Day 21 : Scared (GiyuuShino)
Daylight Daybook
Kimetsu no Yaiba © Gotouge Koyoharu
Fiksi ini ditulis oleh Haruchiko1946 dengan mengambil prompt "Scared"
Words count: 995
Warning : Giyuushino! AU! MarriageLife.
No commercial profit taken.
.
Udara dingin berembus dari balik tirai biru gradasi violet. Seolah sedang berdansa dengan seseorang dalam pesta misterius. Terlihat dari bayangan tipis yang berdiri mengintip, sepasang merpati sedang bergelung di balik selimut rajutan dalam sebuah kamar gelap tanpa kehadiran cahaya.
Suara tetesan yang seakan berlari menyerbu permukaan, mendobrak atap bergelombang yang kini menjadi peneduh dua insan dalam satu rumah. Suara dengkuran langit bersama kilatan di balik awan kumulonimbus membuat gadis dalam dekapan tangan kekar itu merapat dengan tubuh yang bergetar. Walau kesadaran gadis itu telah pergi ke dalam bunga tidur yang penuh khayalan. Namun, bahasa tubuhnya membuat perasaan Giyuu serasa tak tenang.
Dengan belaian ringan, Giyuu memainkan helaian rambut hitam bergradasi yang kini terurai bebas di atas permukaan bantal. Senyum simpul perlahan terbit saat mata birunya yang sejak tadi berotasi memandang kegelapan, mendapati ekspresi tidur yang begitu damai dari Shinobu.
“Tidurlah yang nyenyak Shinobu,” bisiknya lembut di dekat daun telinga.
Shinobu berdeham sebagai balasan, kemudian mendekap erat bantal guling yang sebelumnya Giyuu pindahkan sebagai pengganti. Walau rasanya akan sangat berbeda karena ia dipenuhi otot, tulang, dan pembuluh darah sedangkan guling itu didominasi kapas dan bulu. Kecupan lembut mendarat mulus di puncak kepala wanitanya. Ia mengelus rambut hitam itu sekali lagi. Sebelum derik suara pintu menelan kehadirannya.
Rembulan menggantung di balik gumpalan awan, memancarkan warna merah benderang yang sangat janggal dari biasanya. Kumpulan bintang yang kerapkali hadir sebagai penghibur dalam deretan rasi cantik memanjakan seolah lenyap tertelan di balik kegelapan cakrawala.
Deretan pepohonan rimbun dengan akar yang saling tumpang tindih menciptakan pijakan tak rata, membuat kedua kaki Shinobu keram dengan napas putus-putus akibat berlari dari sesuatu yang bahkan tak tampak oleh mata.
Dapat ia dengar langkah kaki seseorang yang sedang menyeret sesuatu di permukaan tanah. Kadang sangat ringan, tetapi bisa sangat terburu-buru seakan mengejar sesuatu dari jarak yang begitu dekat, bersama suara tawa merendahkan.
Mata violetnya beredar menelisik di antara pepohonan, berharap seseorang dapat mendengarnya atau hadir di hadapannya. “Siapa? Berhenti mengikutiku."
“Kau memang pengecut, mengapa kau tak keluar? Aku tak takut padamu," ujarnya sebagai tantangan. Namun, tubuhnya yang bergetar bersama aliran keringat dingin dari pelipis mengatakan sebaliknya. Belum lagi jantungnya yang berpacu begitu kencang.
Shinobu menghela napas, berupaya mengubur semua rasa takutnya. Tak lama angin lembut menyapa bersama aroma familiar yang begitu menenangkan. Seiring dengan suara bisikan bariton melewati telinga.
“Giyuu?” panggilnya. Namun, tak terdengar adanya tanggapan. Hanya hembusan angin yang terus bermain mengibarkan helaian rambut.
“Tomioka Giyuu." Suara Shinobu melengking terbawa angin, menyisakan kehampaan yang janggal. Tak lama suara tawa itu kembali terdengar dalam gaung dedaunan yang bergemeresik di atas dahan.
Shinobu tak tahu harus bagaimana sekarang, tenaganya sudah terkuras sampai tetes terakhir. Kini, menyerah adalah tindakan terbaik yang akan ia lakukan di situasi saat ini, walau kemungkinannya hanya setengah persen. Tubuh Shinobu merosot di sebuah batang pohon dengan mata tertutup. Mengabaikan suara tawa yang semakin ramai mendominasi. Bahkan lubang pepohonan pun seakan memiliki mata bercahaya. Menghunus pandangan tajam bagai pemangsa sampai—
JDEEER
Suara pecutan langit membuka tirai matanya. Mengembalikan kesadaran yang telah hilang di dasar pikiran. Napasnya memburu bersama detak jantung yang berpacu cepat tanpa tempo pasti. Dipandangnya kegelapan yang kini menyelimuti, tubuh itu bangkit tertunduk. Mencoba menenangkan diri dari belenggu ketakutan.
Bila bukan karena kaset pemberian Sabito semalam, mungkin ia tak akan bermimpi aneh seperti itu. Ditambah suasana sunyi dalam ruangan bersama gorden yang berkibar diterjang air hujan. Dipandangnya ranjang kosong yang hanya berhiaskan bantal guling di sisinya sesaat sebelum tubuhnya bangkit memeluk dirinya dan menutup jendela.
Shinobu berjalan tanpa alas kaki ke luar ruangan. Guna menemukan sumber euforianya yang selalu membuat tubuh dan pikirannya tak sinkron sama sekali di setiap tindakan polos yang bahkan pemiliknya tak tahu.
Suasana sunyi melingkupi di tengah kegelapan bersama kilatan petir yang menyambar sesekali sebagai sumber cahaya. Setelah beberapa menit tak menemukan sosok yang dicarinya dalam sebuah lorong yang entah mengapa terasa begitu panjang dari biasanya. Sebuah bola memantul menghampiri, bersama dengan sepasang mata yang bercahaya di dekat jendela.
“Giyuu, kaukah itu?"
Kain penghias berkibar, sosok itu tersenyum tipis dengan suara menggema menjawab ucapannya dengan kata 'yaa' yang begitu rendah diiringi tawa janggal familiar. Shinobu melangkah mundur, kemudian berlari ke arah pintu utama. Saat tangannya akan meraih kenop pintu, diluar keinginan pintu telah terbuka sedikit. Dengan cepat Shinobu mendobrak lalu menutup rapat pintu itu dari orang misterius yang kini menggedor-gedor pintu tanpa suara.
Shinobu berteriak frustrasi, tenaganya kalah kuat dengan sosok di baliknya. Dengan langkah cepat ia berlari ke sembarang tempat, kemudian bersembunyi di bawah meja berbahan dasar kayu. Tubuh yang berbalut gaun putih ditekuk sedemikian rupa. Wajah cantiknya yang telah pucat dipenuhi keringat dan air mata tenggelam di balik helaian rambut.
“Giyuu kau di mana?” Lutut semakin tertekuk rapat mendekati tubuh. Langkah seseorang kembali terdengar di telinga bersama jiplakan becek dari air, lantai, dan alas kaki seseorang.
Sesekali terdengar suara keras yang membuat tubuhnya terlonjak. Saat barang-barang itu mendarat menyentuh permukaan lantai. Mulut dibekap rapat oleh tangan, berharap cemas untuk tak ditemukan. Namun, harapannya sirna saat suara barang-barang telah usai mewarnai suasana. Dari balik rambut hitamnya.
Shinobu melihat dua pasang kaki yang telah menekuk, bersama wajah yang bersembunyi di balik tudung basah itu.
Mata violetnya membola, Shinobu berteriak kencang mendorong sosok misterius itu. Lalu kembali berlari cepat menuju kamar yang seakan menghilang di balik kabut.
“Giyuu aku membutuhkanmu, jangan pergi," ujarnya yang bersandar pada dinding. Tubuhnya merosot duduk kembali memeluk dirinya sendiri.
Entah sudah berapa lama waktu yang sudah ia lewati dengan posisi seperti ini. Sampai sebuah tangan besar menyentuh puncak kepalanya.
“Menjauh dariku kau—” Shinobu menepis cepat kehadiran tangan itu. Kemudian balik memandang sepasang mata biru yang berkedip bingung.
“Giyuu, akhirnya. Akhirnya aku menemukanmu." Shinobu berhambur memeluk tubuh hangat itu. Kata-kata yang mengalir begitu saja dari bibirnya, dibalas dengan suara halus dan belaian yang menenangkan sampai kesadarannya hilang terbawa kabut.
Giyuu tak tahu apa yang dialami oleh kupu-kupunya malam ini. Jantung yang memburu dengan getaran tubuh tak wajar melemas bersama mata violet di balik tirai.
Tubuh kecil itu dengan mudah ia angkat kembali ke dalam kamar.
“Apa yang telah kau lewati, Shinobu?”
FIN!
A/N: Heyaaa, kembali lagi dalam cerita beruntun ini. Terima kasih karena telah membaca cerita ini sampai akhir, saya harap kalian dapat menikmatinya, ya.
Salam hangat, Haruko.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top