Bab 1 - Guru Killer
Trailer Series Diaku Imamku (Spin off Doctor Marriage)
[Seharusnya ada GIF atau video di sini. Perbarui aplikasi sekarang untuk melihatnya.]
- Selamat Membaca Diaku Imamku -
Bisa dibaca terpisah dengan Doctor Marriage
***
Allah mencintai orang-orang yang bertobat serta membersihkan diri.
Bahkan kebahagiaan Allah terhadap hambanya yang bertobat melebihi kebahagiaan seorang hamba yang mendapatkan apa yang paling ingin ia dapatkan.
Allah menghapus dosa segunung uhud, merontokan dosa bagai dedaunan yang berjatuhan di musim gugur. Allah tidak hanya memberi kesempatan kedua untuk hambanya bertobat, melainkan berjuta-juta kesempatan. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kehidupan berjalan seperti roda berputar. Yang di bawah akan di atas, yang di atas akan di bawah. Yang buruk bisa menjadi terbaik, dan sebaliknya. Allah punya kuasa untuk membolak-balikkan takdir hambanya. Termasuk memberi hidayah kepada gadis yang sejak tadi enggan bangun salat subuh meski sudah dibangunkan tujuh kali oleh sang mama.
"Masyaallah Aisya! Sudah setengah enam, enggak bangun juga? Kamu belum salat subuh juga kan? Bangun! Adekmu saja sudah mau berangkat sekolah."
Lengkingan Alysa-mama Aisya-berdenggung di telinga Aisya. Dengan malas ia beranjak. "Iya, Ma."
"Udah mama aja yang lipat selimut. Kamu buruan salat Subuh! Masa kalah sama Hafis." Adik Aisya masih duduk dibangku lima SD, namun ketepatan waktu salatnya tidak dapat diragukan.
Setangah sadar Aisya berjalan menuju kamar mandi yang ada diantara kamarnya dan kamar Hafis, adik satu-satunya yang selalu dibandingkan Alysa dengan dirinya.
Sepuluh menit kemudian, Aisya sudah berdiri di dekat meja makan.
"Ini bekalmu. Pak Ilham sudah nunggu depan."
"Pake mobil, Ma?"
"Enggak. Pake motor. Biar cepet."
Aisya menggangkat jempol. "Ok Bu Bos."
Alysa memandang anak sulungnya sambil geleng-geleng kepala. Entah nurun dari siapa sifat Aisya. Dulu ketika muda sepertinya Alysa tidak begitu amat. Aisya itu tomboy dan susah dibilangi, bikin Alysa cepat keriput sangking pusingnya. Berbeda dengan Hafis yang tidak banyak bicara, penyayang, pengertian, dan penurut.
***
"Kenapa Pak?" Aisya mengeraskan suara ketika motor Pak Ilham tiba-tiba berhenti. Dengan posisi badan masih nengkreng di atas motor, kaki Pak Ilham mendorong motor agar menepi.
Aisya turun dari motor lantas melepas helm. "Mogok Pak?"
"Iya sepertinya ada yang rusak, maklumlah motor tua. Motor ini saya beli dari tahun sembilan puluh sembilan. Mau dijual sayang, ini motor kenang-kenangan dengan mantan pacar saya Mbak, istri saya maksudnya," ujar Pak Ilham diselipi curhat colongan.
Gadis berdagu runjing itu melihat layar ponselnya untuk melihat jam. Pukul 06.55. "Mampus! Gue bakal telat," desahnya.
"Gimana Mbak Aisya?" tampak nada rasa bersalah dari Pak Ilham yang kini mencoba membenarkan mesin motornya.
"Di sekitar sini gak ada ojek Pak?" Sebenarnya banyak angkot lalu lalang, tetapi naik angkot akan memperumit kejadian pagi ini. Selain sesak angkutan juga nge-time.
"Kurang tahu bapak."
"Yaudah, Aisya pesan ojek aja ya."
"Iya Mbak."
Aisya membuka aplikasi untuk memesan ojek online. Tidak perlu waktu lama, abang ojek datang. Pukul tujuh tepat ojek Aisya melejit menuju sekolah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?
Sial, walau abang ojek ngebut seperti di arena balap, gerbang sekolah sudah tertutup. Ini hari Senin, pasti guru dan staff mengikuti upacara bendera, artinya gerbang sekolah akan di buka setelah upacara selesai. Ia akan disidang oleh Bu Lina dari tim Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan yang mulutnya gatal melihat murid melanggar tata tertib.
Usai di sidang, ia harus melaksanakan upacara bendera dengan siswa lain yang terlambat atau melanggar tata tertib; tidak memakai ikat pinggang, dasi, topi, dan sebagainya. Penderitaannya akan bertambah dengan kehilangan jam pertama. Pelajaran favoritnya, Fisika.
Tiin... Tiiiin...
Suara trakson mobil membawa tubuh Aisya menepi dari tengah jalan ke sisi jalan. Pemilik mobil Mercedes Benz Sport itu keluar untuk membuka gerbang. Wajah tampan dengan tubuh yang mendukung membuat langkahnya lebih terlihat cool. Saat lelaki itu berbalik hendak menuju mobil, Aisya memblokir jalannya. Tangannya ia tengadahkan agar lelaki itu tidak menerobos badannya yang terlihat lebih mungil. "Om, gue nebeng sampai dalam dong."
Tanpa menanggapi permohonan Aisya, lelaki itu berjalan menuju mobil. Tidak mau kalah begitu saja, Aisya berdiri di depan mobil agar mobil berwarna hitam itu tidak bisa masuk ke dalam.
"Bocah, Minggir!"
"Gue gak akan minggir kalau gak diizinkan masuk ke dalam."
"Masuk ya, masuk aja. Gerbangnya sudah terbuka lebar."
Aisya menoleh ke belakang-gerbang sekolah-. Matanya terpejam sepersekian detik, menyadari bodohnya dia membiarkan gerbang terbuka lebar tanpa dosa. Harusnya ia langsung masuk saja, tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Baru kakinya hendak berlari, seorang guru berjalan menuju gerbang sekolah bersama dua orang satpam. Aisya berlari ke pintu kemudi mobil yang sudah tertutup rapat. Tangannya mengetuk-ngetuk kaca pintu. "Om, bukain. Please, gue gak mau dihukum." Tepatnya ia tidak mau dapat surat panggilan, lalu mamanya mengomel.
Lelaki yang dipanggil om diam tak perkutik.
"Om tolong gue. Om bukain." Tangan Aisya mengetuk sekuat tenaga.
Kepala gadis itu menoleh ke arah tiga orang yang semakin dekat.
Tubuh Aisya tersentak ketika sebuah tangan menariknya. Dan entah bagaimana, tubuhnya sudah menindih lelaki yang ia panggil om. Ia matikutu. Matanya saling bertatapan dengan dewa penyelamatnya, sebut saja begitu. Tanpa bantuannya mungkin Aisya sudah tertangkap basah oleh Bu Lina.
Lelaki itu dengan mudahnya membalik tubuh Aisya menjadi ditindihnya. Jantung gadis itu berdetak lebih cepat. Ia sampai tak mampu berkedip. Tubuhnya menegang. Posisi ini terlalu intim baginya.
"Tetap diposisimu," tandas lelaki itu bertujuan guru dan satpam tidak melihat keberadaan Aisya.
Sejurus kemudian lelaki itu bangkit dari posisinya. Aisya bisa bernafas lega. Ia membenarkan hijabnya yang ajak-ajakan. Lelaki itu mengendarai mobil hingga area parkir sekolah. Begitu mobil berhenti, Aisya keluar dari mobil. "Makasih ya Om."
Tanpa menunggu jawaban lelaki berwajah datar itu, Aisya lari menuju kelas.
Beruntung kelas belum ada guru, jadi ia tak perlu minta izin atau minta surat BK.
"Lo telat?" tanya Fira.
"Yups."
Teman sebangku Aisya itu kembali memainkan ponsel. "Eh, katanya Bu Wiwin cuti hamil, tiga bulan ke depan pelajaran fisika sama guru pengganti."
"Yakin?"
"Iya."
"Padahal gue suka fisika itu gara-gara-"
Fira memotong perkataan Aisya. "Itu gurunya. Kok ganteng sih, uchhh... "
"Mampus," keluh Aisya lantas bersembunyi di bawah meja.
Berhubung Aisya duduk di depan baris kedua dari pintu. Guru pengganti itu pun langsung menangkap kelakuannya. "Apa yang kamu lakukan?"
Perlahan gadis itu kembali duduk di bangku. "Anu.. Om.. Eh.. Pak.. Ngejar tikus yang lewat."
Seisi kelas tertawa mendengar alibi Aisya, kecuali guru pengganti. Wajahnya masih datar, tak menampilkan ekspresi apapun.
"Oh, yang tadi pagi." Wajah lelaki itu terlihat menyeramkan bagi Aisya.
Aisya nyengir kuda. Sedangkan teman-temannya keheranan. Apa yang dimaksud tadi pagi oleh guru baru yang langsung menjadi idola satu sekolah itu?
Fira menatap Aisya penuh curiga. Apa yang sahabatnya lakukan dengan guru baru itu? Bisa-bisanya dia tak menceritakan kepadanya.
Jauh dilubuk hati Aisya sedang terjadi guncangan yang cukup dasyat. Bahkan jantungnya berdetak tidak konstan. Sampai Aisya mampu merasakan betapa jelas detakannya. Jika ditanya kenapa, dia juga tidak tahu.
"Sepulang sekolah temui saya," tegas guru pengganti itu kepada Aisya.
"Iya." Suara Aisya bergetar, ini suatu yang tidak bisa. Bagaimana sejarahnya Aisya gemetaran berurusan dengan guru?
Selama pelajaran Fisika Aisya benar-benar tekanan batin. Tidak ada materi yang masuk. Semuanya berlalu begitu saja. Dua jam pelajaran pun terasa dua minggu lamanya.
Fira membahu keanehan dari sikap Aisya. "Lo kenapa sih?"
"Gak papa."
"Lo suka sama dia?" Tidak heran Fira menuduh Aisya. Guru itu memang tampan. Sayang, galak.
Prak....
Lelaki itu menggebrak meja. "Silahkan keluar jika tidak suka pelajaran saya!" jari telunjuknya menunjuk ke arah pintu kelas.
Fira dan Aiysa diam.
"Perkenalkan nama saya Alif. Saya yang akan menganti Bu Wiwin selama beliau cuti. Selama pelajaran saya, kalian harus datang tepat waktu, dan tepat dalam mengerjakan tugas. Jika tidak melaksanakan dengan baik, akan ada konsekuensi untuk kalian."
Fino murid yang hobi bantah guru angkat bicara. "Saya tidak setuju."
"Jika Anda tidak setuju. Silahkan tidak mengikuti pelajaran saya. Saya tidak keberatan." Alif diam beberapa detik. "Jika kalian menjalankan kewajiban sebagai siswa saja tidak pecus bagaimana menanggung tanggung jawab pekerjaan pada kehidupan yang akan datang?"
Semua tidak berani menyuarakan pendapatnya walau kesal dengan peraturan si guru pengganti.
"Buka buku paket halaman dua puluh enam. Kumpulkan lima menit sebelum bel istirahat berbunyi."
Aisya memandang kesal Alif seraya menggengam pensil erat. Pensil itu ia pukulkan keras ke meja hingga ujungnya tumpul. Dasar guru nyebeliiin!!!
"Gue tantang lo bisa nakhlukin hati dia. Berani?" itu suara Dara. Gadis paling sewot atas prestasi Aisya, tepatnya suka iri atas keberhasilan Aisya.
"Lo gak berani ya?" tanya Dara lagi. Dia ingin menjebak Aisya.
Entah mendapat keberanian darimana, Aisya menjawab mantap. "Gue bisa kok."
Alif menatap Aisya tajam. "Kamu! Keluar!"
Sumpah demi apapun. Aisya pengen gigit Pak Alif. Sabar Aisya, lo harus baikin dia buat ngebuktiin kepada mak lampir Dara. "Baiklah kalau itu keputusan Bapak, saya terima. Maaf Pak, permisi." Anggap saja tadi itu satu langkah Aisya mendapatkan hati Pak Alif.
Assalamualaikum.wr.wb.
Ceritanya Aisya kakaknya Hafis. Anaknya Alysa dan Haris
Vote dan komentar yaa...
Masukin library dulu lah hehe...
Baca juga
'Dear, Imamku'
'Tulang Rusuk Menuju Surga'
Mel~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top