BEFUDDLES || 37
Anyeoong
Maap baru update, biasa anak-anak agak rewel hehehe.
Happy reading!
***
Karena supir pribadi Hengkara sedang pergi bersama Radhit juga Arunika sejak kemarin, hari ini, Winter harus mengantar adik-adik kembarnya. Bukan hanya Erfan dan Erhan, melainkan juga Summer dan Snowy.
Maka di sinilah anak-anak Hengkara sekarang, duduk di meja makan sedang sibuk menghabiskan kudapan. Jam menunjukkan pukul enam, ketika mereka bersamaan meneguk susu yang mbak hidangkan.
Mereka memang bersiap-siap lebih awal dari biasanya, karena harus lebih dulu mengantar adik kecil mereka, walaupun satu arah, tetapi sekolah Erhan dan Erfan jaraknya lebih jauh sehingga mereka harus putar balik lagi untuk menuju Saditantra.
"Win, gue bareng Aghas aja, lah. Pakai motor," usul Snowy.
Namun Winter langsung menolak dengan gelengan kepala. "Pergi sama gue."
Snowy mencebik, Winter memang baik, tetapi sebenarnya cowok itu cukup keras kepala. Sekali A tetap A. Jikapun berubah, Snowy perlu usaha keras, seperti misalnya menangis. Tetapi karena dia sudah tampil cantik, dia tentu tidak mau membuat make up nya berantakan oleh air mata.
"Wiiiiiin."
"Nggak Princess."
"Wiiiiiiin."
"Ck, Aghas aja yang bareng kita!" putus Winter.
Senyum Snowy terbit, dia bangkit dari duduknya lalu mendekat pada Winter dan mencium pipi cowok itu. "Makasih! Gue ke kasih tahu Aghas dulu!" Gadis itu berlari kecil menuju kamarnya entah untuk apa.
Sementara di luar rumahnya, Aghas baru saja selesai memakai sepatu sembari menghangatkan mesin motornya. Ketika dia membuka gerbang untuk mengeluarkan kendaraan beroda dua itu, mata Aghas mendadak memicing tajam saat melihat Reifan baru saja tiba di depan gerbang rumah pacarnya.
Dedemit sialan, untuk apa Reifan datang lagi ke rumah Snowy? Kemarin cowok itu juga datang ke rumah pacarnya, tetapi dengan tujuan jelas yakni untuk latihan menyiapkan band dadakan mereka untuk tampil di pembukaan pensi.
Berjalan mendekat pada cowok itu, Aghas lalu berhenti tepat di belakang motor Reifan. Reifan yang sedang berusaha membuka helm mendadak merinding merasakan aura dingin yang entah mucul dari mana, cowok itu menegakkan badan lalu meraba lehernya sendiri, bulu kuduknya bahkan berdiri saking merindingnya.
Menoleh ke belakang dari balik bahu, Reifan terkejut mendapati Aghas sedang memolotinya di belakang sana. Pantas saja merinding, ternyata ada seorang jin. "Ngapain lo?!" Reifan bertanya ketus.
Aghas mendengkus, dia meneliti Reifan dari atas sampai bawah, bawah ke atas, dari samping kiri ke kanan, dan kanan ke kiri. Hell. Reifan tidak apa-apa di banding dirinya. Reifan kalah jauh!
Melihat Aghas berputar-putar mengelilinginya, Reifan memutar bola mata. "Lo kayak hiu," katanya jengah. "Ngapain sih?!"
Aghas berhenti di depan motor Reifan, melipat tangan di dada, tatapannya yang datar menghunus tepat dimata Reifan. "Apa aja effort lo selama pacaran sama cewek gue?" tanya Aghas. "Dulu." Dia mengimbuhi lagi.
"Kepo lo!"
"Lo pernah bikinin dia mie indomie buat cewek gue tengah malam jam dua?" tanya Aghas.
Reifan diam, tidak, dia tidak pernah.
"Lo pernah beliin susu hamil sampai empat kotak buat cewek gue?"
"What?!" Reifan melotot, woy! Jangan bilang Snowy hamidun?!
Aghas melengos. "Lo nggak pernah, kan, tidur bareng abang kembarnya cewek gue?"
Reifan berdecih. "Gue tahu Snowy cewek lo! jangan di sebut berulang kali juga keleeess!"
Aghas mendengkus. "Lo pernah di minta Winter beli pembalut buat cewek gue?"
"Lo gila!"
"Lo pasti nggak pernah di tanyain Summer cara nembak cewek, kan?" tebak Aghas. Dia tersenyum miring saat Reifan hanya diam. "Gue pernah ngelakuin semuanya!" ujarnya bangga.
Reifan melongo. "Lo bangga jadi babu mereka?"
Sialan!"
Aghas menendang ban motor Reifan. "Bukan babu, tapi gue bisa di andalin mereka, nggak kayak lo!" sembur Aghas.
Bibir Reifan berkedut, ini kenapa dah, pagi-pagi Aghas ngamuk nggak jelas? Batinnya.
Aghas hendak bersuara lagi, namun urung ketika dia merasakan pelukan dari seseorang di belakangnya. "Morning my Snowman."
Reifan mengetatkan rahang, cemburu rasanya melihat Snowy begitu menempel pada Aghas.
Aghas menarik Snowy untuk dia hadapkan dengannya. Tangan besarnya terulur, merabai pipi gadis itu sepelan mungkin, astaga, dia rindu sekali pada Snowy. Biasanya setiap pagi, dia selalu membangunkan Snowy untuk mandi, tetapi pagi ini berbeda, Snowy tidak ada di kamarnya. "Morning, princesss."
Snowy mengerjap, "A-apa?" Woy! Dia tidak salah dengar, kan? Tadi Aghas menyebutnya princess, kan?
Aghas mendengkus geli. "Ayok berangkat." Dia menggengam tangan mungil Snowy, menariknya, namun Snowy bergeming di tempat. "Ayoookk."
"Tadi panggil gue apa Aghaaaassss."
"Nggak ada."
"Ish Aghas ah!" Snowy mencebik.
Aghas menghela napas. "Ayok cepet sayang, nanti telat."
Woy! Woy!
Kaki Snowy lemas, hampir mleyot kalau saja Aghas tidak segera merengkuh pinggangnya. "Kenapa, sih?"
"Mleyot di panggil sayang," jelas Snowy lemas.
Aghas terkekeh, membenarkan posisi berdiri Snowy, cowok itu mengacak rambutnya sekilas. "Ayok."
"Kita pakai mobil," kata Snowy.
"Mobil? Oke, gue keluarin—"
"Pakai mobil Papi gue, anterin upin ipin sekalian. Winter nggak kasih ijin gue di bonceng motor."
Aghas memutar bola mata lalu berjalan menuju rumah Snowy, menemukan Winter sedang duduk membungkuk memakai sepatu. " Snowy sama gue."
"Bareng aja."
"Nggak."
"Ya udah, gue nggak kasih ijin berangkat bareng." Winter menyahut tidak begitu peduli.
"Snowy pasti ngebangkang—"
"Reifan nggak pernah ajarin adik gue ngebang—"
"Reifan, Reifan, Reifan mata lo!" Aghas menyela sebal. "Dia emang nggak pernah ajarain adik lo ngebangkang, tapi dia nyakitin adek lo sampai nangis."
Winter terdiam. Sialan, benar juga.
Gawat, nama Reifan tidak lagi berguna untuk membuat Aghas menurut. Pikir Winter. Cowok itu mendengkus, melempar kunci yang langsung Aghas tangkap. "Berangkat bareng, keluarin mobilnya, lo yang nyetir."
"Lo pikir gue sudi, lo berangk—"
"Rei! Bawa Snowy berangkat sama lo gue kas—"
"WINTER BANGSAT!" Aghas menggerutu, berjalan menuju garasi, dia menekan kunci dan mobil Alphard putih yang terparkir gagah berbunyi. Aghas masuk ke sana, menyalakan mesin untuk menghangatkannya.
Winter mendengkus geli melihat kelakuan Aghas itu, dia kemudin melirik Snowy yang berlari kecil untuk ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kemudi.
Summer keluar dari rumah, memutar-mutar kunci motor di telunjuknya. "Win! Gue berangkat dul—"
"Masuk!" Winter menarik kerah Summer menuju mobil, memasukkan kembarannya itu dengan sadis. Erhan dan Erfan tidak banyak tingkah, dua bocil itu duduk manis di bagian tengah sementara Summer di pojok belakang.
"Win." Reifan masuk dan mendekat masih memakai helm. "Kalian berangkat pakai mobil?"
"Heem."
"Gue nebeng aj—"
"WINTER MASUK ATAU GUE TABRAK!" Aghas menekan klakson kuat-kuat.
Winter mendengkus, menatap Reifan. "Rei, gue masih pengen hidup. Sorry nggak bisa bawa lo." Karena kalau sampai Reifan ikut masuk ke dalam mobil, bisa Winter pastikan, alih-alih sampai sekolah, mereka mungkin sampai di rumah sakit.
Mereka akhirnya berangkat mengantarkan Erhan dan Erfan. Saat sampai Snowy sempat turun di SMP itu di temani Aghas. Gadis itu jajan telur gulung juga batagor.
"Duduk di belakang, gue yang nyetir."
Aghas dan Snowy akhirnya duduk di kursi tengah sementara Winter menyetir dan Summer duduk di samping kemudi. "Mau?" Snowy menawarkan jajanannya, Aghas menggeleng sebagai jawaban, lalu tersenyum geli ketika Snowy dengan rakus menghabiskan jajanan itu.
"Jangan rusuh, nggak ada yang bakal rebut makanan lo," peringat Aghas, cowok itu menyeka ujung bibir Snowy yang kotor oleh bumbu batagornya.
Hal itu tidak luput dari perhatian Summer, cowok berwajah tampan dan lucu itu tersenyum bodoh melihat kemesaraan Snowy dan Aghas. "Lo sayang banget ya sama adek gue?" tanyanya.
Aghas diam saja sementara Snowy menunggu jawaban. Winter mendengkus diam-diam, lalu teringat kejadian kemarin saat Aghas mendorong Liona ke kolam renang. Winter mengintip kejadian itu di jendela, dan jujur saja dia cukup terkejut bahwa Aghas melakukannya.
Tidak ada yang tahu kejadian itu kecuali Winter dan Aghas. dan Winter tidak akan memberitahu Snowy, karena adiknya itu pasti akan semakin nekat untuk di nikahi Aghas.
"Pasti lo sayang banget, sampai-sampai sering ngereog kalau kita bawa-bawa nama Reifan," celetuk Summer menyimpulkan sendiri.
Aghas memutar bola mata, Summer itu wajahnya terbilang kaku, siapa sangka cowok itu cerewet dan kekanakan. Cukup kekanakan sampai Aghas rasanya ingin menendang cowok tengil itu.
Snowy menopang dagu, menanti jawaban Aghas, tetapi cowok itu diam saja.
Cukup Aghas yang tahu seberapa besar rasanya untuk Snowy, toh tanpa mengatakan apapun, orang lain bisa melihat besarnya rasa itu.
Memang benar adanya bahwa Aghas cemburu ketika nama Reifan sering di sebut, dia tidak ingin kalah saing karena dia sudah berjanji pada Hazel juga Shaga, bahwa dia akan melakukan dan menjadi yang terbaik bagi Snowy.
Aghas ingin membuat Snowy sepenuhnya melupakan Reifan dan itu artinya dia harus bisa lebih baik dari Reifan. Dan Aghas sedang berusaha melakukan itu.
Dia ingin menjadi orang yang bisa di andalkan, dia ingin Snowy bergantung padanya pada saat-saat gadis itu sedang rapuh dan sedih. Aghas ingin menjadi tempat Snowy menceritakan semua hal padanya, manis dan pahit, di saat gadis itu tidak bisa menceritakannya pada orang lain bahkan pada keluarganya sendiri.
"Win! Awas! Banting kanan!" Summer memekik kaget saat sebuah motor di belakangnya terlihat akan menyalip dari kiri dengan kecepatan tinggi bertepatan dengan mobil yang Winter kendarai hendak berbelok ke arah yang sama.
"Bangsat!" Winter mengumpat, membanting stir kemudi ke kanan demi menghindari motor itu, namun siapa sangka, bahwa mobilnya malah menyenggol pengendara sepeda di samping kanan sampai si pengendara terjatuh.
"Anjir lo nabrak Win!" Summer kaget, sementara Snowy dan Aghas sudah bersiap untuk keluar dan turun.
"AAAAAAAAA TOLONG RUBY!" Snowy melotot saat melihat pengendara yang terjatuh itu ternyata si anak baru di Sekolahnya. Gadis itu terkapar di jalan dengan sepeda menimpa tubuh mungilnya.
"Eh Biru!" Snowy menyingkirkan sepeda pink itu, jadi kaget sendiri saat sepedanya patah terbagi dua. "Waduh putus sepedanya!"
Snowy lempar sepeda itu lalu membantu Ruby berdiri. "Biru lo nggak kenapa-napa?"
Ruby mencebik menahan sakit. "Aaaaaa nama Ruby bukan Biru tapi Ruby."
"Ah iya, Ruby." Snowy meringis.
"Ah pantat Ruby sakit kak Princess." Ruby menahan tangis, menggosok pantat dengan tangan kecilnya. "Huaaaa sepeda Ruby!" Dia lalu memekik ketika melihat sepedanya teronggok mengenaskan.
Winter dan Summer baru ikut turun, bukannya mengecek keadaan orang yang ia tabrak, Winter malah mengecek keadaan badan mobil Alphard papinya. "Fuck!" Dia mengumpat, melihat goresan cukup panjang di sepanjang badan mobil.
Melihat Winter yang baru saja turun dari kursi kemudi, Ruby segera mengambil sepedanya yang patah. Dia menghampiri Winter sambil membawa sepeda kehadapan cowok tersebut. "KAKAK TANGGUNG JAWAB SI KOKOM PATAH! HUAAA!"
***
Jadwal mata pelajaran terakhir di hari Senin kelas Snowy adalah PJOK alias Penjaskes alias olahraga. Pak Jeremy selaku guru mata pelajaran itu kebetulan berkehalangan untuk hadir, jadi, kelas Snowy kosong tanpa guru.
Mereka hanya di beri tugas yang cukup mudah yakni menggambar lapangan sepak bola, dan tugas itu sudah selesai Snowy kerjakan sepuluh menit lalu.
Omong-omong, Snowy sudah tidak satu bangku lagi dengan Stasia sejak hari di mana mereka bertengkar, gadis itu pindah bangku ke barisan paling ujung dekat pintu sementara Snowy di ujung dekat meja guru.
Dan waw, kebetulan sekali Stasia kini sedang berjalan kearahnya dengan tatapan hangat. "Princess."
Snowy melirik tanpa minat, hatinya berdesir mendengar Stasia menyapanya hangat. Di antara Sherin, Stasia dan Sahara. Memang dengan Stasia lah Snowy paling dekat.
Selain mereka satu kelas dan sebangku, Snowy juga merasa mereka satu frekuensi. Belum lagi dengan Stasia yang gencar mendekati abangnya Winter, hal itu menjadi alasan dia dan Stasia sangat dekat.
Snowy masih diam, menatap Stasia yang bergelagat salah tingkah. Namun agaknya Stasia paham, bahwa Snowy sedang mengajukan pertanyaan. "Mm, ada yang mau gue bicarain," kata gadis itu. "Maksudnya gue, Sherin sama Sahara juga. Kita mau bicara."
"Bicara aja." Snowy menanggapi dingin.
"Bisa bicara di luar? Di sini agak berisik."
Snowy melirik jam di tangannya, lima belas menit lagi bel pulang berbunyi, sepertinya tidak masalah kalau harus berbicara dulu dengan Stasia.
Tanpa mengatakan apapun, Snowy keluar dari mejanya. Dia berjalan duluan keluar di ikuti Stasia di belakang.
Snowy berdiri di dekat pilar, dia melipat tangan di bawah dada lalu melirik Stasia yang baru bergabung dengannya. "Waktu lo cuma sepeluh menit buat bicara."
Stasia mengangguk. "Gue to the point aja. Gue mau minta maaf sama lo."
"Maaf?"
"Maaf karena gagal bawa team dance sekolah kita jadi juara satu."
Snowy tersenyum miring, dia pikir Stasia akan meminta maaf atas kesalahan dia dan dua teman lainnya. Tapi ternyata bukan.
"Gue bukan anggota dance lagi, gue nggak peduli sedikitpun," ucap Snowy. "Ada hal lain? Gue—"
"Bentar." Stasia merogoh saku roknya, mengeluarkan ponsel dari sana. "Halo Sher— hah? Lo di mana?!" Suara Stasia terdengar panik, Snowy mengkerut kening mendengar itu. "APA?! OKE GUE KE SANA!"
Snowy melengos, hendak pergi dari sana tetapi pergelangan tangannya di cekal. "Apa?" tanyanya sinis.
"Gue boleh minta tolong, please?"
"Nggak. Gue nggak sudi nol—"
"Sherin di gudang belakang, di kurung Adit! Please Snow, sekali aja. Kasihan dia, gue takut dia di lecehin kayak lo sama Adit."
"Lo aja ke sana!" Snowy berbalik badan namun lagi-lagi Stasia menarik tangannya.
"Gue mau lapor keamanan sekalian minta kunci serep gudang, please Snow gue minta tolong, ya?" Stasia lalu berlari panik meninggalkam Snowy yang mengumpat di tempat.
"Sialan! Kenapa harus gue?!" Gadis itu kemudian jalan menuju gudang belakang, letaknya dekat dengan lapangan olahraga, lapang basket, lapang voli juga kolam renang.
Awalnya dia berjalan santai, namun rasa cemas mulai menguasai hati Snowy membuat langkahnya kian cepat dan lebar. Gadis itu berpapasan dengan beberapa murid yang mulai keluar dari kelas karena bel baru saja berbunyi.
Snowy sampai di gudang, dia mengintip jendela. Gelap, tidak terlihat apapun di sana. "Sherin! Sher!"
Penasaran, Snowy tendang pintu itu dan ternyata terbuka. Dia masuk ke dalam lalu terkejut ketika tangannya di tarik paksa.
"Sher!"
"Snowy, ikut gue. Kita sembunyi di tempat aman. Adit ngejar gue!" Sekuat tenaganya Sherin menarik Snowy.
Panik, membuat Snowy tidak bisa berpikir apa-apa dan mengikuti langkah Sherin karena sejujurnya, dia pun takut pada Adit. Trauma, dia masih ingat bagaimana kasarnya cowok itu memaki dan memperlakukannya.
Kedua gadis itu berjalan semakin ke belakang, sampai akhirnya mereka berhenti. Tepat di pintu masuk kolam renang.
Snowy menahan napas mendengar riak air di dalam sana. "Kayaknya Adit nggak ngejar ke sini. Kita balik ke depan aja, Adit nggak mungkin kejar kalau lagi banyak or—"
GREP!
Snowy menunduk ke bawah, langsung berontak ketika sepasang kakinya berhasil Stasia borgol. "Brengsek!" Snowy mengumpat, dia terlalu banyak bergerak sampai hilang keseimbangan dan terjatuh.
Sherin tertawa. "Adit emang nggak ngejar, dia kan nggak ada di sini sayang. Dia udah di DO dari minggu kemrin."
Sialan!
"Lepasin!" Snowy bergerak, mencoba berdiri tetapi dengan mudahnya Stasia mendorong bahu Snowy sampai gadis itu jatuh lagi.
Kesempatan itu di gunakan Stasia untuk menginjak dada Snowy kuat. "Tutup mulutnya Sher."
Dengan senyum senang, Sherin memotong lakban hitam sepanjang jengkal tangan. Dia lalu menutup mulut Snowy. "Beres, seret sekarang!" Sherin menyeret kaki kiri Snowy sementara Stasia kaki kanannya, dengan tidak berperasaan kedua gadis itu menarik Snowy untuk masuk area kolam.
Snowy meronta, berusaha meraih pintu agar badannya tidak tertarik. Namun, dia kalah sampai akhirnya dia menyerah. Dia menjerit, walau tahu mulutnya terbungkam.
Matanya menatap nanar pada Stasia juga Sherin yang tertawa senang melihat Snowy ketakutan. Badan Snowy rasanya hilang tenaga, sakit di mana-mana, riak air yang semakin jelas suaranya membuat gadis itu menutup mata ketakutan.
Snowy hanya mampu menjerit meminta tolong pada Radhit di dalam hati.
"Woy! Jangan dulu mewek! Kita belum apa-apain lo!" Stasia tertawa mengejek, lalu dia menggerling pada Sahara yang sudah ada di dalam kolam. "Sar, ini anak songong enaknya langsung di buang kesitu atau di ayun-ayun dulu supaya senang?"
"Mm, kayaknya di ayun-ayun dulu kali ya, biar kita bisa lihat wajah takutnya!" sahut Sahara semangat.
Sherin beralih posisi, dia berputar ke kepala Snowy lalu memegangi kedua tangan gadis itu lalu memasang borgol di sana. Sementara Stasia sudah siap memegangi sepasang kakinya. "Snowy! buka mata lo!" sentaknya kesal. "Snowy! buka mata lo atau gue buang lo ke kolam renang."
Snowy membuka mata, pening langsung menyerang saat dia melihat langit biru masih bercahayakan matahari.
"Ayok Sher, ayun-ayun!"
Snowy meronta, tapi usahanya tidak menghasilkan apa-apa.
Sherin dan Stasia mulai bergerak, mengayunkan badan Snowy ke depan menuju kolam, lalu menariknya ke belakang, ke depan lagi lalu ke belakang lagi. Terus seperti itu, sampai Snowy merasa mual.
Adegan itu persis seperti sepasang orang tua yang tengah mengerjai anaknya yang takut air kolam. Bedanya mereka bercanda, sementara Sherin dan Stasia sepertinya serius ingin membangkitkan trauma.
"Hahahahaaaa...." Mereka tertawa senang acap kali Snowy meronta ketika merasakan badannya hendak di ceburkan.
"Udah girls! Waktunya ceburin dia!" titah Sahara.
Sherin dan Stasia mengangguk. "Satu ... dua ... tiga...."
BYAAR!
Mereka lempar Snowy pada kolam sedalam dua meter, gadis malang yang kaki dan tanganya terborgol juga mulutnya terbungkam itu bergerak acak namun gerakannya hanya memperparah keadaan.
Snowy tenggelam, lalu Sahara menjambak rambutnya dan menarik kepala Snowy ke permukaan. "Senang Snowy?"
Snowy baru menarik napas sedetik namun kemudian Sahara menekan kepalanya lagi ke bawah sampai Snowy tenggelam ke dalam.
Tiga detik. Sahara baru menarik kepalanya lagi lalu ketiganya tertawa melihat wajah Snowy merah dan air matanya keluar deras. "Teriak ampun dulu, baru gue lepasin."
Mana mungkin bisa, mulut Snowy tertutup rapat.
"Nggak mau minta ampun, okey, gue tenggelamin lagi." Sahara menekan kepala gadis itu lagi lalu membiarkannya tenggelam lebih lama.
Di selasar sekolah, Aghas berjalan cepat menuju kelas Snowy sambil memegangi ponsel di telinganya. Sudah dua kali dia menelepon gadis itu tetapi berujung tak terjawab.
Aghas berlari, perasaannya mulai tidak enak. Saat dia sampai di kelas Snowy, hanya ada beberapa siswi di dalamnya dan tas Snowy yang tergeletak di meja. "Snowy mana?" tanya Aghas.
"Snowy?"
"IYA SNOWY! LO BUDEG?!"
Siswi itu ketakutan, namun tak urung menjawab walau gelagapan. "T-tadi keluar sama Stasia."
"Anjing!" Aghas mengumpat, pikirannya langsung tertuju pada satu orang.
Liona.
Dia berlari sekencang mungkin menuju kelas gadis itu, saat sampai di sana Aghas langsung masuk. Dia dapati Liona yang tengah membereskan bukunya.
Aghas maju, begitu saja mendorong Liona sampai gadis itu terpojok di dinding. "Mana cewek gue?"
Liona yang masih terkejut atas perlakuan kasar Aghas, hanya mampu mengerjap membuat kesabaran Aghas lenyap. "DI MANA LO SEMBUNYIIN CEWEK GUE ANJING?!" Aghas mencekik leher Liona, tidak peduli bahwa kini banyak siswi yang menjerit takut karena ulahnya. "Lo jawab, atau gue bunuh lo sekarang juga!" Aghas menekan leher Liona semakin kuat sampai kuku cowok itu menusuk kulit lehernya.
Melihat Liona yang hendak bersuara, Aghas longgarkan cekikannya. "K-kolam renang." Liona terbatuk hebat sementara Aghas langsung berlari tanpa peduli bahwa kini Liona meluruhkan badan dan gemetar ketakutan.
Cowok itu berlari seperti orang kesetanan, beberapa kali menabrak orang namun larinya tak pernah berhenti. Badannya gemetar, cemas dan takut mulai terbentuk di dalam hatinya.
Kolam renang adalah satu-satunya tempat yang Snowy takuti selain neraka.
Sialan! Aghas tidak akan memberikan ampun pada siapapun yang mencelakai gadis itu.
"Ghas! Ke mana?!" Winter dan Summer menghadang jalannya.
"Snowy, kolam renang." Aghas menjawab semampunya.
"Bangsat!" Ketiga cowok itu berlari, menarik perhatian banyak murid bahkan sebagian mengikuti ketiga cowok itu.
Aghas lah yang paling cepat berlari hingga dia sampai duluan, begitu masuk, kakinya langsung lemas tak bertenaga melihat seorang gadis meringkuk lemas tak sadarkan diri di sisi kolam. Keadannya terlihat mengenaskan, tangan dan kaki terborgol sementara mulutnya terbekap.
Aghas menyeret kakinya dengan sisa tenaga, dia sampai dan langsung memeluk erat gadis itu. Tangisnya pecah melihat wajah Snowy terlampau pucat dengan bibir keunguan. "BANGUN SNOWY!"
***
Bersambung...
Pren aku update lagi kalau dari bab 02 sampai bab 34 votenya sampai 4K yaa.
Atau nggak bisa di ganti target komen 15K 🤣
Papaaayy 🥰🫶🏼
29 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top