♡۪͙۫ׄꦿChap 3

"[Name] ...."

"Iya, Akihiro?"

"Apa kau benar baik-baik saja?"

[Name] meletakkan garpu dan pisau di atas piring, mengambil selembar tisu lalu mengelap sudut mulutnya. "Aku sungguh baik-baik saja," jawabnya sambil menatap Akihiro dengan lembut.

"Apa kau yakin? Apa kau tidak merasa pusing atau semacamnya?"

[Name] menghela napas, merasa kesal dengan pertanyaan yang sama keluar dari mulut Akihiro sebanyak 15 kali. Dirinya memutuskan untuk menatap Akihiro sambil tersenyum sangat manis sampai yang disenyumi bergidik ngeri, "Yang Mulia Raja, apakah aku terlihat sedang tidak baik-baik saja di matamu?"

Akihiro terdiam sambil menatap [Name], mencari jawaban melalui penglihatannya sendiri. Tak lama setelah itu, ia pun menggeleng pelan. "Kau terlihat baik-baik saja, [Name]."

Wanita itu masih mengulas lengkungan manisnya, menumpukan kedua lengannya di atas meja makan sambil mencodongkan sedikit tubuhnya. "Lantas, kenapa Yang Mulia masih mempertanyakan hal yang sama jika dilihat baik-baik saja?" tanyanya sedikit ketus. Pria bersurai merah itu terdiam akan pertanyaan yang dilontarkan oleh [Name], ia terlihat sedikit menundukkan kepalanya sesekali menghela napas panjang. [Name] segera bangun lalu berjalan meninggalkan ruang makan, pelayan yang ada di samping pintu segera membukakan pintu untuknya dibalas gumaman 'Terima kasih' dari [Name]. Sebelum pergi, ia berbalik menatap Akihiro yang masih tertunduk. "Jangan mempertanyakan suatu hal jika kau sudah tahu jawabannya dan jangan pula menanyakan pertanyaan yang sama jika jawabannya tetap sama," pesan [Name] membuat Akihiro semakin terdiam, wanita itu masih tersenyum manis lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Kini hanya Akihiro dan beberapa orang pelayan berada di ruang makan, Akihiro menghela napas sekali lagi, mendongakkan kepala seraya menatap pintu yang sudah tertutup rapat. "Kau telah berubah, [Name]," gumamnya.

Tap! Tap! Tap!

"Kenapa sih dia masih saja mempertanyakan hal yang sama?"

Suara langkah kaki disertai gerutuan kecil terdengar di lorong kerajaan, langkahnya menghentak-hentak kecil dengan mulutnya kembali bergerutu.

"Padahal sudah jelas kalau aku terlihat baik-baik saja! Ck, orang itu rabun atau bagaimana sih? Apa aku perlu membelinya sebuah kacamata agar dia bisa melihat lebih jelas lagi?" gerutunya kesal.

Seseorang yang menggerutu telah sampai di sebuah pintu berukiran rumit, tangan putihnya menggapai kenop pintu lalu membukanya. Dilangkahkan masuk sembari menutup pintu dengan keras sehingga menimbulkan bunyi yang mengagetkan.

Brak!

Seseorang itu segera merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang empuk, mulutnya tak henti untuk menggerutu sampai sebuah suara menghentikan gerutuannya itu.

"Bisakah kau berhenti menggerutu? Gerutuanmu itu membuatku jengah."

Yang ditegur segera bangkit dari rebahannya, mata cokelat madu segera mencari sumber suara itu. "Siapa di sana?"

"Aku di sini! Tepat di atas meja di samping tempat tidurmu!"

Seseorang itu atau lebih tepatnya [Name] segera mengikuti petunjuk dari sebuah suara, ditolehkannya ke arah samping dan didapati seekor burung berwarna biru sedang menatap ke arahnya. [Name] mengernyit sebentar lalu kembali bersuara, "Kau ada di mana? Katanya ada di atas meja tepat di samping tempat tidurmu, tetapi kok tidak ada? Yang ada hanya seekor burung berwarna biru imut ini."

"Itu adalah aku, seekor burung berwarna biru yang kau sebutkan tetapi aku tidak imut!" ujar sang burung secara tiba-tiba. Sontak saja [Name] membulatkan matanya dengan mulut terbuka untuk berteriak kencang, namun suaranya tidak terdengar seakan tertahan sesuatu. Tangan putihnya menunjuk ke arah burung itu dengan bergemetar hebat, "Ka-kau bi-bisa bicara?!"

"Berhentilah berteriak! Itu mengganggu ketenteraman malam ini. Dan menurutmu, aku ini bisa bicara atau tidak?" tanya balik burung itu datar.

[Name] mengangguk cepat namun tidak menurunkan tangannya yang masih menunjuk itu, "Ba-bagaimana bisa seekor burung berbicara sepertimu?"

"Ini adalah buku petualangan fiksi, kau tahu? Semua bisa terjadi tergantung imajinasi sang penulis," jawab burung itu dengan datar. "Hentikan syok mu itu dan biasakanlah! Karena mulai hari ini hingga masa petualangmu selesai, aku yang akan mendampingimu."

[Name] kembali mengangguk pelan, tangannya perlahan diturunkan. Ia menggeser posisi duduknya mendekati meja, tangan putihnya perlahan mengelus bulu burung dengan lembut. "Siapa namamu, wahai burung?" tanyanya dengan lembut.

"Perkenalkan namaku Iori, burung pendampingmu selama berada di dunia petualangan. Dan kau adalah Nanase [Name] di dunia ini, tetapi di dunia asalmu bernama Izumi [Name]," jelas burung itu, Iori memperkenalkan diri. [Name] sedikit menganga, bagaimana bisa burung ini, Iori mengetahui namanya baik di dunia ini maupun di dunia asal?

"Aku mengetahuinya dikarenakan ada sebuah secercah cahaya berisi data informasi seseorang yang masuk di dunia ini," tutur Iori seakan tahu apa yang dipikirkan wanita di depannya.

"Kalau begitu ... kau pasti tahu bukan kenapa aku bisa terlempar masuk ke dunia ini lalu menjadi seorang ratu?" tanya [Name] dibalas anggukan kecil darinya. "Bisa kau beritahu kepadaku?"

"Itu karena buku ini memilihmu sebagai pemeran utama, biasanya jika ada orang yang masuk ke dalam dunia ini, ia akan menjadi pemeran sampingan. Entah sebagai pelayan, rakyat atau semacamnya." Iori memejamkan matanya sebentar lalu kembali membuka, menampilkan iris biru tua kehitaman yang bisa membuat siapa saja menatapnya akan jatuh terperosok ke dalam. "Buku ini sebenarnya membantu para remaja seperti kau untuk mencari jati diri mereka dalam bentuk petualangan dengan berbagai permasalahan yang berbeda setiap harinya, mereka yang masuk ke dunia ini memiliki waktu selama satu bulan untuk mengetahui jati diri sebenarnya. Kau tahu bukan, jika beberapa remaja di dunia asalmu suka berganti sifat maupun perilaku? Itu dikarenakan mereka masih belum mengetahui jati diri atau karakter yang sebenarnya. Oleh sebab itu, sang penulis membuat buku ini dengan 'sedikit' sihir demi membantu para remaja di luaran sana," jelasnya serius.

[Name] terdiam sambil mengernyitkan dahi, dirinya masih belum mengerti apa yang sudah dijelaskan oleh Iori. Maklum saja, dia adalah seorang gadis dengan kemampuan mencerna sesuatu agak lama. "Ugh ... aku masih belum mengerti," keluh [Name] membuat Iori menatapnya dengan datar.

"Kau akan mengerti, [Name]. Tunggulah beberapa waktu lagi kau akan mengerti, biarkan sang waktu bekerja. Baiklah, aku akan pergi dan akan kembali ke sini esok hari, menemanimu setiap saat." Iori membentangkan sayapnya lalu mengepak-ngepak sehingga membuatnya terbang. "Tetaplah berusaha mencari jati dirimu, [Name]. Semoga kau akan mendapatkannya selama satu bulan," ujarnya lalu terbang melesat melalui jendela kamar yang terbuka.

[Name] menatap kepergian Iori dengan bingung, 'Mencari jati diri, katanya?'

TBC

969 kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top