Haruskah jujur?

Amira menunggu di parkiran karena Pram menolak tawarannya untuk menemani naik ke atas. Kali ini ia kehabisan alasan untuk menghindar dari tawaran Pram mengantarnya pulang, sewaktu hendak berangkat pria itu baru menyadari kalau kunci motornya tertinggal di laci meja kerja.

Terpaksalah pria itu harus kembali ke ruangannya yang berada di lantai lima. Mira tidak masalah dengan menunggu sendirian di sana, sambil sebelah tangannya memegang tali tas selempang, satu memegang ponsel untuk melihat-lihat beranda sosial media mengusir rasa bosan.

Seingatnya ini tidak akan berlangsung lama, Pram hanya perlu melewati lobby lalu naik lift kemudian berjalan beberapa meter melewati dua tiga bilik untuk sampai di meja kerjanya. Hanya saja setiap detik terasa lama sekali, ia hanya mengkhawatirkan satu hal.

Bunyi derap dari dua pasang kaki, membuat jari Mira yang dari tadi sibuk me-scroll layar ponsel berhenti, tubuhnya menegang seiring dari suara cekikikan yang terdengar semakin dekat.

Ia ingin kabur rasanya tapi sudah terlambat saat sebuah suara memanggil namanya.

"Eh, Mira." Mau tidak mau demi sopan santun, perempuan itu mengangkat wajahnya lalu memberikan seulas senyum pada kedua rekan kerjanya.

"Belum pulang?" tanya Gusti, ditangannya satu buah cup kopi hangat.

"Belum, Mas. Nunggu Mas Pram," jawab Mira sejurus kemudian mengatupkan bibir karena jawabannya akan membuat dua orang ini semakin lama di sini.

Anji melirik Gusti sambil menaikkan satu alis matanya, sebuah kode yang mudah sekali Gusti tangkap, "Jadi benar kalian ada hubungan?"

Tuh, kan! batin Mira. Seharusnya ia bisa memberikan alasan lain, manusia tukang gosip seperti mereka akan semakin penasaran jika dikasih umpan.

Tidak mau membuat dirinya terjebak dalam wawancara Anji dan Gusti, ia memilih untuk berbohong. "Enggaklah, Mas," serunya sambil menggeleng.

"Ah, masa?" Gusti tersenyum menggoda. "Kalian deket banget loh, masa enggak ada hubungan spesial?"

"Benar Mir, nggak usah bohong sama kita-kita. Kita, kan, rekan. Sudah berasa keluarga. Bagi-bagi aja kabar bahagianya," kata Anji ikut menimpali membuat Mira gelagapan.

Keluarga dari mana, Mira mendengus. Kantor serasa neraka berkat mulut pedas mereka, paling dua orang ini cuma cari info agar besok ada topik gosip.

"Eng--"

Mira menutup kembali mulut saat sebuah lengan merengkuh pundaknya, ia terkejut langsung menoleh ke samping. Menemukan Pram sangat berani melakukan sentuhan padanya di depan Anji dan Gusti.

"Baru pulang juga, Nji, Gusti?" tanya Pram mengambil alih kondisi.

Anji dan Gusti menatap Pram yang merangkul Mira. Itu jawaban untuk pertanyaan mereka tadi, memang tidak mengatakannya secara langsung tetapi Pram menunjukkan jawabannya.

"Iya, Pram. Nongkrong bentar tadi di kantin, beli kopi untuk begadang nonton bola nanti malam," jawab Gusti  kini tak mau menggoda Mira atas hubungan mereka. Sebab sebagai sesama laki-laki, ia paham betul jenis tatapan yang Pram layangkan pada mereka sekarang. Tatapan tajam sebagai bentuk tameng untuk melindungi perempuan yang ia sukai itu.

"Kita, duluan ya, Pram, Mir." Gusti menyenggol bahu Anji yang masih melamun melihat kedekatan Pram dan Mira.

"Eh, iya-iya. Kita duluan ya Mas Pram, dan Miraaa."

Setelah keduanya pergi, Pram melepaskan rangkulannya. Lalu beranjak ke hadapan Mira memeriksa keadaannya.

"Maaf aku melakukannya tanpa persetujuan kamu."

Mira menggeleng sebagai tanda tidak apa-apa, ia tidak keberatan.

"Mereka gangguin kamu, ya?" Pram sedikit merasa bersalah karena terlalu lama mengambil kuncinya. Pasalnya benda itu ternyata tidak ada di laci, ia harus mengacak mejanya untuk menemukan kunci yang ternyata terjatuh di dekat kaki meja.

"Yang penting mereka enggak nyentuh, kamu. Ayo pulang, pasti kamu capek."

"Iya, Mas. Ayo."

***

Sepanjang perjalanan mereka hanya diam saja, Mira sendiri sudah terbiasa diam. Sedangkan Pram yang biasanya selalu ada topik untuk dibahas kali ini tidak bersuara sama sekali. Bahkan sesampainya di kontrakan Mira.

"Mas Pram mau mampir?" tawar Mira sambil membukakan pintu untuk Pram.

Pria itu tidak menjawab, malah melamun memandangi pintu yang barusan Mira buka. Membuat perempuan di kebingungan lantas melambaikan tangannya di depan Pram beberapa kali, karena tidak ada reaksi ia menyentuh lengannya.

"Mas?"

Pram terkesiap, "Ya?"

"Mau mampir, nggak?"

Pram tidak langsung menjawab ia memikirkan sesuatu hal dulu. "Boleh?"

"Ya, bolehlah. Kan Mira yang menawarkan. Ayo masuk, Mas. Mau aku buatkan teh atau kopi?"

Pram mengekori Mira memasuki rumah kecil itu, lalu duduk di sofa berbahan kayu yang dilapisi bantalan.

"Enggak usah, Mir. Saya enggak lama, hanya mau tanya sesuatu."

Mira duduk di samping Pram setelah meletakkan tas di atas meja, kini ia menunggu Pram menjelaskan apa yang ingin pria itu katakan.

"Saya dengar semua cerita anak-anak di kantor."

Baru awal saja sudah membuat Mira jantungan, ia menegakkan tubuhnya kini tidak berani melihat pria itu. Memang benar siapapun orang di kantor akan mendengar gosip tentang mereka, karena sekelompok penggosip itu berbicara berisik sekali.

Ternyata Pram juga sudah mendengar.

Sekarang harus bagaimana Mira? tanya perempuan itu dalam hati. Apa yang harus ia katakan sekarang?

"Saya enggak mau percaya mereka kalau belum tentu kebenarannya. Makanya saya mau tanya kamu, dan saya harap kamu jujur."

Jantung Mira kian berdebar kencang, ia menelan ludah susah payah.

"Kamu pernah memakai tespek di kantor?"

Serasa tersengat listrik berdaya tinggi. Rasanya mengejutkan, Mira ingin mata saja saat ini.

Haruskah ia jujur?

"Saya juga penasaran tentang malam itu. Saya bertanya-tanya mengapa saya bisa kehilangan kendali dan melakukannya? Saya tidak ingat apa-apa."

Mira diam seribu bahasa, serangan pertanyaan yang sebenarnya ia punya jawabannya itu membuat Mira mati kutu. Harus ia melakukan kebohongan lagi?

"Mira, kamu tahu kan berita penemuan tespek itu jauh sebelum malam itu?"

Mira memejamkan mata, entah kenapa ia mendadak tidak bisa mengontrol emosi. Air mata mulai jatuh ketika ia berkedip.

"Haruskah Mira jujur, Mas?"

***

Kapan tamatnya coba ini cerita, huft.🥹

Yg mau esok up bab terbaru yuk vote dan tinggalkan komentar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top