Chapter 25 (Ending) - Myristika dan Michelia Alba
Barbie and The Legend of Erythrina
C H A P T E R 25 (E N D I N G)
***
Tanpa memedulikan apa pun, Michelia Alba langsung mengarahkan laju kudanya agar berlari lurus ke arah Myristi. Beberapa kali wanita itu melepaskan sihir hitamnya, membuat satu gadis dari pasukan Erythrina tumbang.
Myristi yang melihat kuda Michelia Alba sedang melaju lurus ke arah dirinya tahu bahwa saat itu akan tiba. Ia tidak akan bisa menghindari hal ini. Myristi menebaskan pedangnya ke tubuh salah seorang gadis dari pasukan Michelia Alba sebelum memfokuskan diri kepada wanita yang sekarang telah berada di hadapannya.
Michelia Alba turun dari atas kudanya. Myristi pun melihat ke arah Arcturus.
“Pergilah, Arcturus. Bantu yang lainnya. Aku akan menghadapi wanita itu dengan diriku sendiri,” perintah Myristi kepada kuda jantan hitam itu.
“Berjuanglah. Restuku selalu bersamamu,” balas Arcturus sebelum berlari menjauhi Myristi.
Setelah Myristi sudah tidak lagi melihat Arcturus, ia kembali memusatkan pandang kepada Michelia Alba yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
“Akhirnya, kita bertemu di dalam perang yng sesungguhnya, Myristi,” ujar Michelia Alba diiringi dengan tatapan dinginnnya.
Myristi membalas Michelia Alba dengan tatapan yang sama tajamnya. “Cepat atau lambat, dalam perang atau tidak, aku memang harus menghadapimu, bukan?”
Michlia Alba tersenyun dan melepaskan sihir dalam satu lesatan cepat. Myristi yang cukup terkejut dengan apa yang baru saja Michelia Alba lakukan tidak sempat untuk melepaskan sihir balasan dan malah membelokkan arahnya. Sihir lesatan Michelia Alba menghantam sekumpulan pasukan dari kedua kubu yang sedang bertarung. Membuat semua yang terkena lesatan sihir itu hilang tidak berbekas.
“Kau!” seru Myristi marah.
“Refleks yang lumayan baik,” komentar Michelia Alba sambil masih memamerkan senyum sinisnya. “Bagaimana kalau yang ini?”
Michelia Alba kembali melepaskan sihir dari telapak tangannya. Kali ini Myristi sudah lebih siap untuk menerima serangan daripada tadi. Telapak tangan milik gadis berambut pirang itu langsung terangkat dan mengeluarkan sebuah cahaya keemasan. Membuat sihir yang dilesatkan oleh Michelia Alba langsung menghilang.
Melihat hal yang baru saja dilakukan Myristi, Michelia Alba berbalik dan langsung mengeluarkan pedang yang sejak tadi tersampir di bahu kudanya. Wanita itu mengarahkan bilah bermata dua itu ke arah Myristi.
“Kekuatanmu telah bertambah menjadi tiga kali lipat lebih kuat dari yang kulihat sebelumnya. Dan untuk mendapatkan kekuatan sebesar itu dalam waktu dua minggu adalah hal yang cukup mustahil. Sekalipun kau berlatih terus-menerus. Katakan padaku, apa yang telah mejadikanmu sekuat ini?” tanya Michelia Alba dengan suara yang dingin namun melenakan.
“Kau tidak perlu mengetahui dari mana aku mendapatkan kekuatan ini,” balas gadis itu.
Myristi maju dan menerjang ke arah Micheia Alba. Gadis itu menebaskan pedangnya yang dapat ditangkis dengan mudah oleh Michelia Alba. Myristi melakukan gerakan memutar dan menoba menyerang dari arah kiri. Ia mengayunkan pedang ke bagian tubuh Michelia Alba yang tidak terlindungi oleh baju zirah, namun lagi-lagi wanita itu dapat menangkis serangan yang diayangkan Myristi.
“Para leluhur Erythrina itu yang memberikannya padamu, bukan?” Michelia Alba tersenyum keika ia berhsil memunculkan raut kesal pada wajah Myristi. “Tak ada yang tidak kuketahui tentangmu, Gadis Muda.”
Myristi tidak mengatakan apa pun untuk membalas Michelia Alba. Dan sebagai jawabannya, gadis itu kembali maju untuk menyerang Michelia Alba. Keduanya kembali terlibat dalam pertarungan sengit. Pedang beradu dengan pedang. Sihir dibalas dengan sihir. Dan strategi dilawan dengan strategi. Kali ini Myristi cukup mampu untuk melawan Michelia Alba karena kekuatan yang diberikan oleh para leluhur kepadanya. Untuk menahan dan melukai Michelia Alba, gadis berambut pirang itu harus mengeluarkan banyak kekuatan.
Awalnya Myristi memang terlihat mampu mengimbangi kehebatan Michelia Alba dengan kekuatan barunya. Myristi tidak mudah untuk dilumpuhkan seperti pertemuan pertama mereka. Namun, ternyata hal itu tidak berlangsung lama. Michelia Alba tetaplah Michelia Alba. Wanita yang tidak akan dapat dengan mudah untuk dikalahkan. Kegesitan Myristi dalam bergerak mulai berkurang. Lengannya bahkan telah terkena goresan dari pedang Michelia Alba. Peluh mulai membanjiri wajah gadis muda itu.
Michelia Alba melarikan pandang pada gerhana yang hampir menutupi bulan dengan sempurna. Waktunya akan tiba. Puncak kekuatan dari semua penyihhir hitam akan segera berlangsung. Wanita itu kembali melanjutkan pertarungannya dengan Myristi. Dan memang tidak membutuhkan waktu lama bagi Michelia Alba untuk memimpin. Tinggal sedikit lagi dan ia akan berhasil untuk melumpuhkan Myristi.
Myristi yang juga dapat menangkap bayangan bulan yang hampir tertutup dengan sempurna langsung menyadari apa yang sedang dinantikan oleh wanita di depannya. Dan Myristi jelas tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Tidak ada cara lain. Aku harus melakukannya, batin Myristi.
Pikirkan baik-baik. Cara ini bisa membunuhmu.
Suara dari salah satu roh pendiri Erythrina entah bagaimana tiba-tiba saja berbicara di dalam pikirannya. Myristi kembali memandang ke arah Michelia Alba sambil berusaha mengatur napas.
Tidak ada cara lain. Hanya ini satu-satunya cara agar aku bia menghentikan wanita itu.
Jangan melewati batasanmu. Ini adalah kekuatan mahadahsyat. Tubuh fanamu akan langsung hangus menjadi debu begitu kau melepaskannya.
Myristi bergeming tidak membalas. Ia kembali berpikir dengan keras. Haruskah ia mengorbankan nyawanya sekarang juga? Tetapi, ketika Myristi mengedarkan pandangannya untuk menatap ke seluruh Padang Magellanic Iridium malam itu. Di mana ia melihat seluruh pasukan Erythrina yang telah berada di ambang kekalahan. Di mana mereka sudah tidak sanggup lagi untuk menahan serangan dari para pasukan Michelia Alba yang seperti tidak ada habisnya. Membuat Myristi tidak punya pilihan lain. Gadis itu harus melakukannya.
Tanpa berkomunikasi apa pun lagi dengan para roh, Myristi langsung memejamkan mata. Tangannya segera saja melakukan suau gerakan rumit. Batinnya merapalkan sebuah mantra yang entah bagaimana terekam jelas di dalam ingatannya. Dan ketika Myristi membuka mata untuk siap melepaskan kekuatan itu, waktu berhenti.
Waktu benar-benar berhenti.
Michelia Alba memberhentikan dan membekukan waktu.
Satu kekuatan sihir yang belum pernah Myristi lihat dilakukan oleh siapa pun. Gadis berambut pirang itu segera menatap netra kemerahan milik Michelia Alba dengan tajam.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Myristi.
“Jika aku kembali mencairkan waktu, maka kau akan hancur dengan sia-sia, Myristi.”
“Kalau kau ikut hancur bersamaku, maka tidak ada yang akan mati dengan sia-sia.”
Michelia Alba tersenyum. “Aku menyukai keberanianmu. Tetapi, sayangnya kau salah. Aku tidak akan hancur hanya karena kekuatan itu.” Melihat Myristi yang tidak membalas kata-katanya, Michelia Alba pun langsung melanjutkan. “Aku bertanya, Myristi. Mengapa kau harus mengorbankan nyawamu dengan sia-sia seperti itu, di saat kau bisa saja bergabung bersamaku?”
“Itu tidak akan pernah terjadi.”
“Tidakkah kau mengingat tentang apa yang pernah diktakan oleh Elena kepadamu? Kau tidak bisa menyatakan bahwa semua yang kulakukan adalah salah.” Dan ketika Myristi tidak mengucapkan sepatah kta pun untuk membalasnya, Michelia Alba pun melanjutkan. “Erythrina memang negeri yang besar dan menajubkan, aku mengakui hal itu. Sama seperi jutaan penduduk Erythrina, aku juga menyukai negeri ini. Tetapi, ada hal paling mendasar yang harus berubah dari negeri ini. Erythrina harus mengalami perubahan, dan itulah yang sedang kulakukan sekarang,” ucap Michelia Alba dengan suara sehalus beledu.
“Kau menginginkan perubahan dengan cara yang salah,” balas Myristi dengan masih sama tajamnya seperti tadi.
“Sekali lagi kutanyakan kepadamu, Myristi, siapakah makhluk paling benar yang dapat menentukan apa yang dilakukan oleh makhluk lainnya termasuk salah atau benar?” Tanpa menunggu jawaban Myristi, wanita berambut hitam iitu langsung melanjutkan kata-katanya. “Aku ingin mengubah Erythrina. Mengubah negeri ini menjadi—“
“Menjadi negerimu sendiri? Agar kaulah yang menjadi ratunya? Hal itu yang kau inginkan, bukan?”
Michelia Alba tersenyum. “Erythrina tidak mengizinkan kaum lelaki untuk hidup di negeri ini. Apakah kau tidak pernah bertanya-tanya tentang hal itu?”
Myristi membuang pandangan. Jelas ia pernah menanyakan hal itu kepada Wahine, namun wanita tua itu tidak pernah memberikan Myristi jawaban yang ia inginkan.
“Bukankah itu adalah aturan yang telah dibuat oleh Ratu Erythrina Cristagalli bahkan sebelum Erythrina berdiri?” balas Myristi. “Dan aturan apa pun yang dikeluarkan oleh sang ratu, pastilah yang paling bijaksana.”
“Namun, mengapa hatimu mengatakan hal yang bertentangan dengan apa yang baru saja kau ucapkan? Aku tahu kau pasti masih belum bisa menerima kebijakan itu karena tidak dapat diproses oleh akalmu.”’
“Lalu apa itu yang ingin membuatmu melakukan semua ini? Itu yang membuatmu sampai memiliki keinginan untuk menghancurkan dan mengubah Erythrina?” tanya Myristi.
“Lebih dari apa pun. Aku membenci aturan itu lebih dari aku membenci apa pun di dunia ini. Dan tentu saja kau menyadarinya, bahwa keinginan terbesarku dalah untuk mengubah hal itu. Menghapus hal itu dari Erythrina selamanya. Menciptakan negeri baru yang lebih harmonis tanpa ada perbedaan dan kesenjangan. Itulah keinginanku. Dan aku, mengajakmu untuk ikut bersamaku, Myristi. Aku tidak ingin kau mengorbankan nyawamu hanya untuk ini.”
Myristi terdiam. Gadis itu memejamkan mata agar ia tidak dapat melihat Michelia Alba. Entah mengapa, tetapi seperti ada bagian dalam diri Myristi yang mulai merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Michelia Alba, adalah kebenarannya selama ini.
“Mengapa …. Mengapa kau sangat membenci aturan itu?” tanya Myristi pelan, namun tetap terdengar tegas.
Wajah Micheia Alba mengeras. Kelembutan yang sejak tadi tampak, kini tergantikan oleh kemarahan dan kekecewaan yang telah terpendam sangat lama.
“Air Terjun Asteria Forbesi ….” Myristi langsung mengangkat kepala ketika ia mendengar kalimat itu.
Namun, apa yang gadis berambut pirang itu lihat bukanlah lagi Padang Magellanic Iridium. Semuanya berubah. Semua keadaan perang yang terbekukan itu berubah menjadi kesunyian yang hanya terisi oleh suara ribuan kubik air yang bergerak turun dalam sebuah gua. Myristi tetap menemukan Michelia Alba di sana. Tetapi, kini dengan kesenduan yang terpatri jelas di wajahnya.
“Keajaiban yang begitu indah, bukan? Air terjun yang sangat mengagumkan …. Bagaimana bisa dia memberikan seorang bayi kepada para perempuan hanya karena perempuan itu memiliki sebuah tekad yang kuat?” tanya Michelia Alba tanpa membutuhkan jawaban. Pandangan matanya tiada henti terus menatap Air Terjun Asteria Forbesi yang ada di depan mereka saat ini dengan penuh damba. “Akalku tidak bisa menerima hal itu. Namun, itulah kenyataannya.”
“Mengapa kau membawaku ke tempat ini?” tanya Myristi, mengabaikan pertanyaan wanita yang memiliki rambut hitam dengan gradiasi biru yang sangat indah itu.
Michelia Alba melirik sekilas ke arah Myristi. “Apa kau tidak pernah bertanya-tanya bagaimana cara kerja air terjun ini? Atau … apa kau tidak pernah penasaran tentang apa yang akan terjadi ketika Air Terjun Ateria Forbesi itu memberikan seorang bayi laki-laki kepada para perempuan?”
Myristi menundukkan kepala sambil mengerutkan kening. Jelas ia pernah menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu kepada Wahine dulu. Namun, nenek tua itu tidak pernah mengatakan jawabannya kepad Myristi. Jika Myristi ingin mengetahui jawabannya, maka ia harus mengalami hal itu sendiri.
Michelia Alba tersenyum miring. “Aku pun memiliki pertanyaan yang sama sejak aku kecil. Tetapi, sama sepertimu, tidak ada yang bersedia untuk menjawab semua pertanyaan itu sampai akhirnya, aku mengetahui jawabannya.”
Tanpa mengangkat kepala, Myristi membalas. “Kau mengetahuinya?”
“Aku bahkan benar-benar mengalami hal itu untuk mengetahui jawabannya,” jawab Michelia Alba dengan tajam.
Myristi langsung mengangkat pandangan. “Kau mengalaminya?” tanya Myristi cepat.
Kini kesenduan, kesedihan, serta amarah begitu nyata tampak pada raut wajah wanita itu. Netra merahnya semakin memekat seiring dengan semua perasaan yang dirasakannya saat itu.
“Erythrina yang bersalah. Ratu Erythrina Cristagalli dengan peraturan konyolnyalah yang harus bertanggung jawab untuk semua ini.”
“Apa yang kau bicarakan?” ujar Myristi tidak mengerti.
Michelia Alba menoleh ke arah Myristi. “Saat aku kecil, Ibuku membawaku ke negeri ini. Dia berkata bahwa kami akan aman dari Ayahku yang jahat jika kami berada di Erythrina. Dia selalu melindungiku dari apa pun. Bahkan dia tetap kuat ketika tidak ada satu pun penduduk Erythrina yang mau menerima kami. Dia berkata bahwa dia ingin melihatku menjadi perempuan terkuat di negeri ini agar aku tidak menjadi seperti dirinya.
“Usiaku masih sepuluh tahun saat Ibuku datang ke tempat ini untuk memberikanku seorang adik. Memberikanku seorang teman.” Myristi dapat melihat adanya eksistensi senyuman yang muncul pada wajah Michelia Alba saat ia mengatakan kalimatnya baru saja. Namun, secepat senyuman itu muncul pada wajahnya, maka secepat itu pula lengkungan itu hilang berganti dengan desisan amarah. “Dia wanita paling baik yang pernah kukenal di dunia ini. Tetapi, Erythrina merampasnya dariku,” ujar Michelia Alba dengan tajam.
Myristi mengerutkan dahi. Rasa penasarannya akan kisah hidup Michelia Alba membuatnya melupakan fakta bahwa wanita yang ada di depannya saat itu adalah seorang musuh.
“Apa yang terjadi?” tanya Myristi ketika Michelia Alba tidak juga melanjutkan ceritanya.
Micheli Alba memalingkan wajahnya cepat ke arah Air Terjun Asteria Forbesi yang masih setia memenuhi gua itu dengan suara menenangkan dari airnya yang mengalir dengan irama yang selaras.
“Ibuku mengikuti caranya dan berhasil melewati ritual itu. Dia berhasil mendapatkan seorang bayi. Tetapi, apa yang sangat disayangkan adalah … bahwa Air Terjun Asteria Forbesi itu memberikan ibuku seorang bayi laki-laki. Dan Erythrina dengan segala peraturan konyolnya, mengharuskan Ibuku membuang bayi laki-laki yang baru dianugerahkannya ke dimensi lain. Itu semua hanya karena Ratu Erythrina Cristagalli tidak menerima adanya keberadaan makhluk berjenis kelamin laki-laki itu hidup di negeri besarnya.
“Namun, jelas Ibuku tidak sepicik itu. Dia juga tidak dibesarkan di Erythrina. Tentu dia tidak begitu memahami pentingnya peraturan itu. Yang Ibuku tahu hanyalah, bahwa dia harus menjaga bayi yang telah dianugerahkan kepadanya dengan segenap jiwa. Tidak peduli apa pun jenis kelamin bayi itu. Ibuku menolak membuang bayinya. Dia kabur dari gua itu dan membawa bayi laki-lakinya pulang ke rumah. Yang dirinya gagal mengerti adalah, bahwa sihir kuno yang telah ditetapkan oleh Ratu Erythrina Cristagalli tidak dapat dengan mudah untuk dipatahkan. Sihir itu, malah membawa petaka untuk Ibuku dan juga adik laki-lakiku. Sihir itu, membuang keduanya ke dimensi lain tanpa memberikan ampunannya untuk alasan apa pun. Tidakkah kau dapat membayangkan betapa konyolnyya semua itu?” tanya Michelia Alba yang tiba-tiba berbalik ke arah Myristi. “Sejak saat itu, aku kehilangan semuanya. Erythrina telah merampas semuanya dariku. Ibu, adik, pelindung, malaikat …. Erythrina telah mengambil keluargaku,” desis wanita itu.
Myristi tidak menjawab pertanyaan Mihelia Alba baru saja. Hanya membalas tatapan sendu bercampur amarah wanita itu dengan pandangan yang tidak dapat terbaca. Diam-diam, dalam hati Myristi mengakui bahwa semua yang baru saja dikatakan oleh wanita itu adalah kebenarannya. Bahwa memang, peraturan-peraturan aneh yang ditetapkan oleh Ratu Erythrina Cristagalli dengan melarang laki-laki hidup di Erythrina, tidak bisa diterima oleh akal sehatnya.
Michelia Alba memejamkan mata dan menghela napasnya beberapa kali. Berusaha menetralkan semua emosi yang saat itu sedang berkecamuk di dalam dada dan juga pikirannya. “Tidak. Seperti yang telah kukatakan padamu, aku pun tidak berhak menentukan apa yang telah ditetapkan oleh Rtu Erythrina Cristagalli sebagai sebuah kesalahan. Impian dan ambisiku saat ini hanya satu, yaitu mengubah semua peraturan konyolyang telah berjalan selama lebih dari berabad-abad di Erythrina. Dan satu-satunya cara untuk mewujudkan hal itu adalah dengan menjadi ratu baru Erythrina. Dan aku, akan sangat senang jika kau bersedia bergabung denganku, Myristi,” tandas Michelia Alba.
Myristi sedikit terenyak ketika seluruh suasana dalam gua tempat Air Terjun Asteria Forbesi berada, kini telah berganti kembali menjadi keadaan Padang Magellanic Iridium. Kini gadis berambut pirang itu mematrikan pandangannya lurus-lurus ke arah Michelia Alba. Beberapa saat yang lalu, Myristi tidak akan menunggu untuk menolak ketika permintaan itu ditujukan padanya. Namun, sekarang, setelah ia mendengar sedikit tentang masa lalu Michelia Alba, entah mengapa Myristi tahu bahwa dirinya membutuhkan waktu untuk berpikir.
“Pikirkanlah hal ini baik-baik. Aku hanya ingin mengubah Erythrina ke arah yang lebih baik. Dan juga, aku tidak ingin melihatmu mengorbankan diri lalu menjadi mati konyol dalam pertempuran ini. Kau memiliki potensi besar yang sangat tidak pantas untuk disia-siakan begitu saja.”
Semua yang dilakukan Mihelia Alba benar-benar murni untuk mengubah dan membawa Erythrina ke perubahan yang lebih baik. Myristi dapat merasakan hal itu. Michelia Alba tidak ingin jika di kemudian hari akan ada gadis-gadis lain yang merasakan apa yang telah dirasakannya. Namun, tetap saja cara yang digunakan Michelia Alba untuk memperbaiki Erythrina adalah cara yang salah. Cara yang tidak dapat dibenarkan.
Myristi menjatuhkan tatapan tajam dan lurusnya kepada Michelia Alba. Menatap tepat ke manik mata semerah delima milik wanita itu. Mencari sesuatu yang ingin diketahui dan dipastikannya sembari terus berpikir. Dia tidak bisa melupakan bahwa wanita yang berada tidak jauh di hadapanya saat ini, adalah wanita yang telah menyebarkan teror serta rasa takut di seluruh Erythrina selama berabad-abad. Wanita yang juga telah membunuh ketujuh Dewan Pemerintahan Erythrina.
Batin juga pikiran Myristi terus memutar semua yang telah dilakukan oleh Michelia Alba. Myristi menghela napas lalu menundukkan kepala. Dan di detik di mana Myristi telah menetapkan pilihannya, di detik itu pula gadis berambut pirang itu kembali terenyak. Sontak kerutan-kerutan yang dalam langsung muncul pada keningnya. Myristi mengangkat kepala dan menatap cepat pada Michelia Alba yang masih mempertahankan eksistensi senyum misteriusnya.
“Bagaimana …?” Suara Myristi tersekat. “Aku sudah melepaskan kekuatan besar itu. Kematianku juga pasukanmu hanya soal waktu. Ketika kau kembali mencairkan waktu, di saat itu pula kekuatan ini akan menghancurkan semuanya. Sudah terlambat,” desah Myristi dengan pasrah.
Setelah mendengar apa yang menjadi kekhawatiran Myristi saaat itu, Michelia Alba tetap tidak menghapus senyum tipisnya. Wanita itu malah melangkah mendekat ke arah Myristi hingga berdiri tepat di hadapannya.
“Beri tahu aku jika aku salah mengartikan kalimatmu. Tetapi, kau telah menyetujui ajakanku?” tanya Michelia Alba. Pendaran kecil mulai tampak pada kedua bola matanya. “Kau bersedia bergabung denganku, benarkah itu?” lanjut Michelia Alba.
Myristi menghela napas. Lensa berwarna kuning kehijauan itu terus menatap tajam ke arah Michelia Alba meski belum mampu untuk menghilagkan rasa khawatirnya. Puluhan emosi jelas tampak pada wajah Myristi. Namun, dari semua emosi itu hanyalah keraguan yang tidak tampak berada di raut itu. Hanya kebimbangan yang tidak ada dalam gejolak yang tampak pada matanya.
Myristi mengangguk tegas. “Ya. Aku bergabung denganmu,” ujar Myristi dengan mantap. “Namun, aku tetap akan mati,” lanjut Myristi sambil menundukkan kepala dengan pasrah.
Mendengar hal itu, Michelia Alba semakin mengembangkan senyum. Wanita itu mengangkat kedua tangan dan meletakkannya di atas bahu Myristi. Membuat gadis berambut pirang itu mengangkat pandangan.
“Aku akan melindungimu. Aku akan melindungimu, Myristi,” ujar Michelia Alba dengan yakin.
Myristi mengerutkan kening. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya gadis itu heran.
Michelia Alba tersenyum dan sedikit menjauh dari Myristi. Lalu tanpa mengatakan apa pun lagi, wanita itu mengangkat kedua tangannya ke udara dengan bibir yang terus bergerak. Serta merta sebuah kubah sihir tipis muncul dengn perlahan dan menciptakan ruang yang cukup besar untuk melindungi Myristi juga Michelia Alba di dalamnya.
“Kubah sihir ini akan melindungimu begitu kau melepaskan kekuatan itu ketika aku kembali mencairkan waktu. Kau siap?” tanya Michelia Alba dengan nada datarnya.
Myristi mengernyitkan kening. “Bagaimana dengan yang lainnya yang berada di luar kubah ini?”
“Kekuatanmu hanya akan menghancurkan sihir hitam. Semua monster itu memang akan musnah menjadi debu. Tapi, para pengikutku tahu apa yang harus mereka lakukan. Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka,” balas Michelia Alba.
Myristi masih mengerutkan dahi. “Dan bagaimana aku tahu bahwa kubah ini akan mampu melindungiku?”
Michelia Alba menajamkan pandangan menatap Myristi. “Aku tidak pernah bermain-main dengan nyawa para gadis yang telah percaya dan bersedia menjadi pengikutku,” balas wanita itu sedikit tersinggung. “Aku memang tidak dapat memberi kepastian. Namun, inilah perlindungan terbaik yang pernah kutahu untuk situasi ini,” lanjut Michelia Alba.
Myristi menghela napas. “Baiklah.” Gadis muda itu memejamkan mata sebentar sebelum kembali membuka dan menunjukkan keteguhan yang biasa memang ada pada dirinya. “Aku siap.”
Michelia Alba tidak membalas kata-kata Myristi. Hanya bibirnya yang kembali bergerklah yang menjadi jawaban bahwa wanita itu telah mulai mencairkan waktu. Begitu waktu yang membeku itu kembali berjalan, Myristi merasakan suatu gejolak yang sangat besar dala dirinya. Kekuatan itu berhasil terlepas. Seketika membuat Myristi jatuh terduduk dengan napas yang tidak beraturan.
Myristi tidak dapat melihat ke luar kubah. Ia tidak tahu apa yang terjadi di luar sana karena pusaran-pusaran debu yang memenuhi udara menghalangi pandangannya. Myristi berusha mengangkat kepala untuk menatap Michelia Alba denga pandangan lemah.
“Aku-aku tidak bisa,” desah gadis muda itu.
Michelia Alba mendekat ke arah Myristi dan meletakkan sebelah telapak tangannya di atas pundak gadis itu tepat sebelum ia jatuh tidak sadarkan diri. Michelia Alba melebarkan matanya begitu melihat apa yang terjadi pada Myristi. Ia menoleh ke sekeliling dan melihat bahwa keadaan semakin tidak terkendali. Wanita itu buru-buru merapalkan mantra yang membuat keduanya menghilang dari sana bersamaan dengan lenyapnya kubah pelindung itu.
Sementara di luar kubah, kekuatan mahadahsyat yang dilepaskan oleh Myristi menunjukkan kekuatannya. Seluruh monster yang ada di Padang Magellanic Iridium itu hancur menjadi debu tanpa ada yang tersisa dan terlewat. Tidak ada satu pun dari monster-monster itu yang kembali dari kehancuran mereka.
Sebagian besar penyihir dari pihak Michelia Alba juga berjatuhn. Sementara sebagian lagi menghilang begitu saja. Kekutan mahadahsyat milik para leluhur itu tidak sedikit pun melukai para penyihir dari pihak Erythrina. Namun, kehilangan yang dialami Erythrina juga cukup besar.
Rosella yang menyaksikan semua yang baru saja terjadi, tiba-tiba jatuh berlutut. Pedangnya terlepas. Masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, meski begitu, tatapan mata gadis itu tetap berusaha menjarah ke semua tempt yang dapat dijangkau oleh jarak pandangnya. Melihat ketiadaan mayat Micheli Alba di Padang Magellanic Iridium itu, Rosella hanya mendesah pelan.
“Oh, tidak. Tidak lagi.”
***
22 Februari 2019,
D I L A T A S I
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top