Part 16

Pencarian mereka hari ini tidak ada yang membuahkan hasil, di panti asuhan maupun di apartemen Yuza, mereka tetap saja tidak menemukan petunjuk apapun—kecuali petunjuk dari arwah Takeuchi Rin yang bahkan Takao saja tidak dapat percaya itu sepenuhnya.

Sebenarnya mereka masih punya banyak waktu untuk menelusuri seisi lantai 3 di apartemen, tapi entah kenapa sat itu Takao mendesak mereka untuk segera pergi. Bahkan sepanjang perjalan ia hanya terus diam dan terlihat tegang. Barulah ketika mereka sampai di rumah Haruna, Takao mulai terlihat rileks.

“Tadi sepertinya ada yang ingin aku kasih tahu ke kalian, tapi lupa apa itu." Ujar Haruna sambil meneguk segelas air di sampingnya. Saat ini mereka bertiga baru saja menyelesaikan makan malam mereka yang tadi dimasak Takao.

"Apa itu?" tanya Takao sambil mulai mengangkat piring-piring dan gelas yang mereka bertiga pakai.

“Entahlah. Nanti pas aku mandi aku coba ingat-ingat lagi deh.” Setelah membersihkan dapur dan ruang makan, mereka pun memutuskan untuk mandi.

Terdapat dua kamar mandi di rumah itu, satu terletak di kamar Haruna dan satu lagi terletak tidak jauh dari dapur.

Takao dan Yuza memilih kamar mandi di dekat dapur, mereka bergantian memakai kamar mandi itu, berhubung mereka laki-laki jadi mereka tidak terlalu menghabiskan waktu ketika mandi. Berbeda dari Haruna yang memilih untuk berendam lama di kamar mandinya sendiri.

Saat itu, Takao dan Yuza yang sudah selesai mandi lebih dulu memilih untuk menonton TV sebelum Haruna datang datang untuk berjaga malam.

“Yuza?” panggil Takao sambil terus memperhatikan layar TV.

“Kenapa?” balas Yuza yang juga serius memperhatikan layar TV tanpa berbalik sedikit pun melihat Takao.

“Di lantai 3 itu tidak ada penghuninya, ‘kan?” tanya Takao terdengar tidak yakin.


Yuza diam sejenak mencerna pertanyaan Takao sebelum ia mulai menjawabnya. “Kalau maksudmu tidak ada penyewa apartemen lain selain aku, iya itu benar.”

“Tidak, bukan itu maksudku, kalau itu aku sudah langsung tahu saat pertama kali naik ke lantai itu.” Takao diam sejenak untuk mengatur napasnya. “M-maksudku, han... tu. Sejenis itu, apa mereka juga ada di lantai itu?”

Yuza menatap Takao bingung. “Mm.. ya. Ada beberapa yang aku dan Kei temui di lantai itu. Namun, yang paling sering menetap di sana ada dua sosok, kenapa menanyakan itu?”

“Apa dua sosok itu adalah anak kecil dan wanita berbaju putih?”

“Takao kau..?”

“Iya-iya aku tahu Yuza apa yang kau pikirkan. Tadi saat kau menjawab telepon dari pamanmu aku tidak sengaja melihat mereka sedang berjongkok di bawah sofa living room. Anehnya Haruna sama sekali tidak peduli dengan kehadiran mereka.” Semakin Takao menceritakan apa yang ia lihat, wajahnya semakin ketakutan. “Yuza... wajah mereka sangat menyeramkan, terutama wanita itu.”

Yuza melihat wajah Takao yang dipenuhi ketakutan—Ah, mungkin seperti itulah ekspresi Yuza saat pertama kali melihat hantu dengan wajah yang rusak, pikir Yuza. Hal itu lantas membuatnya tertawa, “Hahaha Takao, sepertinya kau harus mulai melatih indra keenammu itu dari sekarang.” Ujar Yuza bercanda.

“Ayolah Yuza itu tidak lucu.” Kesal Takao ketika mendengar candaan Yuza. “Oh ya, soal ini jangan kasih tahu ke Haruna ya?“

“Jadi apa yang ngga boleh dikasih tahu ke aku?” tanya Haruna yang entah sejak kapan sudah berada di belakang mereka. Takao menatapnya terkejut, sedangkan Yuza masih terus mencoba menahan tawanya.

“Lupakan itu, yang penting sekarang adalah aku sudah ingat apa yang ingin kukatakan tadi.” Ucap Haruna sambil mengambil tempat duduk di sofa tunggal yang terletak di samping Yuza.

Wajahnya terlihat serius, begitu pun nada suaranya, hal itu membuat Yuza dan Takao ikut serius melihatnya. “Salah satu unit apartemen di lantai itu ada yang gagang pintunya rusak seperti didobrak seseorang, dan pintunya sedikit terbuka. Tepatnya unit yang dekat tangga.”

Penjelasan Haruna membuat Yuza bingung. “Kok bisa? Harusnya tidak ada penghuni di unit itu, jadi tidak ada alasan untuk seseorang menerobos masuk ke dalam unit itu.”

"Jika yang kau katakan itu benar, apa mungkin tadi pelakunya ada di sana? Satu lantai bersama kita?” Mendengar itu mereka seketika bergidik ngeri karena memikirkan bagaimana bila orang yang mereka cari ternyata selalu mengawasi mereka dari dekat. Namun, di sisi lain mereka juga menyesal karena tidak sempat mengecek unit itu.

"Aku tidak tahu apa kita sudah melakukan hal yang salah atau benar tadi. Aku menyesal karena tidak memberitahukannya kepada kalian lebih cepat, tapi ada sedikit rasa lega dalam diriku karena kita tidak bertemu psikopat itu,"

"Kalau boleh jujur, jika bukan karena panggilan dari ayah tadi aku pasti sudah masuk ke sana. Kalian tahu apa yang aku rasakan saat nyaris masuk tadi? Aku pasti akan mati saat itu juga... itu yang kurasakan."

Apa yang dikatakan Haruna benar. Bertemu dengan pelaku yang telah banyak menghabisi nyawa manusia tanpa persiapan apa pun? Itu sama saja bunuh diri.

“Yuza, aku juga ingin menanyakan soal ini padamu. Siapa saja orang yang tahu kebenaran masa lalumu selain aku dan Haruna?” tanya Takao menambahkan.

“Keluargaku, dan pekerja di rumahku, selain itu tidak ada lagi karena aku tidak punya banyak teman.” Yuza terlihat murung saat membayangkan siapa saja yang pernah dekat dengannya. “Tapi, mereka semua sudah pergi, mereka semua telah menjadi korban kebakaran 3 tahun silam."

Takao dan Haruna melihat Yuza prihatin, pasti sangat berat bagi Yuza untuk kehilangan orang-orang yang dia sayang.

Takao kemudian meminta izin untuk tidur sendiri di kamar tamu yang disediakan Haruna, sedangkan Yuza memilih untuk tidur di living room, menemani Haruna yang malam itu akan begadang.

Di dalam kamar sendiri, Takao mulai membaringkan tubuhnya ke atas kasur sembari menatap dalam atap kamar itu. Sejenak Takao mulai mengatur napasnya untuk membuat tubuhnya rileks.

Dalam pikirannya ia mulai memikirkan petunjuk-petunjuk yang mungkin mereka dapatkan.

-

Pertama, berdasarkan motif pelaku. Mereka yang memiliki alasan paling mungkin untuk melakukan itu adalah aku sendiri, Haruna, Bibinya Yuza, dan peramal itu. Si peramal adalah yang paling mungkin melakukannya, karena Yuza lah penyebab ia sampai diusir.

Bibinya Yuza, dan Haruna juga mungkin, mereka kehilangan keluarga mereka karena kehadiran Yuza, mereka mungkin melakukan ini agar Yuza tersiksa. Bedanya denganku, aku tidak pernah mengenal Yuza sebelumnya, aku yang bahkan tidak tahu latar belakangnya tidak mungkin melakukan itu.

Tapi jika apa yang dikatakan Yuza tentang pesan dari Takuchi Rin itu memang benar, itu artinya mereka bertiga keluar dari daftar tersangka.

‘Maafkan aku, tapi aku hanya ingin mempermudah hidupnya, dia berhak untuk mendapat kebebasan, orang-orang seperti kalian hanya akan membuatnya merasa sakit lagi.’

Apa itu artinya si pelaku telah mengenal Yuza lebih lama? Dia mungkin saja tahu bagaimana tersiksanya Yuza saat kecil dan ingin membalaskan dendam Yuza? Tapi jika itu benar, artinya si pelaku bukan orang yang membenci Yuza, justru dia sangat menyayangi Yuza, dan orang yang paling mungkin melakukan ini adalah Pamannya Yuza.

Atau justru Yuza sendiri yang melakukan semua ini? Karena dia dendam? Itu mungkin saja, tapi sangat jelas malam itu Yuza tidak melakukannya karena aku bertemu dengannya saat rumah nenekku terbakar, Yuza tidak ada di TKP saat itu.

Apa mungkin kebakaran di rumah nenekku hanya sebuah kebetulan? Tidak! Aku jelas melihat ada seseorang yang mengintai kita dari dalam rumah, nenek juga mengetahui itu makanya ia buru-buru menyuruhku pergi dari rumah.

Tch, sial, aku bahkan tidak dapat memikirkan kemungkinan ada berapa orang pelakunya, apa hanya satu orang atau ada beberapa. Lagi pula kenapa dia ada di lantai 3 tadi saat kami di juga ada di sana? Apa mungkin dia memang sedang mengawasi kami dan ingin langsung menghabisi kami di sana? Atau dia mempunyai suatu keperluan di lantai 3 tadi?

Sial, semakin dalam aku memikirkannya, semuanya justru semakin kusut. Apa aku bisa memecahkan semua ini dan membuatmu beristirahat dengan tenang, nenek?

-

Di saat Takao semakin tenggelam dengan penalarannya, tanpa ia sadari ada sosok anak kecil yang sedang berdiri di sudut ruangan. Itu adalah Kei yang sejak tadi menatap Takao.

Terdengar suara Kei berbisik di telinga Takao, “kau harus bisa, bantulah kami untuk tenang.”

Takao sedikit terkejut dengan suara bisikan pelan itu. Sangat pelan sampai ia tidak dapat mendengar jelas apa yang suara itu katakan.

Pandangannya mulai menyebar ke seluruh ruangan untuk mencari asal suara itu, tidak ada siapa-siapa.

Demi menghindari rasa takutnya yang akan semakin menjadi-jadi, Takao pun memilih untuk langsung tidur saja dan melupakan suara itu, mungkin saja dia hanya berhalusinasi karena kebanyakan berpikir.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top