9
Arlan yang masih melamun melihat keakraban sahabat dengan anaknya itu tersentak. Ketika mendengar suara anak Andi memanggilnya dengan suara khas anak kecil.
“Om ndong.”
Seketika Arlan mengangkat tangannya, mengambil bocah itu dari gendongan sang ayah.
Sreess!
Seperti ada yang menjalar di hati Arlan ketika rasa hangat menyeruak ke dalam hatinya, saat menggendong Steve
Seperti inikah rasanya? Ketika menggendong seorang anak?
Steve memang sangat gampang dekat dengan orang yang baru dikenalnya, sama seperti sang ayah. Dan saat mata anak itu melihat Arlan, Steve sangat ingin digendong oleh laki-laki tampan itu.
“Woy, Lan! Anak gue bisa jatoh kalau lo bengong aja.” suara Andi menyadarkan Arlan. Dipangkunya anak Andi dengan benar.
“Anak lo mirip lo banget, Di.” Dion berkata sambil menoel-noel pipi bulat Steve.
Mirip? Apakah anak gue juga mirip sama gue? Kenapa kedua bocah tadi sangat gue?
...
Arlan mengemudikan mobilnya buru-buru. Karena dirinya saat ini hampir telat mengunjungi pesta keponakannya. Anak dari sepupunya yang memang tinggal di Bandung.
Arlan kini sudah berada di Indonesia, setelah menerima pesan dari sahabatnya, besoknya Arlan terbang ke Indonesia.
Dan sekarang dirinya tengah buru-buru. Masih mengegas mobilnya, Arlan mencoba mengangkat panggilan yang sedari tadi meraung dari smartphone-nya. Saat akan menggeser warna hijau di layar ponselnya, tiba-tiba saja ada anak kecil yang menyebrang sembarangan. Dengan reflek cepat, Arlan menginjak rem mobilnya. Hingga menimbulkan bunyi decitan rem dan gesekan antara ban mobil dan aspal jalan.
Ciiiiitttt!
Arlan menginjak remnya kuat-kuat, napasnya memburu karena kaget.
“Aaaaa ...!” teriak anak yang hampir saja Arlan tabrak.
Dengan tergesa-gesa Arlan keluar dari mobilnya, melihat keadaan anak tersebut. Anak itu terlihat ketakutan, wajahnya ia tutupi dengan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar hebat nampak anak itu sangat syok.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Arlan berjongkok mensejajarkan tingginya dengan anak itu.
“Dedek!!!” terdengar suara anak kecil dari arah belakang. Sontak Arlan mengalihkan pandangannya melihat sumber suara tadi.
Deg!
Arlan terperanga, matanya melotot sempurna melihat sosok penampakan anak kecil yang berlari menuju ke arahnya. Bukan, bukan penampakan anak kecil dengan kepala botak dan memakai celana dalam putih yang suka mencuri uang itu yang Arlan lihat. Melainkan sosok anak dengan paras yang sangat amat mirip dengannya.
“Dedek nggak pa-pa?” tanya El setelah dekat dengan adiknya.
“Aa ... Dedek takut.” Illa langsung menagis. Dirinya memeluk kakaknya sangat erat karena ia sangat ketakutan.
El memeluk tubuh adiknya yang menangis kencang. El juga ikut merasakan apa yang dirasakan adiknya karena mereka adalah kembar. Mata El ikut berkaca-kaca namun tidak sampai menangis seperti adiknya.
Arlan yang melihat kakak beradik yang sedang berpelukan itu dengan tangis sang adik yang meraung, membuat hatinya ikut merasakan sakit. Tubuhnya maju sendiri tanpa ia sadari. Ikut memeluk kedua bocah itu, memasukannya ke dalam rengkuhan tubuh besarnya. Ada gelenyar aneh pada hatinya saat memeluk kedua anak itu. Perasaan seperti memiliki bahwa mareka adalah bagian dari hidupnya.
“Udah jangan nangis, nanti kita beli es klim sama Aa Agung,” ucap El menenangkan adiknya ketika pelukan mereka terlepas dari Arlan.
“Iya sayang, jangan nangis, nanti Om beliin balon,” ujar Arlan. Dirinya yang dingin dengan orang asing mendadak lembut ketika melihat kedua anak ini.
Illa yang sedari tadi menangis sambil menutupi wajahnya mengangkat tangannya. Menatap laki-laki dewasa yang hampir menabraknya itu.
“Benelan? Om mau beliin Dedek balon?" tanya Illa masih terisak.
Wajah anak ini mengingatkan gue dengan seseorang?
Batin Arlan ketika melihat wajah Illa. Jika tadi dia kaget yang melihat wajah El sangat mirip dengannya. Sekarang dirinya melihat wajah anak perempuan ini, yang mengingatkan dirinya pada sosok masa lalunya. Tapi Arlan juga melihat kemiripan sedikit wajahnya pada anak ini.
“Iya, yuk kita ke sana, Om beliin balon.” tunjuk Arlan pada Illa ke seorang pedagang balon yang beraneka bentuk tokoh kartun.
Mereka kini sedang duduk di bangku taman dengan El yang duduk memegangi tali balon miliknya dan adiknya. Sedangkan Illa duduk di samping Arlan.
“A El balonnya jelek, gambalnya mobil lusak.” celoteh Illa yang melihat bentuk gambar pada balon El.
“Emang gini bentuknya, punya Dedek yang jelek, masa palanya cuma ada satu lambutnya.” balas El tak mau kalah mengatai balon Illa yang bergambar kartun dari Malaysia itu.
“Om, balon Dedek bagus kan?” tanya Illa mencari pembelaan.
Arlan yang dari tadi menyimak hanya mengangguk. Tangannya mengusap kepala Illa dengan sayang. Terakhir kali tangannya mengusap kepala seseorang, adalah ketika ia masih bersama dengan Alya. Dan entah kenapa kebiasaan itu muncul lagi ketika melihat Illa.
...
Arlan ikut memperhatikan wajah sahabatnya itu, ditatapnya bergantian wajah Steve dan Andi, memang mereka sangat mirip.
“Iya, anak lo mirip banget. Tapi semoga aja nggak kaya bapaknya, yang telmi.” Arga juga menyetujui ucapan Dion. Melihat Steve yang sedang dipangku Arlan.
“Sialan lo!” Andi menimpuk Arga dengan sedotan esnya. “Ya iyalah mirip, gue bapaknya. Gue yang nyetak, gue yang ngaduk, trus dioven sama bini gue, jadilah hasil karya yang memuasakan.” jawab Andi frontal.
Plak!!
Paha Andi dipukul oleh istrinya yang baru duduk setelah dari toilet.
“Awww!! Sakit beb. Mending dielus kayak gini,” ucap Andi memegang tangan Andin dan mengusapkan pada pahanya yang baru dipukul tadi.
“Ngomong gampang benar kamu ya. Mau enaknya aja, tapi gak mau susahnya.” sungut Andin sebal ketika ingat waktu dirinya mengandung Steve. Dirinya harus bedrest karena mosrning sicknessnya yang parah. Dan Andi hanya bisa mengucapkan kata sabar. Bagaimana tidak kesal Andin?
“Eh Ndin, lo tamabah gemukan ya sekarang,” Arga berkata dengan santainya.
Cari mati si Arga, gue aja suaminya yang bilang kek gitu langsung di usir dari kamar.
Andin yang belum hilang rasa sebal dari suaminya itu semakin bertambah kesal. Ketika mulut lemes Arga menyinyir bentuk tubuhnya.
Plaaakk!
Dan pukulan maut itu juga dirasakan Arga di pundaknya, Andin menatap sengit pada Agra. Mana ada wanita yang tidak marah jika dibilang gemuk walau wanita itu memang gemuk.
“Sayang ...!” Andin menatap suaminya dengat tatapan tajam. Suaranya ia buat semanis mungkin. Tapi dengan penekan yang menakutkan untuk Andi.
“Ja–jaga ya mulut lo Ga. Andin itu seksi, montok, bukan ge–gen–dut.” ucap Andi terbata–bata karena takut.
Ketiga sahabatnya menahan tawa melihat ketakutan Andi. Dilihat dari mana pun Andin tidak ada seksi–seksinya. Tubuhnya yang dulu tinggi bak model dengan dada yang wow, kini berevolusi menjadi Badak betina. Dengan lipatan lemak dimana-mana.
...
Alya kini tengah membersihkan cafe yang baru saja dipakai untuk acara ulang tahun itu. Hari sudah sore, dan dirinya meninggalkan anak-anak bersama Agung. Alya tahu, sangat malah. Kalau Agung sangat menyayangi kedua anaknya itu.
Tapi mengingat sikap si kembar yang usil terhadap Agung, membuatnya merasa kasihan pada adik bulenya itu. Agung pasti akan dikerjai habis–habisan oleh kedua anaknya. Yang dianggap monster oleh Agung.
Mempercepat kerjanya berharap akan cepat selesai, Alya langsung menyapu lantai setelah mengelapi meja. Teman-temannya yang lain juga sibuk, ada yang mengangkati kursi, membuang sampah, dan mengelap kaca.
“Nih Al, kue sisa tadi buat si kembar. Maaf ya, ngasih sisa, tapi ini masih banyak. Sayang kalau dibuang, anak-anak yang lain juga pada bawa kok,” kata Ratna menyerahkan kue sisa ulang tahun anak tadi.
Ratna sebenarnya tidak tega jika memberi kue sisa. Tapi pasti Alya tidak pernah memberikan kue seperti ini pada anak-anaknya, apalagi ini kue mahal pasti rasanya enek, anak-anak Alya pasti suka. Makanya Ratna menyebutkan jika karyawan yang lain juga membawa pulang kue tersebut agar Alya tidak tersinggung.
“Duh, makasih ya Rat. Anak-anak pasti suka.” Alya menerima dengan iklas.
“Iya, sama-sama. Aku juga ketagihan sama rasanya. Orang kaya mah beda, kue seharga motor aja dibeli. Pantas enak ya Al, rasanya.” ucap Ratna disertai bercanda.
“Wajar lah, mereka kan punya uang Rat.” balas Alya ikut tertawa.
...
“Assalamualaikum.” ucap Alya ketika memasuki rumahnya.
“Kumlam ... Bunda!” jawab Illa berteriak ketika melihat Alya masuk.
“Anak Bunda udah wangi aja, mandi sama siapa sayang?” Alya menggendong Illa. Menciumi wajah putrinya itu dengan bedak yang mencemongi wajahnya.
“Sama Aa Agung sama a El.” jawab Illa memeluk leher Alya.
“Terus, Aanya mana sekarang? Kok, nggak kelihatan?” tanya Alya karena biasanya mereka bertiga akan menonton tivi jika sore hari.
“Tuh, di kamal. Aa Agung lagi nangis Bun.” Illa menunjuk kamar Alya yang ada Agung dan El di dalamnya.
“Aa Agung nangis?” tanya Alya tidak percaya, Illa mengguk lucu.
Penasaran, dirinya masuk ke kamarnya. Sungguh rasanya saat ini Alya ingin tertawa keras melihat adik bulenya itu.
“El hiks ... Hape Aa kenapa hiks ... Kamu ceburin hiks ...” Agung terisak dengan baju dan celana yang basah karena memandikan kedua adiknya.
Agung menagis meratapi nasib ponselnya yang tak sengaja masuk ke dalam bak mandi saat memandikan El dan Illa. El yang melihat benda pipih itu malah mengira itu mainan yang Agung berikan untuk teman mandinya.
“A, kenapa?” tanya Alya menyembunyikan senyumnya dibalik tubuh Illa yang digendong.
“Tetehhh ... Hiks ... Hape Agung rusak nih ...!” adu Agung menujukan hpnya yang mati total. Agung mengadu dan menangis seperti Illa yang coklatnya dimakan Agung.
“Cengeng.” celetuk El dingin.
“Heh! Ini semua gara-gara kamu ya, El. Bukannya langsung diambil, malah dijadiin kapal-kapalan!” cerca Agung pada adiknya menunjukan ponselnya.
El yang memang malas meladeni kakak bule lebaynya ini menepis tangan Agung, sehingga ponsel yang dipegang Agung terlepas dari tangannya.
Praang!
Ponsel Agung tepental indah dengan bentukan yang tidak sempurna, layar kacanya retak menyeluruh.
“Hape gue ...!” jerit Agung miris.
Hahahaha.
Ketiganya—ibu dan anak itu tertawa keras melihat Agung yang menangisi ponselnya sambil berjongkok menciumi benda pipih yang sudah ia anggap seperti belahan jiwa itu.
“Tenang disana ya, Aa akan selalu mendoakan mu sayang.” rancau Agung ketika memasukan benda pipih itu ke dalam kotak kardus.
“Bule alay.” celetuk Illa yang melihat drama Agung.
“Coba boneka kamu yang tenggelem di air. Pasti nangis juga bahkan lebih kejer.” bales Agung sinis.
“Aa, kamu tuh kayak anak kecik aja sih, nanti Teteh gantiin hpnya.” ujar Alya yang melihat perdebatan adik dan Anaknya yang berbeda usia sangat jauh itu.
“Gak usah Teh, nanti Agung beli hape sendiri aja, terus mau selfi. El sama ndut gak usah diajak selfi.” Agung memanasi kedua bocah kembar yang sedang dibersihkan wajahnya dari bedak yang menutupi seluruh wajah mereka oleh Alya.
“Mau ikut celpi Bunda ...” rengek Illa yang mendengar ucapan Agung.
“El juga mau ikut Bunda.” timpal El ikut merengek.
“Hooo ... Males amat. Nanti kamera Aa rusak, karena motoin boneka chucky kaya kelian.” balas Agung menggoda kedua adiknya.
Bagaimana Agung tidak dijahili oleh kedua anak kembar itu, jika dirinya saja suka menggoda monster-monster kecil itu.
...
Poli!
He's a hero through and through.
Roy!
He is brave and strong and true
Amber!
She is smart and friendly too.
Helly!
He's your buddy way up high
in the sky!
Kedua anak Alya kini tengah meyanyi menirukan lagu yang tengah dilihat mereka di tivi dengan bahasa terbatas, karena lagu itu berbahasa Inggris.
“Enak banget ya coklatnya emm ... Lezat ...” suara Agung menghentikan aksi mereka yang sedang bernyanyi.
“Aa makan apa?” tanya Illa penasaran melihat Agung yang merem melek menjilati jarinya.
“Ini enak loh ...” Agung menunjukan bungkus coklat yang menyerupai sumpit.
“Itukan punya a El sama Dedek!” Illa menghamipiri Agung merebut bungkus coklat miliknya.
“Iya itu punya kita.” sambung El yang melihat bungkus coklat yang dipegang adiknya.
“Tapi sayangnya udah Aa abisin. Nih, kosongkan ..." Agung menunjukan toples kecil tempat coklat stik adik-adiknya.
Ini balesan karena kalian udah aniaya belahan jiwa gue, krucil!
Agung tertawa dalam hatinya.
“Coklaaat Dedek... Huwaaa ... Bundaaaa!" teriak Illa sangat kencang sampai Agung dan El menutupi telinga mereka.
Kedua anak kembar itu menagis tapi hanya suara Illa yang mengelegar, sedangkan El hanya sesegukan. Mereka tidak terima coklat kesukaan mereka dihabiskan oleh bule sarap yang adalah kakak mereka.
“Ya ampun, anak-anak Bunda kenapa nangis?” Alya kaget saat mendengar teriakan putrinya yang sangat kencang.
“Aa Agung abisin coklta aEl sama Dedek Bunda ... Hikss..." adu Illa terisak menunjuk nunjuk Agung yang sedang tertawa gila. "Bundaaa.. Aa Agung tuh! abisin coklat dedek." Illa semakin mengadu
Alya hanya menggeleng kan kepalanya. Tingkah Agung yang tidak mau mengalah dan si kembar yang apalalagi membuatnya harus ekstra menenangkan anak-anaknya. Ditambah bule autis yang sangat ia sayangi.
“Coklat kalian masih banyak, Bunda pindahin ke tempat lain tadi." kata Alya mengusap air mata pada pipi Illa dan El bergantian.
Pfftt hahaha....
Tawa Agung lepas karena berhasil mengerjai kedua adiknya. Agung tertawa sambil tiduran dengan memutar-mutar tubuhnya samapi ...
Duk!!
"Awww!! Pala gue sakit mony--" kepala Agung terpentok kaki meja tivi.
"Aa, mulutnya ya!" peringat Alya cepat. Karena ucapan Agung yang tidak pantas didengar oleh anak-anaknya.
Agung hanya mengusapi kepalanya yang benjol. El membisikan sesuatu kepada adiknya dan tidak lama kemudian ...
“Selaang ... Bule alay!" teriak kedua anak kembar itu berlari menuju Agung.
El dan Illa menindihi tubuh Agung, menggenjoti tubuh Agung dengan tubuh berisi kedua anak itu.
"Ampuun ... Badan Aa sakit ... Awww!! Jangan didudukin perut Aa, Illa! El jangannn! " Agung meronta tak berdaya disiksa kedua bocah itu. "Teteh tolongin Agung! Bentar lagi Agung mati!" teriak Agung melihat Alya yang malah pergi meninggal kan mereka.
"Suruh siapa kamu cari gara-gara, A?" jawab Alya cuek meninggalkan mereka. "Udah, anak-anak. ini Bunda punya kue, siapa yang mau?" lerai Alya yang membawa kue dari cafe yang sudah di potong kecil-kecil olehnya tadi.
Mendengar nama makanan spontan kedua anak Alya berhenti menyiksa Agung, mereka berlari menuju Alya. Meninggalkan Agung yang terkapar.
"Enak Bunda ... nanti Bunda bawa lagi ya kue kaya gini." ucap Illa dengan mulut yang belepotan.
"Iya Bunda, El juga suka. Kuenya enak. besok Bunda bawa lagi ya." lanjut El yang tidak kalah cemongnya dengan adiknya.
"Agung juga suka Teh." timpal Agung tidak tahu diri.
"Huh! dasal bule alay." Illa
"Bule nyasal." El
"Bodo amat." Agung
Alya hanya tersenyum menanggapi celotehan anak-anaknya. Ini pertama kalinya mereka makan makanan kue seperti itu, biasanya hanya kue bolu buatannya sendiri yang bisa Alya beri kepada anaknya. Bahkan Agung pun terakhir kali memakan kue seperti itu waktu di Panti, saat ada salah satu donatur yang merayakan ulang tahun di panti mereka.
Bunda nggak tau besok bisa bawa kue itu lagi apa nggak. Anak-anak kamu bahkan memakan kue sisa, pasti makanan kamu enak-enak di sana.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top