara tiba-tiba?
"Apa yang ku lakukan?" balas BoBoiBoy jutek—meniru suara sang kakak pada pertanyaan tadi.
"BEBOLA TAUFAN!"
Bola berbentuk angin meluncur dari tangan BoBoiBoy, mengenai tubuh Fang yang akhirnya menyebabkan pemuda bersurai raven itu menabrak dinding. Fang sedikit meringis.
Sadar dirinya diserang, Fang kini menatap lawannya. Instingnya mendorong ia untuk tidak peduli jika lawannya itu adalah adiknya sendiri.
"Oh, kau nak main yee?" Kilat cahaya menyisir kedua lensa kacamata Fang. Mata Fang menatap lurus ke arah BoBoiBoy.
BoBoiBoy mendengus kasar.
"KERIS PETIR!"
BoBoiBoy melemparkan keris berbentuk petir berwarna kuning ke arah Fang.
"HARIMAU BAYANG!"
Harimau hitam menangkap keris petir yang nyaris mengenai tuannya menggunakan mulutnya. Harimau Bayang itu lalu keluar melalui jendela dengan membawa keris petir.
"KALAU KAU INGIN MENYERANGKU, JANGAN MENGGUNAKAN KUASA! JANGAN TINGGALKAN JEJAK DI RUMAH IBU DAN AYAH!" teriak Fang.
BoBoiBoy melompat di depan Fang lalu melayangkan tinjuannya yang akhirnya mengenai hidung Fang.
DUAGH!
Fang mencium aroma anyir yang berasal dari hidungnya sendiri. Hidungnya pun nyut-nyutan.
"Ya sudah. Bagaimana dengan yang tadi?" ucap BoBoiBoy seraya menyeringai.
Fang tidak tinggal diam. Betisnya ia ayunkan mengenai pergelangan kaki BoBoiBoy.
GUBRAK!
Dada BoBoiBoy mencium lantai yang dingin.
Kepala BoBoiBoy menengok dan menatap tajam ke arah lawannya. "Beraninya kau!"
BoBoiBoy bangkit dan mendorong kedua bahu Fang dengan kasar.
"Kak Fang tega!" teriak BoBoiBoy dengan nada marah.
"Tega apanya, sih?!" balas Fang tidak terima, lalu mendorong bahu BoBoiBoy dengan kasar.
"Jangan dorong aku!"
"Siapa yang memulai huh?!"
"KAU YANG MEMULAINYA!" BoBoiBoy menghantam pipi kanan Fang dengan keras.
DUAGH!
Setetes darah muncul di sudut bibir Fang. Kini sudut bibirnya berdenyut parah, karena sudut bibirnya yang terluka itu belum sembuh dari serangan Yaya tempo hari. Bisa disimpulkan bahwa Fang mendapat sakit nyut-nyutan yang double.
Fang mendaratkan kepalan tangannya di pipi BoBoiBoy.
DUAGH!
BoBoiBoy meringis kesakitan. Sebelum BoBoiBoy membalasnya, Fang dengan cepat mencengkeram hoodie BoBoiBoy menggunakan kedua tangannya dengan kuat. Kini tidak ada jarak di antara mereka. Embusan napas kasar dari Fang bisa dirasakan BoBoiBoy melalui kulit wajahnya. BoBoiBoy nyaris tidak bisa bernapas.
Kedua kakak beradik itu saling bertatapan tajam.
"Apa maksudmu, BoBoiBoy? JELASKAN!" Fang berteriak tepat di depan wajah BoBoiBoy.
"Kakak tidak memberitahuku jadwal pertandingan itu. Siapa yang mengangkat telepon tadi pagi? Kakak, 'kan? HAH?!"
Fang mengerutkan dahinya.
"Aku datang terlambat ke pertandingan itu. Dan kau tahu apa hasilnya? Sekolah kami kalah dan AKU KEHILANGAN JABATANKU SEBAGAI KAPTEN!"
Fang membulatkan matanya kaget.
"Aku malu, Kak. M-A-L-U! Ini semua gara-gara Kak Fang tahu gak?! Kenapa Kakak tidak memberitahuku perubahan jadwal pertandingan hari ini?" Air mata menetes dari sudut mata BoBoiBoy.
Fang memalingkan wajahnya. Tiba-tiba ia teringat kemarin malam. Malam ketika BoBoiBoy sedang demam. Kemudian ia teringat pada pagi tadi. Di mana Fang lega melihat BoBoiBoy sembuh dan tertidur pulas. Mengingat di mana ia tidak tega membangunkan wajah damai itu.
"Untuk melindungimu," jawab Fang dengan suara kecil.
"Melindungi? MELINDUNGI?" BoBoiBoy dengan kasar melepas cengkeraman Fang pada hoodie jingganya.
Fang menatap BoBoiBoy dengan tatapan setengah tajam dan setengah bersalah.
"Kak Fang telah menusukku dari belakang! Harusnya Kak Fang tahu itu adalah keinginanku sejak dulu. Kak, itu adalah peluang terbesarku untuk mencetak prestasi. Aku ingin merasakan bermain di tanah lapang yang dikelilingi para penonton. Aku ingin bebas merasakan—"
"Dan membiarkanmu pingsan di tengah lapang?! Tidak akan!" potong Fang dengan cepat.
"Apakah kau tidak lihat betapa payahnya dirimu semalam? Kau masih sakit BoBoiBoy! Kau lemas dan masih membutuhkan banyak istirahat! Apa kau lupa kalau kau mengidap penyakit alzhe—"
"AAARRRGHHH! Cukup! Jangan sebutkan penyakit sial itu lagi!" teriak BoBoiBoy murka. Kedua tangannya meremas rambutnya dengan kuat.
"Aku tidak mau apapun terjadi denganmu, Dik. Aku tidak mau kau sakit di tengah orang-orang yang tidak mengetahui dirimu. Sadarlah, BoBoiBoy! Aku—"
"DIAM, KAK!"
BoBoiBoy berlari dan menubruk tubuh Fang. Fang jatuh ke lantai dengan posisi telentang. BoBoiBoy menindih tubuh Fang dan kedua tangannya mencengkeram kedua bahu Fang dengan sangat keras.
Fang ingat, biasanya BoBoiBoy terus membangunkannya di pagi hari dengan posisi seperti ini. Dengan wajah ceria dan perkataan yang mengganggu tidur Fang. Dengan candaan dan ejekan yang dilontarkan dari si pemilik topi dinosaurus ini.
Namun, sekarang keadaannya terbalik. BoBoiBoy tengah marah dan ingin menghancurkan Fang secepat mungkin dengan posisi seperti ini.
"AKU BUKANLAH ORANG LEMAH! AKU MASIH SEHAT! AKU TIDAK SAKIT!" teriak BoBoiBoy emosi.
Fang menatap tajam BoBoiBoy. Ia ingin sekali melawan adiknya yang satu itu. Tapi perasaan bersalah yang ada di hatinya membuat dirinya menjadi lemah seketika.
"Apa salahnya sih memberi tahuku jadwal pertandingan itu? Tidak bisakah Kak Fang melihatku bahagia sekali saja? Hiks..."
Air mata membasahi pipi BoBoiBoy. BoBoiBoy sudah tidak mampu menahan semua emosi yang ia pendam. Ia bukanlah orang sakit. Ia adalah superhero di Pulau Rintis dan sehat-sehat saja.
Ekspresi Fang melunak dan perasaan bersalah itu makin menjadi. Seharusnya ia beri tahu saja jadwal pertandingannya. Seharusnya ia bangunkan BoBoiBoy saja. Seharusnya ia cuek saja dan membiarkan semuanya terjadi.
Andai waktu bisa diputar.
Fang bangkit sekuat tenaga dan mendorong BoBoiBoy sampai jarak di antara mereka cukup jauh. Mungkin sekarang saatnya Fang meminta maaf dan memeluk adiknya. Sumpah, Fang merasa ia adalah kakak yang bodoh.
Namun, BoBoiBoy masih menyorotkan mata dendam. BoBoiBoy mengepalkan tangannya sekuat tenaga dan mendorongnya menuju wajah lebam Fang. Sadar emosi adiknya masih sama, Fang dengan posisi tangan kiri siap menepis dan tangan kanan siap meninju wajah lebam BoBoiBoy.
"BOBOIBOY! FANG! HENTIKAN!"
Kedua kepalan tangan itu berhenti bergerak. Kedua kakak beradik itu menengok ke sumber suara. Terlihat Ibu dengan wajah syoknya sambil menenteng barang belanjaan dan Ochobot yang berada di samping Ibu yang sedang menenteng barang belanjaan juga.
Seketika keheningan menyelimuti rumah itu. Sang ibunda masih berusaha menelaah apa yang sudah terjadi saat ini dengan melihat keadaan rumah yang sedikit berantakan.
"IBUUUUU!" panggil BoBoiBoy seraya menangis dan berlari ke arah Ibu.
Ibu berlutut. Kedua betis Ibu menempel di lantai. Ibu merentangkan tangannya dan menangkap putranya dengan tepat.
HUP!
BoBoiBoy memeluk erat Ibu dan menangis sejadi-jadinya.
"Sayang, ada apa?" tanya Ibu lembut seraya mengelus topi dinosaurus BoBoiBoy.
"Hiks ... Bu ... Kak ... Fang ... Hiks ... Menghancurkan impian BoBoiBoy ... Hiks ..." ucap BoBoiBoy sambil terus menangis.
BoBoiBoy bisa merasakan dadanya yang sesak. Untuk sekadar bernapas saja, ia harus menyeimbangi dengan tangisan yang ia keluarkan. Bahunya bergetar dan keringat membasahi seluruh tubuhnya.
"Hiks ... Hiks ..."
"Menghancurkan impian apa? Say—"
"Hiks ... HUWEEEE ... BU, SEKOLAH BOBOI ... HIKS ... BOY ... KALAH PA ... HIKS ... DA PER ... HIKS ... TANDINGAN ... HIKS ... HARI INI ... BU ... HUWEEEEE!"
BoBoiBoy semakin memperkeras suara tangisannya. Fang diam bagaikan orang bodoh. Ia hanya bisa melihat Ibu yang berusaha menenangkan adiknya yang kacau.
Ochobot membiarkan keluarga itu berusaha menyelesaikan masalahnya. Yang ia bisa lakukan ialah menutup pintu rumah agar para tetangga tidak melihat kekacauan dalam rumah ini dan membersihkan pecahan gelas beserta isinya yang tumpah di dapur.
"HUWAAA ... INI SE ... MUA ... GARA-GARA ... KAK FANG, BU! HIKS ... KAK FANG TE ... GA SAMA BOBOIBOY, BU! HIKS ... HIKS ... KAK FANG TI ... DAK MEMBERITAHU PERUBAHAN ... HIKS ... HIKS ... JADWAL PERTANDINGAN HARI INI! BOBOIBOY DA ... TANG TERLAMBAT DAN SEMUANYA ... HIKS ... HIKS ... TERJADI BEGITU SAJA ... HIKS ... HUWAAAAAA!"
Air mata semakin deras membasahi pipi BoBoiBoy. BoBoiBoy menenggelamkan kepalanya dalam dekapan Ibu. Ibu semakin mengeratkan pelukannya.
Ibu berusaha mengerti setiap perkataan yang dilontarkan BoBoiBoy. Kesimpulan yang dapat ditangkap Ibu adalah BoBoiBoy datang terlambat pada pertandingan disebabkan Fang yang tidak memberitahu jadwalnya.
Namun, Ibu masih belum mengerti mengapa BoBoiBoy dan Fang ingin saling menghajar satu sama lain dengan kondisi lebam di mana-mana.
"Hiks ... A-aku ..." BoBoiBoy berusaha melanjutkan ceritanya, tetapi ia masih terus mengeluarkan tangisan.
"Sayang, sudahlah jangan menangis. Ceritakan pada Ibu lebih lanjut nanti. Sebaiknya, atur pernapasanmu dulu dan minum air putih, ya," ucap Ibu lembut seraya mengelus pipi BoBoiBoy yang sudah basah.
"Hiks ... hiks ..."
Dada BoBoiBoy terasa sesak. Ia merasa tidak bisa menghentikan tangisannya. Otak dan hatinya sama-sama susah diajak bersatu. Di sisi sang otak, BoBoiBoy ingin menghentikan tangisannya yang sudah membuat fisiknya lelah. Tetapi di sisi sang hati, ia ingin terus mengeluarkan emosinya sampai habis. Sampai ia bisa melupakan masalah hari ini sekalipun.
Fang terus memerhatikan adiknya. Ingin sekali rasanya ia bergabung memeluk BoBoiBoy dan Ibu. Menangis sepuasnya dan meminta maaf. Bahu Fang perlu dekapan yang hangat juga. Dekapan yang bisa menenangkannya dan mendukungnya.
Mata Fang perlahan memanas. Sesegukan kecil mulai muncul dari tenggorokannya. Air matanya perlahan turun membasahi pipinya. Ketika air matanya mengenai luka di sudut bibirnya, Fang meringis kesakitan. Perih.
222
Malam hari seharusnya menjadi waktu yang baik untuk berkumpul ria bersama keluarga. Namun, hal itu tidak berlaku di salah satu rumah di Pulau Rintis.
"Makanan siap!" ucap Ochobot seraya meletakkan piring terakhir.
Fang baru saja turun dari tangga. Ia duduk di kursi dan meneguk air putih yang sudah disediakan Ochobot. Fang sedikit meringis ketika membuka sedikit mulutnya untuk minum.
BoBoiBoy mengambil sebuah piring dan mengisinya dengan nasi beserta lauk pauk. Matanya bertemu dengan mata Fang yang berada di seberangnya. Mereka saling mendengkus kasar dan membuang muka.
Sang anak bertopi dinosaurus itu membawa piringnya dan segelas air putih ke ruang tengah. Setelah meletakkan kedua benda itu di meja yang berada di depan sofa, BoBoiBoy duduk di sofa dan meraih remote TV yang berada di sampingnya.
BoBoiBoy mengutak-atik tombol remote TV sampai ia menemukan channel yang menyiarkan kartun kesukaannya.
"Ayah pulang!"
Sang ayah dengan cerianya memasuki rumah kemudian menutup pintu. Matanya tertuju kepada kedua anaknya yang sedang menikmati makan malam. Tapi Ayah menemukan hal janggal pada suasana di rumahnya.
Ayah melihat sang putra kedua, BoBoiBoy, begitu asyik menikmati makan malamnya sambil menonton TV di ruang tengah. Mata Ayah lalu beralih ke arah putra pertamanya, Fang, yang sedang menikmati makan malamnya di meja makan dengan bisu.
Ibu keluar dari dapur dan melihat Ayah yang sedang kebingungan melihat keadaan dua anak mereka.
"Ayah, ayo, makan bersama kita!" ucap Ibu lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan Fang.
Ibu melihat BoBoiBoy yang sedang asyik makan di depan TV. Ibu tahu, masih ada perang dingin di antara BoBoiBoy dan Fang. BoBoiBoy enggan berkontak mata dengan Fang, apalagi duduk di sebelah Fang di kursi meja makan.
Ayah menatap Ibu dengan pandangan bertanya apa-yang-baru-saja-terjadi. Ibu lalu membalas pandangan Ayah dengan nanti-akan-ku-ceritakan.
222
Sebagian kelas Sekolah Rendah Pulau Rintis sudah kosong dan sepi. Kelas itu tidak lain ialah kelas 6 yang murid-muridnya sedang berada di rumah, menikmati liburan setelah Ujian Nasional berakhir.
Sebaliknya untuk murid kelas 6 ke bawah. Mereka kembali masuk dan harus bersiap-siap untuk menghadapi ujian kenaikan kelas beberapa hari lagi.
BoBoiBoy berjalan menuju kelas 5 Jujur. Mood-nya masih berantakan. Ingatan hari buruknya tentang pertandingan dan pertengkaran dengan Fang masih melekat. Begitu juga wajah dan lengan tangannya yang masih dihiasi dengan lebam dan luka kecil. Murid-murid lain memerhatikan BoBoiBoy dengan tatapan aneh.
"Huh, memalukan sekali sekolah kita kalah dalam pertandingan nasional."
DEG!
BoBoiBoy melirik ke arah anak yang barusan berbicara itu. Anak itu sedang mengobrol dengan temannya perihal pertandingan nasional.
"Yah, sayang sekali. Apa boleh buat."
Sungguh BoBoiBoy tidak mau mendengarkan sesuatu hal yang berkaitan dengan "Pertandingan". BoBoiBoy melangkahkan kaki dengan cepat sampai ia berada di depan kelas 5 Jujur.
Teman-teman yang berada di kelasnya memandang BoBoiBoy dengan berbagai pandangan. Sebagian besar mereka memandang BoBoiBoy dengan tatapan aneh, karena BoBoiBoy datang ke kelas dengan raut wajah ditekuk dan wajah yang dihiasi beberapa lebam. Tidak biasanya BoBoiBoy mempunyai lebam. Teman-temannya tahu, BoBoiBoy adalah superhero yang cerdas dan nyaris tidak pernah meninggalkan luka—kecuali pada saat BoBoiBoy melawan Ejo Jo.
BoBoiBoy berjalan menuju bangkunya, duduk lalu meletakkan tas punggungnya di bawah meja dengan sedikit kasar.
"Haiya, BoBoiBoy. Ada apa dengan kau ni? Tidak biasanya kau seperti ini. Kau sehabis ributkah dengan preman?" celutuk Ying yang duduk di depannya.
BoBoiBoy hanya memandang Ying dengan ekspresi cemberut. Kedua tangannya dilipat di depan dada.
Seseorang menyentuh pundak BoBoiBoy dengan jari telunjuk.
"Uhm ... BoBoiBoy?"
BoBoiBoy tidak bergeming sama sekali.
Karena sahutan serta sentuhannya tidak direspons, Gopal akhirnya memberanikan diri tampil di depan BoBoiBoy.
Anak keturunan India itu memandang takut-takut ke arah teman baiknya.
"Maafkan aku, BoBoiBoy."
BoBoiBoy sama sekali tidak bereaksi.
"Maaf, aku tidak bermaksud memperebutkan posisimu sebagai kapten di ekskul kita. Aku juga terkejut begitu Coach Namjoon menunjukku sebagai kapten secara spontan," ucap Gopal dengan jujur.
Ekspresi BoBoiBoy perlahan melunak.
Gopal menarik bangku lalu meletakkannya di samping meja BoBoiBoy.
Gopal duduk kemudian melanjutkan pembicaraannya, "Aku memang ingin menjadi kapten dari dulu, tapi aku tidak ingin menjadi kapten dengan cara seperti ini."
BoBoiBoy menurunkan kedua tangannya, lalu memandang Gopal dengan ekspresi datar.
"Maaf jika kejadian ini sungguh membuatmu marah, BoBoiBoy. Aku tidak bermaksud," ucap Gopal seraya memandang serius ke arah BoBoiBoy.
BoBoiBoy menepuk hangat pundak Gopal.
"Sudahlah, Gopal. Tidak perlu minta maaf kepadaku," ujar BoBoiBoy seraya tersenyum lebar.
Gopal tersentak. Ia pikir, BoBoiBoy akan marah habis-habisan kepadanya.
"Sebenarnya ini juga salahku. Aku kurang sigap menjadi kapten. Nah, selamat menjadi kapten untuk periode selanjutnya, Gopal! Kuharap ... kau tidak melakukan kesalahan seperti aku," ucap BoBoiBoy seraya mengedipkan sebelah matanya.
Mata Gopal berbinar-binar setelah BoBoiBoy mengucapkan hal itu.
"Tidak salah Coach Namjoon memilihmu sebagai kapten. Ternyata kau memang bijaksana, BoBoiBoy," puji Stanley tiba-tiba yang sudah berada di samping BoBoiBoy.
BoBoiBoy menengok ke arah Stanley sambil tersenyum.
"Ah, biasa saja, Stanley," balas BoBoiBoy seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal, "lagipula, sekarang sudah waktunya Gopal menjadi kapten. Bergantian gitu loooh, hehehe."
Secara spontan, Gopal memeluk erat BoBoiBoy dengan begitu heboh.
"KAU MEMANG KAWANKU YANG TERBAIK, BOBOIBOY!"
"Argh! Lepaskan aku, Gopal. Ini sakit sekali!"
Ying dan Stanley hanya tertawa kecil melihat adegan haru di depannya.
"Sudah-sudah. Lepaskan BoBoiBoy, Gopal! Kau tidak lihat kah BoBoiBoy sedang babak belur?" ucap Ying.
Gopal terkejut mendengar ucapan Ying.
"Oh iya ya. Maafkan aku, BoBoiBoy. Hehehehe," ucap Gopal sambil cengengesan setelah melepaskan pelukannya.
"Yelah, tu," balas BoBoiBoy seraya memutarkan kedua bola matanya.
"Tunggu, kenapa kau bisa babak belur seperti ini, BoBoiBoy? Padahal terakhir kali aku melihatmu di pertandingan, kau tidak seperti ini," celetuk Stanley.
"Hah, iya tuh. Kenapa kau seperti ini? Cerita laaah," ucap Ying.
Ekspresi BoBoiBoy langsung berubah menjadi malas.
"Hah! Aku tahulah. Kau bertengkar dengan Kak Fang ya kaaaan~" tebak Gopal.
"Eh? Bagaimana kau tahu?" BoBoiBoy menyipitkan matanya ke arah Gopal.
Setahu BoBoiBoy, hanya Ibu dan Ochobot yang tahu tentang pertengkarannya dengan Fang.
"Tahulah. Aku menyimpulkan kejadian kemarin dengan mendengar percakapan antara kau dan Coach Namjoon. Macam Detektif Conon, 'kaan?" ucap Gopal dengan senyum kecenya.
Krik krik!
BoBoiBoy, Ying, dan Stanley hanya memandang datar ke arah Gopal.
"Engh, mungkin kalian ingin mendengarkan langsung dari sang narasumber. Silakan," ucap Gopal dengan lagak detektif.
Ying dan Stanley pun memandang BoBoiBoy, mengharapkan cerita langsung dari BoBoiBoy.
BoBoiBoy menghela napas panjang. "Ya, memang benar. Kemarin aku bertengkar dengan Kak Fang gara-gara pertandingan itu."
"Tanpa menggunakan kuasa?" cetus Ying.
"Ha ah. Kak Fang begitu marah jika aku meninggalkan jejak kuasa di rumah. Takut ketahuan Ibu dan Ayah."
"Jadi, selama ini orangtuamu belum tahu kau punya kuasa elemen bumi?" ucap Gopal dengan sedikit terkejut.
BoBoiBoy mengangkat kedua bahunya. "Orang tuaku sibuk."
"Tidak mungkin rasanya orang tuamu tidak mengetahui kau mempunyai kuasa. Semua orang di Pulau Rintis sudah tahu bahwa Kau, Gopal, Ying, Kak Yaya, dan Kak Fang mempunyai jam kuasa dari Ochobot," ucap Stanley.
"Ha ah. Appaku bahkan memintaku untuk mengubah makananku menjadi uang," cibir Gopal.
"Baiklah, kembali kepada topik. Kenapa kau begitu marah dan menyerang Kak Fang?" tanya Ying.
"Hmm, Kak Fang tidak memberitahuku perubahan jadwal pertandingan," balas BoBoiBoy. Ketika ia menyebutkan nama kakaknya, BoBoiBoy mengepalkan tangannya. Ia masih begitu kesal dengan kakaknya.
"Kok bisaaaaa?" desak Ying penasaran.
"Coach Namjoon memberitahu perubahan jadwal pertandingan kepada Kak Fang melalui telepon di rumah. Tapi Kak Fang tidak memberitahuku," ucap BoBoiBoy miris.
"Lalu kau berantem setelah pulang dari Stadion Kuala Lumpur?" tebak Gopal.
"Ya, Detektif Gopal," balas BoBoiBoy seraya tersenyum manis.
"Kau sadis sekali, BoBoiBoy. Kau langsung menghabisi Kak Fang setelah pertandingan itu," celetuk Stanley.
BoBoiBoy hanya mendengkus kasar.
"Haiya, tak baik berantem, ma. Pasti ada alasannya Kak Fang melakukan itu," cetus Ying.
"Alasan apa?! Yang jelas dia sudah menghancurkan mimpiku, Ying," balas BoBoiBoy dengan emosi.
"Tenang, BoBoiBoy. Aku rasa, Ying ada benarnya juga. Well, kita kan tidak tahu yang sebenarnya?" ucap Stanley.
"Huh, aku bahkan nyaris membenci kakakku," ucap BoBoiBoy kesal.
"Ingat, BoBoiBoy. Jangan sampai hanya masalah pertandingan, kau memutuskan hubungan persaudaraanmu dengan Kak Fang. Tidak baiiik~" ucap Gopal seraya menggoyangkan jari telunjuknya di depan BoBoiBoy.
"Ceh, dapat dari mana kata-kata kau?" cibir BoBoiBoy.
"Dari sinetron yang ku tonton semalam. Hehehe," balas Gopal dengan polos.
KRIIINGG!
Bel berbunyi tanda masuk mengakhiri percakapan hangat mereka bertiga. Ying, Gopal, dan Stanley segera duduk di tempat masing-masing.
BoBoiBoy sedikit tertegun mendengar semua perkataan yang dilontarkan oleh teman-temannya. Ya, perkataan mereka semua benar. Tapi entahlah, BoBoiBoy masih emosi kepada Fang. Dengan alasan dan tanpa alasan.
Mungkin ia butuh sendiri dan harus menjaga jarak dari Fang.
222
"Fang?"
"..."
"Faaaanggg?"
"..."
"FANG!"
Fang segera tersentak dari lamunannya. Ia melihat Yaya yang sedang melambaikan tangannya di depan wajah Fang.
"Ada apa, Ya?" tanya Fang dengan cengonya.
"Kamu kenapa, sih? Kok ga pulang? Lihat deh, semuanya sudah pada bubar tau," jelas Yaya seraya menunjukkan isi ruangan yang tidak ada murid-murid Sekolah Rendah Pulau Rintis.
Fang baru sadar, ia baru saja selesai latihan bersama teman-teman yang lain hari ini. Setelah ia memainkan gitar, Fang melamun memikirkan masalah kemarin.
"Engh, sudah berapa lama aku melamun, Ya?" ucap Fang lalu melepaskan kacamatanya, kemudian mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Sudah sangat lama, hihihi," gelak Yaya, "bercanda kok. Sebenarnya apa yang kau lamunkan?"
Yaya kemudian duduk di samping Fang. Mereka berdua duduk di pinggir panggung seraya melihat isi ruangan yang terasa sepi. Hanya ada kursi-kursi dan beberapa dekorasi yang belum selesai.
"Tidak ada," balas Fang datar.
"Dan kenapa kau penuh dengan lebam? Tidak biasanya kau begini."
Fang sedikit melirik ke arah Yaya. Kenapa perempuan ini begitu penasaran?
"Ceritanya panjang, Ya," balas Fang dengan nada lemah.
"Ceritakanlah. Aku kan pendengar yang baik," ujar Yaya sambil tersenyum dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf v.
"Kemarin aku bertengkar dengan BoBoiBoy. Menggunakan fisik."
Yaya membulatkan matanya kaget. Setahu Yaya, Fang tidak pernah bertengkar dengan BoBoiBoy sampai penuh lebam.
"Sudah mendengar kabar bahwa sekolah kita kalah pada pertandingan nasional itu?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Catatan kaki:
4. Sleep Walking: Suatu gangguan bangun dan berjalan saat sedang tidur [detikHealth]. Jadi, mereka beraktivitas sambil tidur gitu. Pas bangun, lupa dah.
5. Babo ya: Bahasa Korea yang artinya bodoh. Yang sering nonton drama korea atau fans kpop tau lah yaaaa :3.
A/N: Udah ya sampai segini aja wkwkwk. Ku rada malas panjang-panjang. Takut kalian jenuh.
Sorry banget kalo ga memuaskan. Yeah, aku kekurangan kosa-kata yang pas. Aku kekurangan deskripsi yang pas. Pas pembuatan ff ini, mood-ku naik turun. Plus i have problem in real life. Doakan saja cepat selesai.
But, bodo amat ah. Yang penting, aku sayang banget sama kalian. Aku sayang sama readers-ku .Maupun itu reviewer, followers, ataupun favoriters.
Kalian ingin ff ini update kilat? Beneran? Kalau gitu, beri saya respons tergila kalian. Beri saya review panjang, kalau bisa heboh. Wkwkwk *ngarep*.
Kalau ff ini dapat review banyak, saya bakal update kilat!
Ok, time to you give me some review! Go go go!
Silent readers, tinggalkan jejak ataupun review!
——————————
KO L O M N U T R I S I
——————————
1. Bagaimana cara tepat bagi Fang meminta maaf pada adiknya?
2. Apa kamu pernah bertengkar dengan keluargamu sampai saling diam (perang dingin) begitu?
3. Apa pendapatmu terhadap Chapter 11 di Do I Remember You ini?
***
Mari terapkan budaya baca cermat, memberi masukan dengan santun juga bijak, serta menghargai keberagaman dalam berkarya dan perbedaan pendapat. Be wise.
***
Sudahkah kamu vote bab ini dan follow penulisnya?
Scroll/Swipe untuk membaca bab selanjutnya dari fanfict Do I Remember You?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top