Day 27 : Night time (SaneKana)

Daylight Daybook

Kimetsu no Yaiba © Gotouge Koyoharu

Fiksi ini ditulis oleh Haruchiko1946 dengan mengambil prompt "Night time"

Words count: 992

Warning : SaneKana! AU! Modern setting!

(Italic untuk kilas balik masa lalu)

No commercial profit taken.

.

Langit masih setia bernaung dalam kegelapan tanpa adanya jutaan rasi bintang yang biasanya selalu berpendar cerah menemani sang rembulan di bumantara. Tangan yang sejak tadi dilingkupi kehangatan dari seorang pemuda yang terus menuntun langkah cepat ke tempat antah-berantah, menambah daftar pertanyaan di dalam kepalanya. 

Kanae yang biasanya bisa membanting seorang pria dengan beberapa teknik bela diri. Kini hanya diam membeku tanpa ada niat untuk melawan. Walau ia sangat berterima kasih atas kehadiran pemuda ini yang telah menyelamatkannya dari jeratan mata pelangi yang seolah menenggelamkannya dalam lautan amarah.

Rambut putih yang berkibar bebas terkena embusan angin. Mengingatkannya akan seseorang yang hingga kini masih setia mengisi relung hatinya. Bahkan seluruh tubuhnya pun seolah masih mengingat segala perlakuan lembut saat raganya masih ada dalam jangkauan.

xxx

Pancaran cahaya api unggun di bawah payung dedaunan, serpihan abu melayang-layang dari balik kobaran jingga, menjilat serpihan kayu bakar yang sengaja dilemparkan sebagai sumber energi oleh seorang pemuda bersurai putih di sisinya.

Dalam balutan kain merah muda bercorak bunga putih dengan hiasan serangga bersayap cantik. Kaki Kanae sengaja tertekuk bersembunyi dalam dekapan. Meredam embusan angin musim panas yang berputar bersama riak air danau yang berada tak jauh dari pandangan.

“Sebaiknya kita pulang saja Kochou-san, kau pun sudah sangat kedinginan."

Kanae menggeleng sejenak. Sudut bibir tertarik membentuk sebuah senyuman. “Kita sudah sejauh ini, kenapa harus pulang?"

Jam di pergelangan tangan telah menunjukkan pukul sebelas lewat. Kurang dua puluh menit sebelum kejutan datang menghiasi langit. Kanae sadar keputusannya ini sangatlah bertentangan dengan pemikiran Sanemi yang terus saja memperhatikannya dengan ekspresi tertekuk. Pemuda itu tak langsung membalas ucapannya. Jari-jari menyisir helai putih di atas kepalanya sebagai peralihan sambil sesekali mencuri pandang ke arah Kanae yang setia menunduk memperhatikan kobaran api unggun.

Kemudian pemuda itu bangkit, melepaskan jaket putih yang sejak tadi memeluk tubuh. Mata ungu pucat masih setia memandangi api unggun sampai ia merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya yang hanya berbalut selembar kain.

“Baiklah kalau itu keinginanmu,” ujar Sanemi kembali duduk bersandar di sisi Kanae yang tersenyum mengeratkan jaket putih di tubuhnya.

“Terima kasih,” ujarnya sebagai penutup percakapan. Kesunyian kembali menyelimuti keduanya. Tak ada percakapan berarti selain pertanyaan dengan topik serupa yang akan dibalas dengan gumaman.

Sanemi mengusap lembut puncak kepala Kanae dengan nyaman, mengundang rasa kantuk yang semakin dalam. Ditambah embusan angin yang sayup-sayup bertiup mewarnai suasana di tengah malam.

Rasa hangat di dada menciptakan senyum yang tak kunjung luntur sejak pertemuan mereka pertama kali dalam sebuah ruang kesehatan. Kanae bersyukur karena telah menemukan sosok pemuda yang akan selalu mewarnai hari-harinya dengan kebahagiaan tanpa batas sampai semesta datang menuntun raganya pergi.
Namun tak seperti biasanya, di tengah kebahagian yang tiada tara seperti sekarang. Wajah Sanemi terlihat lebih tegang dari biasanya. Walau ledakan di langit telah memberikan warna cantik yang memanjakan penglihatan.

“Shinazugawa-san, ada apa?” Tangan Kanae bergerak mengusap bekas luka di pipi kanan kekasihnya. Rasa hangat menjalar di punggung tangan Kanae saat tangan besar itu menggenggamnya dan menuntunnya untuk dikecup lembut.

Kemudian sebuah kalimat yang tak pernah Kanae pikirkan meluncur mulus dari organ tak bertulang. "Kochou-san, ayo kita akhiri semua ini."

Kerutan di kening gadis itu mengungkapkan sebuah tanda tanya besar dari pernyataan mendadak tersebut.

“Apa maksudmu, Shinazugawa-san? Tak biasanya kau akan bercanda seperti ini."

“Kau tahu maksudku, Kochou-san. Maaf hanya bisa berjalan sampai sini."

Gemerlap warna-warni di langit malam seketika padam. Seluruh suara indah yang mengalunkan melodi memanjakan seketika lenyap dalam pendengaran. Jika saja saat itu Kanae menyadari kalau itu terakhir kalinya ia dapat melihat sosok yang dicintainya. Kanae akan mengatakan, “jangan pergi” seraya mencegah bayangnya hilang dari pandangan.

Bahkan saat bunga sakura terakhir gugur mewarnai jalanan dan topi toga terpasang setelah empat tahun mengenyam bangku kuliah. Sosok itu tak kunjung datang padanya.

xxx

Hati yang telah mati dalam tubuhnya kini memamerkan pendar cahaya merah cantik. Saat mata Kanae memperhatikan tangan kekar yang melingkar erat di pergelangan tangan dengan bekas luka yang menghiasi setiap inci lengan seiring suara tegas yang sangat familier serta aroma tubuh yang sangat ia rindukan, langkah mereka pun berhenti di hadapan sebuah air mancur yang berdansa berbiaskan cahaya.

“Sekarang kau sudah aman, tidak baik seorang gadis berkeliaran malam hari seperti ini."

Kanae hanya terdiam menundukkan kepala. Tak percaya dengan apa yang tertangkap oleh dua netra ungu pucatnya. Debaran cepat di dada membuat bibirnya terasa Kelu. Segala keluh kesah yang ia janjikan terdahulu telah ia telan mentah-mentah di tenggorokan.

“Hei, tenanglah selama saya di sini bersamamu orang aneh itu tak akan menganggu." Tangan pemuda itu mendarat di puncak kepala Kanae, menciptakan rasa hangat di wajah sampai ke daun telinga. “Maaf, atas perilaku saya yang tidak sopan, mungkin Anda takut karena penampilan saya yang seperti ini.”

Kemudian pemuda itu menunduk dan berbalik meninggalkan Kanae seorang diri. Bahkan sampai saat ini pun Sanemi masih bersikap baik padanya. Hal yang selalu menjadi daftar pertanyaan teratas dalam kepalanya adalah mengapa orang sebaik Sanemi harus dibenci? Terlihat dari beberapa pasang mata yang menatap aneh sosok pemuda itu dari kejauhan.

Kanae menghela nafas, senyuman manis mengembang di bibirnya. Kanae tidak akan membiarkan hatinya kembali mati dalam waktu yang sesingkat ini. Warna yang selalu ia rindukan telah terpancar. Mengingatkan kembali saat sosok itu hilang dari hidupnya karena penilaian publik yang bahkan tak mengenal Sanemi sama sekali.

“Shinazugawa-san?”

Pemuda itu menghentikan langkah, berbalik memandangnya. Kerutan tipis yang terlihat samar muncul saat salah satu keningnya terangkat ke atas.

“Maaf, dari mana Anda mengetahui nama saya?”

Dua netra ungu muda menajam. Namun, senyum manis itu tak kunjung luntur. Kanae melepas gelungan rambut yang sejak awal terasa sangat tak nyaman di kepala. Dua jepit kupu-kupu yang menghiasi dilepas dan digantikan dengan dua pita ungu yang selalu menjadi ciri khasnya sejak lama.

“Apa kau tak mengingatku, Sanemi Shinazugawa-san?”

Pemuda itu menelisik sosok Kanae dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kemudian netra ungu pucatnya mulai berotasi memperhatikan sekitar. Saat ini orang-orang seakan berkumpul ingin mengadilinya.

“Maaf anda salah orang."

Ketika Sanemi hendak kembali beranjak suara gadis itu kembali menginterupsi.

“Apa kau mau meninggalkanku seperti saat itu Shinazugawa-san? Aku telah menunggumu sangat lama."

FIN!

A/N: Heyaa, Haruko kembali dengan dua pasangan ini. Terima kasih karena telah membaca cerita ini sampai akhir. Ini adalah kelanjutan dari prompt day 20: flustered, kalau lupa silakan scroll ulang. Saya harap cerita ini dapat menghibur.

Salam hangat, Haruko.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top