Kecurigaan Sobo dan Sofu
-Salsa PoV-
Aku bangun pagi hari seperti biasa. Fatih masih asyik tertidur di sampingku. Tubuhnya yang besar menjulang hingga tepi kasur satunya. Berbeda dengan tubuhku yang hanya memenuhi ¾ panjang kasur. Kutepuk pipi Fatih pelan. Berusaha membangunkannya. Ia tak bergeming. Masih asyik dengan alam mimpinya. Membuatku mendengus kesal dan pergi meninggalkannya.
Ini hari kedua aku bolos. Seharian aku hanya rumah. Handphone pemberian Fatih sepi. Tanda tak ada yang menyadari kalau yang kemaren menjadi istri Fatih adalah aku. Untuk sementara ini aku masih selamat. Senyumku mengembang setiap ingat lelaki kemarin. Rangga yang gagah menari-nari di pikiranku.
"Sal, itu masakan kamu gosong" Teriak Fatih panik. Aku gelagapan segera melihat ke arah kompor. Takut masakanku gosong. Dan benar, masakanku sudah gosong. Segera saja kumatikan kompor dan mendesah kesal. Rangga yang bala.
"Kamu kenapa sih? Tumben hari ini bengong terus gitu. Tapi senyum-senyum gitu. Aku baru tahu kalau orang bengong ada yang tipe sambil senyum-senyum. Mikirin apa?" Tanya Fatih lembut. Mikirin Rangga! Jawabku spontan dalam hati.
"Gak mikirin apa-apa kok." Aku segera mengambil masakanku dan memindahkannya ke plastik untuk dibuang. Menghiraukan Fatih yang masih menatapku dalam. Berusaha larut dalam kegiatan mencuci alat masak.
Lagu Endlessly – The Cab mengalun lembut. Aku asyik bersenandung sambil mencuci hingga lagu tersebut hilang. Tak lama, terdengar kembali. Berulang kali tetapi aku menghiraukannya. Siapa sih yang masang lagu itu doang? Kayak gak ada lagu lain saja. Ku lap tanganku ke celemek lalu menggantung celemek tersebut di dekat mini bar.
"Kamu kenapa gak mau ngangkat telepon dari rumah? Daritadi handphone kamu bunyi terus. Dari rumah tulisannya." Aku mengerutkan kening bingung. Sejak kapan handphoneku berbunyi? Fatih memberikan handphone mahal yang mengeluarkan lagu Endlessly ke arahku. Handphone baru milikku itu ringtonenya Endlessly?
"Halo?"
"Salsa, kamu sudah menikah? Kenapa gak ngabarin Mama?" Suara lembut Mama segera terdengar dari arah telepon. Aku bisa menangkap nada kecewa sekaligus sedih Mama. Aku tak mampu menjawabnya. Hening menyelimuti sekelilingku. Bahkan suara Mama tak terdengar lagi. Aku hanya menatap Fatih yang duduk di bangku mini bar sambil memerhatikanku dalam diam. Maafin Salsa ya, Ma. Salsa gak bisa ngomong apa-apa sekarang.
Setelah sekian menit Mama menutup teleponnya, aku baru tersadar. Kulangkahkan kakiku ke kamar. Tak berminat melanjutkan pekerjaan rumah ataupun makan. Padahal sekarang sudah jam makan malam. Kurebahkan tubuhku di kasur. Pikiranku asyik melayang-layang ke segala arah. Bayangan Mama yang menangis membuatku sesak. Aku memang anak durhaka.
Kasurku mulai bergoyang pelan. Perlahan, tangan kokoh Fatih melingkar lembut di perutku. Dadanya yang bidang menempel pada punggungku. Aroma tubuhnya tercium lagi. lemon campur mint yang sangat menyegarkan pikiranku lagi. Fatih diam seribu bahasa. Tak menanyakanku apapun. Aku juga diam. Tak berminat untuk menceritakan masalah pribadi ke dirinya.
"Maafin aku ya Sal. Maaf banget." Ucap Fatih lirih. Kuputar tubuhku menghadap dirinya. Menatap wajahnya yang menatapku lembut.
"Maaf kenapa?" Tanyaku bingung. Tapi tak ada jawabannya. Fatih hanya menatapku dalam. Dalam keadaan seperti ini, aku dapat membaca wajahnya yang mnyiratkan kalau ia tak mau bercerita.
"Fatih, Salsa, coba kemari deh. Lihat, kalian masuk tv." Teriak Jaddatun dari ruang keluarga. Aku dan Fatih yang masih saling tatap reflek menengok ke arah pintu.
Kami berjalan beriringan ke arah ruang keluarga. Sofu dan Sobo asyik menatap tv bersama Jaddu dan Jaddatun. Kuperhatikan siaran tv yang sedang mereka tonton. Berita olahraga. Keringat sebesar biji jagung keluar. Kemarin aku dan Fatih izin ke mereka untuk berenang bareng bukan ke pertandingan basket. Gimana ini...
"Romantisnya Cucu Jaddatun. Jadi ingat saat Jaddatun masih muda." Jaddatun tertawa renyah. Bisa dibilang, Jaddatun lebih terlihat seperti Eyang Gaul dibanding Nenek Alim Dari Arab. Jaddu juga malah memeluk mesra Jaddatun. Serasa lihat drama arab. Tapi pemerannya versi tua.
"Kalian bukannya berenang ya kemarin?" Tanya Sobo memincingkan mata ke arah kami. Aku meneguk air liur susah payah. Fatih hanya terkekeh santai.
"Abis basket, aku sama Salsa berenang kok. Iya kan Sal?" Tanya Fatih santai. Kenyataannya, aku hanya menyiram baju renang dan dalaman kami dengan botol mineral 1 Liter selepas pertandingan. Sobo hanya mengangguk.
"Wah, pasti kalian lelah sekali. Terlebih Fatih. Bukannya Fatih punya Asma dari lahir ya?" Gantian Sofu yang bertanya pertanyaan jebakan yang membuat kepalaku pusing.
"Kan Fatih bawa inhaler, Sofu. Kalau asma, tinggal pakai inhaler. Benar kan Sal?" Tanya Fatih meminta dukungan.
"Eh? Iya... benar." Jawabku takut-takut.. aku takut kalau ketahuan berbohong. Tapi sofu mengangguk juga dan melanjutkan menonton. Kutatap siaran tv tersebut. Menatap Rangga Bala yang sangat gagah dan tampan di sana.
Masih asyik menatap Rangga di TV, tanganku sudah ditarik Fatih ke kamar. Dengan menyembunyikan raut kecewa, aku berjalan mengikuti dirinya. Aku baru menyadari kalau Fatih masih memakai kaos semalam. Tanda dia belum mandi seharian. Ditambah bayangan dirinya memeluk badanku terputar lagi. Sial, aku dipeluk orang yang belum mandi seharian dan aku masih bisa menikmati bau tubuhnya.
"Kamu ganti baju gih. Aku mau mandi. Abis ini kita makan di luar ya? Di warung pecel depan komplek saja. Gapapa kan?" Fatih menatapku lurus. Kuberi dia isyarat tak apa. Ia tersenyum lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan aku cepat-cepat berganti pakaian sebelum Fatih keluar.
Saat asyik mengepang rambut, Fatih keluar dengan handuk yang meilit pinggangnya. Ia berjalan ke arah lemari. Mengambil beberapa pakaian lalu masuk ke dalam kamar mandi lagi. aku hanya menggelengkan kepala. Ia terkadang tampak seperti robot kuno yang enggan melakukan kesalahan hingga bertanya sebelum melakukan tugasnya. Tapi terkadang ia menjadi jahil dengan nada suara yang sangat menyebalkan. Terkadang pula ia menjadi makhluk paling cuek seperti tadi. Aku duduk di sini lihat semua tubuhnya yang terekspos kecuali pinggang sampai setengah paha ya.
"Ayo Sal, berangkat." Kutolehkan kepalaku ke arah Fatih. Ia memakai celana jeans sedengkulnya dan kaos dombrong. Aku tertawa menyadari kaos dombrong miliknya bergambarkan Spongebob. Siapa sangka orang setua ini masih menyukai Spongebob?
"Sal, kamu kenapa ketawa?"Tanya Fatih polos. Ya ampun, dia ini polos atau terlampau cuek sih?
"Itu kamu pakai baju spongebob. Gak ingat umur banget jadi orang."Tawaku masih berlanjut. Hingga ucapannya selanjutnya membuatku diam.
"Padahal aku pakai baju spongebob soalnya kamu pakai baju patrick." Sialan banget memang. Aku beneran mati kutu dengan ucapannya. Aku tadi jujur hanya asal mengambil kaos karena tadi dia hanya mengajakku ke depan komplek.
Fatih menggandeng tanganku. Kami berjalan kaki ke depan komplek. Permintaan dariku. Karena menurutku rumah ini dengan gerbang komplek tak begitu jauh. Kalau naik kendaraan bermotor hanya menambah polusi di Jakarta yang sudah banyak polusinya.
Ia duduk di sampingku setelah dirinya memesankan makanan untuk kami. Kami berbincang sedikit sambil menunggu makanan kami datang. Aku baru tahu tentang tim basketnya serta kuliahnya. Sebentar lagi bisa korek tentang Rangga nih...
Makanan datang disaat yang tidak tepat. Disaat aku ingin mengorek tentang Rangga. Kuhela nafas kecewa dan segera melahap makanan di depanku. Makanan di depanku ternyata enak juga. Gak jadi kecewa deh. Memang mendingan makan.
"Permisi Mas, Mbak" Suara bariton dari lelaki yang sedang berdiri di depanku membuatku mendongak. Melihat wajahnya. Ternyata pengamen yang hendak bernyanyi. Aku melanjutkan makan. Tak memedulikan sang pengamen. Berbanding terbalik dengan Fatih yang membisikan sesuatu lalu memberikan selembar uang berwarna biru. 50 ribu. Salah kasih apa ya Fatih?
"saat ku tenggelam dalam sendu
Waktupun enggan untuk berlalu
Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku
Entah untuk siapapun itu
Semakin ku lihat masa lalu semakin hatiku tak menentu
Tetapi satu sinar terangi jiwaku
Saat ku melihat senyummu
Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kaulah yang terbaik untukku
Kini ku ingin hentikan waktu
Bila kau berada di dekatku
Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku
Kan ku petik satu untukmu
Kaulah yang terbaik untukku
Ku percayakan seluruh hatiku padamu
Kasihku satu janjiku kaulah yang terakhir bagiku"
(Lebih Indah – Adera)
pengamen itu menyanyikan lagu di depanku sambil menggerakan tubuh mengikuti irama. Sepertinya pengamen tersebut disuruh Fatih. Kulirik Fatih yang hanya menatapku sambil tersenyum lembut. Semua gadis lagi-lagi menatapku iri. Sialan memang Fatih. Tapi tak ayal, jantungku berdebar cepat juga karena tindakannya. Mungkin efek pelukannya. Gak, aku bukan cewek murahan.
Halo! Kebetulan besok libur dan author sudah lepas sepenuhnya dari tanggungjawab kegiatan. Diusahakan update cepat kalau tidak sedang mager. Kalau mager ya gini jadinya. 2 bulan baru ngepost hehe. Authornya masih labil unyu unyu sih~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top