Prolog
Pada zaman dahulu, hiduplah Tūtānekai dan Hinemoa.
Hinemoa adalah seorang wanita muda dari suku Hapū yang tinggal di pantai timur danau Rotorua, sementara Tūtānekai adalah pemuda dari Pulau Mokoia Hapū. Keduanya sama-sama dari dua suku besar, terhormat dan disegani.
Tutanekai sangat tampan, menguasai berbagai keterampilan, dan mahir berperang. Ketampanannya membuat Hinemoa, seorang putri cantik dan dianggap suci dari daratan di sebelah barat Danau Rotorua jatuh hati.
Dalam sebuah pertemuan salah satu suku kecil, keduanya bertemu dan dan saling jatuh cinta.
Walaupun keduanya lahir dari suku yang tinggi, Tūtānekai tidak diterima oleh petinggi sukunya Hinemoa. Lepas dari keluarga dua suku tersebut yang yang tidak memiliki hubungan baik, juga karena Hinemoa dan Tūtānekai bertemu dalam perjamuan suku biasa. Perkawinan antara keduanya dilarang keras.
Meski mereka berpisah, hati keduanya tetap terpaut. Tūtānekai dan Hinemoa tetap saling merindukan.
Di rumahnya yang di Mokoia, Tutanekai suka memainkan seruling, menyuarakan cintanya. Suatu hari, angin yang ikut bersedih pun membawa melodinya melintasi air. Hinemoa mendengarnya yang membuat Hinemoa bertekad bertemu Tūtānekai. Sayangnya, orang-orang menahan dan mengikatnya, terutama pada malam hari, memastikan Hinemoa tidak kabur.
Musik Tūtānekai terlalu kuat menyampaikan kerinduannya, membuat orang-orang yang keras hati pun luluh. Hinemoa dilepaskan. Dia berenang menempuh jarak yang sangat jauh ke pulau Tūtānekai dan sukunya hidup.
Setibanya di Mokoia, Hinemoa serba salah. Pakaiannya basah. Masuk ke kampung Tūtānekai seperti sekarang tidak memungkinkan. Melepaskan pakaian pun akan membuatnya telanjang karena dia tidak memiliki pakaian ganti. Hinemoa pun melompat ke kolam panas untuk memikirkan langkah selanjutnya.
Seorang lelaki datang mengambil air dari mata air di tepi kolam yang membuat Hinemoa waspada.
Dengan meniru suara lelaki, Hinemoa berseru, "Siapa?"
Lelaki itu menjawab bahwa dia adalah budak Tūtānekai yang sedang mengambil air.
Hinemoa berbinar. Dia pun mendapat ide. Dia mendekati sang budak dan segera merampas wadah air yang terbuat dari labu tersebut dan menghancurkannya.
Mendengar keributan, budak-budak lain pun berdatangan, tetapi Hinemoa tetap melakukan hal yang sama hingga Tūtānekai sendiri yang akhirnya datang ke kolam.
Betapa terkejutnya Tūtānekai melihat sosok di hadapannya sekarang, sosok yang telah membuat keributan adalah wanita yang dia rindukan selama ini. Wanita yang mengisi hati dan pikirannya tanpa kenal waktu kini dapat ia sentuh, bukan khayalan atau halusinasi.
Tūtānekai menjelaskan kepada orang-orangnya bahwa interloper tersebut mengenali dirinya. Tentu saja Tūtānekai tidak membocorkan jika itu adalah Hinemoa, wanita yang selama ini dia rindukan, sekaligus wanita yang tidak hanya ditentang oleh keluarganya, juga keluarga wanita ini menentang Tūtānekai.
Tūtānekai pun menyembunyikan Hinemoa di katilnya, memberinya pakaian yang nyaman dan memastikan Hinemoa tidur nyenyak setelah menempuh perjalanan yang jauh, berat dan berbahaya.
Keesokan harinya, beberapa pihak mulai curiga. Seorang budak bahkan melaporkan, ada orang di katil Tūtānekai. Tūtānekai dan Hinemoa pun bergegas kabur.
Keduanya memilih kabur dan memulai kehidupan baru di tempat lain.
Jika alasan para tetua suku menentang hubungan Tūtānekai dan Hinemoa hanya karena keduanya bertemu dalam acara suku rendah, sangat tidak masuk akal.
Jika karena hubungan suku yang tidak baik, kenapa keduanya yang harus menanggung?
Tūtānekai dan Hinemoa saling mencintai. Mereka bertekad hidup bersama selamanya. Hidup baru di tempat lain akan memberikan kebahagiaan bagi keduanya tanpa harus menjatuhkan benteng pertahanan kedua suku yang masih sama-sama tinggi dan tebal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top