2.3 ; Janaka
Tak berniat marah, Janaka justru membuat Gapita memasang raut sedih. Dia memang keterlaluan mengucapkan banyak kalimat pedas pada Gapita, tapi campuran antara lelah dan bayangan akan dua perempuan yang terlibat dalam hidupnya membuat Naka kalang kabut. Belum lagi kondisi Gapita yang sedang hamil... Janaka cemas.
Apapun yang terjadi, kehamilan Pita akan semakin diketahui banyak orang. Namun, dia tidak akan tenang bagaimana membuat orang-orang tak akan mengetahui dirinya sebagai ayah dari bayi yang dikandung Gapita. Rekan kerja dan teman kuliahnya hanya tahu Naka masih melajang dan menunggu seseorang, yaitu Atyssa.
Ketika dirinya datang ke kantor dan pembawaannya yang sudah tidak bagus dibaca oleh sang asisten, Naka melewati Riyanti—nama asistennya—yang menyapanya dengan mengucapkan sambutan selamat pagi.
Jabatannya belum tinggi, tapi sudah memiliki asisten karena Janaka memang memiliki kualifikasi tinggi dari sang ayah yang bisa mendirikan perusahaan sendiri. Bukan perusahaan besar se-Asia juga bukan perusahaan yang bisa dientengkan begitu saja.
Baru saja duduk dengan tenang di kursi kebesarannya, Riyanti masuk dengan kopi dan wajahnya dipaksakan tersenyum dengan tak enak.
"Pak, tadi ada pesan dari bapak."
"Pesan apa?"
"Pak Janaka diminta naik ke lantai atas. Ada rekan kepala cabang baru. Kata bapak, Pak Janaka yang harus membimbing kepala cabang baru."
Janaka menghela napas, menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya.
"Siapa nama kepala cabang yang baru?" tanya Janaka pada Riyanti sambil lalu.
"Namanya Kandaru Toga, Pak."
Kening Janaka langsung mengerut. "Kandaru Toga?" ulang Janaka.
"Iya, Pak."
"Asal mana?"
Riyanti kebingungan, tapi untung saja dia tahu informasi yang ada mengenai kepala cabang baru itu. "Sesuai data dari HRD, Pak Kandaru ini asalnya dari Surabaya."
"Pendidikan terakhirnya?"
"Eh... itu... saya nggak tahu sejauh itu, Pak."
Janaka mendelik. "Mana bisa kamu nggak tahu! Katanya dapat informasi dari HRD."
Riyanti mengusap telapak tangannya dengan gemas. Diam-diam Riyanti mengumpati Janaka yang sudah persis ibu tiri yang ditemukannya di ibu kota.
"Maaf, Pak. Saya bisa bawakan datanya kalo bapak mau."
"Nggak perlu! Saya mau langsung ketemu orangnya saja."
Riyanti mengiyakan. Dia mengambil banyak kesempatan untuk menghindari amukan Janaka.
Diantarnya Janaka menuju lantai atas dimana kepala cabang baru berada. Firasat Naka memang tidak salah begitu melihat rupa dari kepala cabang baru yang ditebaknya.
Kandaru Toga. Seorang pria yang Naka ketahui keberadaannya karena dulu sekali, ada cinta monyet yang terjadi antara Pita dan Kandaru ini. Selama bertetangga dan berteman akrab dengan mendiang kakak Pita, Kandaru ini seringkali mencari kesempatan dengan Pita dengan berkunjung dan mencari waktu berdua.
"Kandaru Toga." Kata Naka menyebut nama lengkap pria yang harusnya lebih muda darinya itu.
Senyum tulus Kandaru merekah. "Betul, Pak. Saya Kandaru Toga. Panggil saja Daru."
Kandaru mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, dibalas oleh Naka. "Saya Janaka. Saya akan mulai membimbing kamu saja kalau begitu."
Janaka tak ingin membahas masa lalu. Kandaru sepertinya tidak mengingat dirinya sebagai teman akrab kakak Gapita. Melihat gestur yang biasa saja dari Kandaru, maka Naka tak akan memancing.
"Kalau begitu saya permisi, Pak Janaka, Pak Kandaru." Ucap Riyanti yang beranjak dari sana.
"Sepertinya saya butuh asisten seperti Riyanti."
Janaka menoleh pada Kandaru. "Maksudnya? Kamu ingin mendapatkan asisten? Untuk apa? Kamu bahkan belum punya skill untuk itu."
Diremehkan, Kandaru membalasnya dengan senyuman. "Iya, Pak. Memang betul. Kalau saya punya, sudah pasti saya akan mendapatkan asisten seperti pak Janaka ini."
"Hm. Sudahlah, jangan bahas yang lain. Mulai ikuti saya office tour lebih dulu. Setelah itu ke pabrik."
Kandaru mengiyakan. Dia mengikuti langkah Janaka. Niatnya untuk lebih dekat dengan seseorang akan seger ma tercapai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top