Tersesat
Liburan telah tiba. Aku memutuskan liburan di rumah Paman. Aku senang karena bisa bermain dengan sepupuku. Paman memberitahuku bahwa malam ini mereka ada acara di rumah pendeta. Ternyata sepupuku juga ikut pergi. Biasanya dia tidak pernah mau ikut acara-acara seperti itu.
"Aku juga mau ikut!" ucapku sedikit memaksa.
"Kau tidak usah ikut! Anak kecil di rumah saja," jawab sepupuku yang dua tahun lebih tua dariku.
"Jangan panggil aku anak kecil. Aku sudah tujuh belas tahun. Paman, aku tidak mau sendirian di rumah." Aku memohon agar ia membolehkanku ikut. Akhirnya Paman mengizinkanku dengan syarat tidak boleh memberitahu orang tuaku. Aku setuju, tapi sepertinya sepupuku tidak suka.
Pestanya cukup besar dan meriah. Semua orang terlihat senang menikmati acaranya. Paman dan Bibi sepertinya pergi menemui tuan rumah.
"Aku ke toilet sebentar." Sepupuku pergi meninggalkanku. Aku sendirian.
Sudah hampir satu jam dan dia belum kembali. Aku menyusulnya ke toilet. Dia tidak ada.
Rumah ini sangat besar, aku bingung bagaimana bisa kembali ke tempat pesta. Aku tidak tahu di ruangan mana aku sekarang. Aku mengikuti seseorang di depanku. Semoga saja aku bisa kembali. Dia mendorong sebuah lemari besar dan masuk ke dalamnya. Seingatku, tadi aku tidak keluar dari situ. Aku penasaran dan mengikutinya.
Aku terkejut melihat lemari kaca di depanku. Di dalamnya itu terpajang kepala-kepala manusia. Aku mendorong lemari itu perlahan lalu muncul lorong di baliknya. Aku masuk ke dalamnya. Lorong itu menuntunku ke sebuah ruangan besar berwarna putih. Ramai orang di ruangan itu. Aku memilih menunduk dan melihatnya dari balik kursi. Suasananya sangat hening, berbeda dengan di ruangan lainnya dimana orang sedang berpesta.
Seseorang di depan sana sepertinya sedang berkhotbah. Mungkin dia pendetanya. Aku tidak mengerti bahasa yang dia ucapkan. Dia memakai jubah berwarna putih dan di tangannya memegang tongkat dengan sabit di ujungnya. Dia lebih mirip malaikat pencabut nyawa atau tukang jagal daripada pendeta. Di depan orang itu ada wanita yang berlutut dengan tubuh bergetar. Ini mirip seperti sekte sesat di film-film yang pernah kutonton.
Tepat setelah khotbahnya selesai, orang itu langsung mengarahkan sabitnya ke leher wanita itu. Wanita itu terbaring dengan darah yang terus mengucur dari lehernya. Orang itu tertawa setelah melakukannya. Hampir saja aku berteriak jika dia tidak menutup mulutku. Dia, sepupuku. Aku sangat berterima kasih padanya.
"Siapa lagi? Ha, ha, ha, ... Siapa lagi?" teriak tukang jagal itu. Dia benar-benar sakit jiwa.
Sepupuku menggenggam tanganku. Dia tersenyum kemudian menarikku ke depan sana. Semua orang menatap kami. Aku berusaha memberontak, tidak tahu harus berbuat apa lagi. Tukang jagal di depanku tersenyum menjijikkan.
Sepupuku mendorongku, membuatku berlutut di depan orang gila ini. "Sudah kubilang jangan ikut. Maaf."
_______________
Ditulis oleh dithdithxx
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top