Day 16 : Heart (GiyuuShino)

Daylight Daybook

Kimetsu no Yaiba © Gotouge Koyoharu

Fiksi ini ditulis oleh Haruchiko1946 dengan mengambil prompt "Heart"

Words count: 979

Warning : Giyuushino! AU! FingerLove.

No commercial profit taken.

.

Malam menyeruak sesaat setelah sang surya tenggelam di balik pegunungan, meninggalkan awan kelabu yang perlahan mulai tersibak bagai tirai penyambut rembulan. Jutaan rasi bintang saling berkelip mengirimkan kabar satu sama lain. Setelah lelah tertidur di balik cerahnya cahaya pada siang hari. Walau cahaya lampu bersinar di dasar bentala. Itu tak menghalangi mereka untuk menghias bumantara dengan cantik.

Di bawah sorot lampu redup di sebuah halte bus di sisi jalan. Shinobu termangu memangku wajah dalam kebosanan. Memandangi kuda besi yang melaju cepat membelah aspal hitam yang baru saja terguyur air hujan.

Bila bukan karena paket titipan dari pelanggan yang batal memesan, Shinobu tak perlu lagi menunggu tanpa tujuan seperti ini. Lebih baik dirinya bergulung dalam balutan selimut tebal bersama secangkir teh herbal hangat dan menonton drama dari balik layar laptop. Bukan malah memandang kuda-kuda besi itu yang dengan cuek hanya numpang lewat di depannya.

Belum lagi seorang pemuda yang duduk bersisian dengannya juga terlihat sangat sibuk bercengkerama dengan gawai dalam balon-balon percakapan yang sama sekali tak Shinobu mengerti. Hal itu menambah daftar panjang kebosanan yang sangat kompleks, pada sisa waktunya hari ini.

Dipandangnya rembulan yang tersembunyi di balik awan yang seolah tertawa menikmati keadaan seraya menendang-nendang udara kosong di depan. Sungguh iri rasanya, melihat ponsel itu yang kedudukannya jauh lebih tinggi dibanding dirinya yang jelas memiliki nyawa, perasaan dan suhu tubuh normal.

Bahkan saat dipanggil pun, pemuda itu tak menoleh memandang matanya. Ingin sekali gadis itu merebut paksa ponsel itu dan melemparnya jauh ke tengah jalan. Agar atensi pemuda itu hanya terisi penuh olehnya.

Gadis itu tak mengerti kemana jalan pikirannya saat ini. Napas kembali berembus kasar, kepala bergerak setengah berputar menghapus segala pikiran aneh yang kini menari-nari menghantuinya. Bagaimana Shinobu dapat membunuh rasa bosan yang telah sampai pada batas maksimal? Entah sudah berapa kali ia mendengus sebagai tanda kebosanan. Namun, pemuda itu tetap mengabaikannya.

Shinobu menarik lengan kemeja merah Giyuu dengan sangat putus asa. "Nee Tomioka-san, apa yang kau lakukan?"

Tanpa memandang lawan bicaranya Giyuu berdeham sejenak, membersihkan tenggorokan yang sejak tadi terasa kering.

"Tidak ada, hanya mengecek jadwal."

"Ah begitu," balas Shinobu singkat.

Kesunyian kembali merajalela di antara keduanya. Sungguh setelah pulang dari tempat aneh ini, Shinobu benar-benar akan mengeksekusi ponsel itu menjadi sop buah atau gawai rebus pada saat jadwal makan malam. Shinobu benar-benar akan gila kalau hanya berdiam diri tanpa tujuan seperti ini.

"Ne-ne, Tomioka-san, kau tahu sesuatu yang populer saat ini?"

"Ya aku tahu, itu banyak," ucap Giyuu polos, matanya semakin fokus memandang layar ponsel yang membiaskan cahaya redup dalam retina biru itu.

"Bukan itu. Ara, kau tak takut menjadi pria bermata empat yang paling membosankan di dunia?” tanya Shinobu sedikit menyindir. Ia tak menyangka atensinya akan kalah dengan alat elektronik itu.

Shinobu menggeser tubuhnya lebih dekat dengan pemuda itu. Kemudian menutup layar ponsel Giyuu dengan telapak tangannya.

“Shinobu apa yang kau lakukan?” Giyuu yang bingung bercampur kesal hanya diam memperhatikan Shinobu yang kini sedang memandang lekat kedua matanya.

"Ara-ara, ayo kita bermain, Tomioka-san. Coba kau satukan jari telunjuk dan ibu jarimu, seperti yang sering dilakukan itu," ujar Shinobu mengambil alih ponsel itu dan menyelipkannya di balik tas merah mudanya.

Alis Giyuu semakin terangkat penuh tanda tanya. Ada apa dengan Shinobu? Apa rasa kesalnya sudah mencapai batas? Giyuu pun tak tahu harus berkata apa. Dengan perlahan tangannya tergerak menyatukan ujung jari telunjuk dan ibu jarinya. Namun, mungkin bukan itu yang Shinobu inginkan.

"Bukan gitu, Tomioka-san." Gadis itu menggeleng frustasi, digenggamnya tangan besar itu. Tangan Shinobu kini terangkat sejajar mata Giyuu dengan garis tangan kedua jari yang menyatu agak menyilang, membentuk lambang hati. "Tapi gini, ini kayak lambang pengungkapan cinta loh kalau di sana."

Giyuu tak bergeming. "Kau pikir begitu?"

Shinobu mengangguk cepat. Menyetujui kata-katanya sebagai jawaban. Tanpa sadar tangan besar itu sudah terangkat menggenggam pergelangan tangan Shinobu dan mengecup lembut kedua jari lambang hati itu.

“Aku juga,” ujarnya penuh makna. Lalu tidak sampai sedetik gadis itu terdiam dengan mata sedikit membesar, memandang bergantian iris samudra yang sempat menenggelamkannya dalam perasaan misterius.

Shinobu menarik kembali tangannya, menyembunyikannya di balik punggung. "Apa yang kau lakukan, Tomioka-san?"

"Aku hanya melakukan apa yang kau katakan," ungkap Giyuu polos dengan wajah datar.

"Apa maksudmu?"

"Kau bilang itu lambang cinta kan?"

Shinobu masih diam tak bergeming hanya mengangguk sedikit sebagai jawaban. Wajahnya terasa panas sampai di kedua telinga. Bayangan menyamarkan rona merah di permukaan kulitnya seiring dengan munculnya pikiran jahil yang tanpa sengaja ikut tertarik dari sudut kepala. Senyum manis mengembang kembali ketika ia memandang iris biru tua di hadapan.

"Jadi apa kau mencintaiku, Tomioka-san?"

Giyuu memutar sedikit kepalanya. "Tidak, kenapa?"

Kata-kata Giyuu sukses membuat Shinobu terdiam seribu bahasa, walau sebelumnya dia sudah memprediksikan jawaban ini pasti akan terdengar tanpa harus menunggu waktu lama.

"Begitu." Suara Shinobu semakin teredam terbawa angin, kepalanya semakin tertunduk di balik bayangan rambut.

"Shinobu." Suara bariton itu kembali menginterupsi pendengarannya.

Shinobu berusaha tenang. "Tak apa aku hanya bertanya."

Kemudian tangan besar itu mengangkat wajah sang gadis. "Kau sudah menjadi milikku Shinobu."

Apa yang Shinobu dengar barusan? Bibirnya terasa beku tak bergerak, mata violetnya berotasi cepat menelisik kesungguhan.

"Kita sudah bersama, mengapa kau menanyakan hal yang sudah pasti?"

Shinobu benar-benar bingung dengan tingkah Giyuu saat ini. Apa yang pemuda itu katakan sangat berlawanan dengan sikapnya yang biasa. Apa perlu Shinobu mencatat detik, jam, dan tanggal ini dalam buku sejarah?

Tangan kokoh itu menggenggam lembut tangan Shinobu. Dari balik saku kemeja, Giyuu melingkarkan sebuah cincin cantik bermata putih yang berkilau memantulkan sinar.

"Maukah kau menemaniku mulai saat membuka mata sampai aku tutup usia Shinobu?" Giyuu tersenyum simpul, mengelus punggung tangan kecil itu.

Kepala Shinobu seakan membeku menerima segala perilaku absurd dari seorang Tomioka Giyuu. Namun, air mata perlahan mulai turun bersama senyuman. Gadis itu mengangguk berhambur memeluk pemuda itu.

FIN!

A/N: Hoyaa Minna-sama.
Selamat karena sudah membaca cerita ini sampai akhir, saya harap kalian terhibur, yaa. tetap semangat menjalani hari dan terima kasih untuk para author Daylight Daybook yang sudah berpartisipasi. Dan pembaca yang mengikuti cerita dari awal sampai akhir.

Salam hangat, Haruko.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top