#AC21
"Tuan sudah mengerti apa saya sampaikan?"
Mister Abraham memandang perempuan didepannya dengan tatapan tetap dingin. Sejak sebelumnya tatapan itu tidak berubah. Ia takkan membiarkan ekspresinya mudah dibaca, tidak membiarkan lawan bicaranya terburu-buru membuat pernyataan. Tidak membiarkan mahluk didepannya merasa puas sudah menceritakan suatu hal yang bisa saja dengan sengaja bertujuan untuk membuatnya bersikap emosional kepada objek yang sedang menjadi bahan dasar pernyataannya.
"Demi apa anda menceritakan hal itu pada saya?" Tanyanya dingin setelah mendengar ucapnya yang sesungguhnya membuat jantungnya hampir saja serasa jatuh.
"Hanya demi mister tidak terpedaya olehnya!" Jawab perempuan itu dengan sedikit emosional karna tidak ada emosi dalam nada bicara mister Abraham.
"Seandainya terpedayapun, bukankah ia tidak merugikanmu, ia hanya merugikan saya, itupun jika saya merasa rugi!" Sahut mister Abraham lagi membuat lawan bicara didepannya makin tegang dengan wajah memerah.
"Kalau mister tidak percaya dengan saya, mister boleh cek alamat ini, ini adalah alamat lengkap tempat tinggal Prillyce Brainly sebelumnya bersama neneknya!"
Arah pandang Mister Abraham mengikuti gerakan tangan lawan bicaranya meletakkan sebuah kertas diatas meja dan menggeser mendekatkan padanya.
Sebuah alamat terbaca sekilas. Diluar daerah. Sejauh itu? Desa?
"Perempuan itu licik mister, orang terkaya didaerah tersebut korbannya, setelah mendapatkan segalanya dia meninggalkan sampai korbannya stress dan bunuh diri karna miskin mendadak!" Ungkapnya berapi-api.
Mister Abraham memandangnya dengan seksama. Perempuan ini sungguh berani datang padanya terang-terangan tanpa teror yang berarti sebelumnya. Ia nampak tidak takut resiko kalau ia sedang melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan yaitu merusak nama baik oranglain. Meskipun benar ada alasan apa sebenarnya yang mendasari untuk membeberkan hal itu kepadanya, kalau bukan untuk merusak hubungan?
"Prillyce Brainly terobsesi menjadi kaya raya dan menolak semua pria yang bahkan ia berikan lampu hijau untuk mendekatinya demi menaklukkan pria kaya raya! Tujuannya bukan tuan namun kakek tuan!"
Mister Abraham mengerutkan keningnya. Apakah ia harus terima seolah dibenturkan dengan kakeknya sendiri? Katanya sasaran Ily yang sebenarnya adalah kakeknya? Namun pada kenyataannya, ia yang saat ini terjerat dalam pernikahan dengannya.
"Apa hubungannya dengan anda kalaupun hal itu benar?"
Mister Abraham bertanya dan seolah tak butuh jawaban lalu melanjutnya ucapannya.
"Jauh-jauh anda datang hanya untuk black campaing? Menjatuhkan seseorang yang mungkin tidak pernah menyusahkan anda?"
Mister Abraham balik menekan. Ia sama sekali tak ingin nampak terpengaruh meski saat ini otaknya juga sedang bekerja. Ia takkan menberikan kesempatan kepada siapapun untuk mempengaruhinya.
Selama inipun dengan pegawai-pegawainya ia tidak memberi kesempatan untuk mencari muka, asal bos senang hingga menjatuhkan sesama rekan kerjanya. Ia tak mudah percaya apa yang disampaikan sebelum mendapatkan bukti yang valid. Jadi, tidak ada yang bisa dengan mudah mempengaruhinya, walaupun pada akhirnya ia tetap terpedaya oleh Brandon. Apakah saat ini miss Brainly pun sudah berhasil memperdayainya? Alangkah naifnya kalau sampai jatuh kelubang yang sama meski saat ini bukan sepenuhnya kesalahannya.
Kakek yang menghadirkan seorang Prillyce Brainly dan kakek juga yang membuat dirinya saat ini menjadi suami dari seorang perempuan yang saat ini dibeberkan asal-usulnya.
"Saya.. "
"Anda butuh berapa untuk informasi ini?"
Dan mister Abrahampun berdiri karna sudah merasa selesai. Mengeluarkan cek dan melemparkannya, kemudian berdiri menuju pintu dan membukanya. Ia tidak memberi kesempatan lagi kepada pengarang bebas untuk melebihkan dan mengurangkan cerita.
"Masih banyak yang ingin saya sampaikan, mister!" Perempuan itu tidak berdiri meski mister Abraham sudah berada didepan pintu.
"Saya pikir sudah cukup, saya masih punya janji hari ini, atau anda ingin menunggu isteri saya?"
Dan setelahnya, mister Abraham menghempaskan punggung kekursi kebesarannya.
"Anda seolah biasa saja didepan saya mister Abraham, saya yakin tidak dengan hati anda!"
Ucapan perempuan tersebut sebelum meninggalkan ruangan, kembali terngiang ditelinganya. Meski perempuan tersebut benar, mister Abraham tetap berwajah dingin.
Ia meraih gagang telpon dan menghubungi line resepsionist.
"Rosalin, jika orang tersebut datang lagi dan membuat janji dengan saya, katakan saya tidak punya waktu!" Pesannya pada Rosalin.
"Baik, mister!"
Menghempaskan gagang telpon, mister Abraham tak peduli, Rosalin terjengit. Ia menghempas nafas dan mengusap wajahnya.
Terbayang wajah terakhir miss Brainly saat melepasnya kembali kekantor. Pelukan eratnya yang seolah mendapat firasat.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Mister Abraham mengeryit setelah sadar. Miss Brainly tak muncul juga. Ia meraih gawainya. Teringat saat berbicara dengan perempuan yang mengaku bernama Cordona itu terdengar beberapa kali suara pemberitahuan masuknya pesan.
Benar saja, saat ia membuka layar ponselnya, terlihat pesan dari miss Brainly yang masih tertera 'mrs Abraham'.
Maafkan aku
Aku mengecewakanmu
Selamat tinggal mister Abraham!
Mister Abraham tersentak berdiri. Miss Brainly mengucapkan selamat tinggal? Ia pergi? Apakah ini berarti ia takkan pernah berjumpa dengannya lagi?
Biar bagaimanapun meski rasa marah menyelimuti hati sejak mendapatkan informasi namun tidak ditunjukkan didepan nyonya Cordona, mister Abraham tidak akan gegabah mengadili miss Brainly begitu saja. Bahkan ia terpikir untuk membiarkan permainan miss Brainly sampai dimana dan membuatnya mencintainya sangat dalam dengan seolah mencintainya terlalu dalam.
Telpon yang anda tuju sedang tidak aktif dan berada diluar jangkauan....
Suara operator terdengar saat Mister Abraham berusaha menghubungi nomor ponsel miss Brainly.
"Shittttt!"
Mister Abraham melempar gawainya keatas meja.
Beberapa saat panggilan telpon terdengar dari gawai yang baru saja ia lemparkan.
Kakek
Mister Abraham masih sempat membaca penelponnya.
"Kakek!" Mister Abraham langsung menjawab panggilan kakek dengan nada khawatir.
Khawatir dengan masalah kesehatan kakek kalau tahu apa yang sudah ia ketahui saat ini.
"Ada apa? Apa yang terjadi, Li?" Kakek langsung bertanya kembali kepada mister Abraham dengan suara yang cemas.
Ali mengeryit mendengar tanya kakek. Pertanyaannya menyiratkan bahwa beliau sedang mencemaskan sesuatu.
"Memangnya kenapa, kek?" Tanya mister Abraham pura-pura tak mengerti dan tidak terpancing dengan pertanyaan kakeknya.
"Kau bertengkar dengan Ily?" Tanya kakek disebrang sana membuat Ali mengeryit.
"Bertengkar?Tidak, kek! Kenapa kakek bertanya seperti itu?" Sanggahnya.
Memang mereka tidak bertengkar. Dan kejadiannya sesungguhnya lebih daripada apa yang dipikirkan kakek Abraham.
"Ily mengirim pesan, meminta maaf karna mengecewakan dan mengucapkan selamat tinggal, ada apa?"
Suara kakek Abraham terdengar cemas. Ternyata miss Brainly bukan hanya mengirimkan pesan padanya tetapi juga kepada kakeknya. Dan sepertinya pesannya sama.
Astahgfirullah.
Mister Abraham mengusap wajah dengan sebelah tangannya yang kosong.
"Kakek jangan berpikir yang macam-macam dulu, kakek tenang saja!"
Mister Abraham menenangkan kakeknya. Terbayang apa yang ada dalam pikiran kakeknya saat ini.
"Ily tidak bisa dihubungi, telponnya tidak aktif!" Ucap kakek lagi. Rupanya beliaupun langsung bertindak sepertinya. Menelpon namun tidak aktif.
"Aku akan mendatanginya ke Guest House!"
Mister Abraham bangkit dari tempatnya lalu setengah berlari dengan terburu. Ia memang tidak yakin apakah Ily masih berada diGuest House-nya tapi setidaknya dari sana ia pasti mendapat petunjuk.
"Kita akan bertemu disana, Li!" Sahut kakek sebelum menutup sambungan telpon.
Mister Abraham menghela nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya kasar.
Apakah miss Brainly telah mengetahui kalau ada yang datang dan memberi informasi kepadanya tentang dirinya? Mister Abraham bertanya-tanya saat sudah berada dibalik kemudi. Sengaja ia tak mengajak pak Baron. Karna ini baginya masalah pribadi. Ia tidak ingin masalah ini langsung sampai ke seantero kantor dari lantai dasar sampai lantai tertinggi. Tidak akan ia biarkan perghibahan merajalela dikantornya.
15 menit berlalu, dadanya makin berdegup mendekati Guest House yang sudah ia tempati bersama Ily sebulan terakhir ini dalam kehangatan. Guest house yang rela ia tempati demi mengambil hati agar Ily tidak merasa ia terlalu mendominasi dalam pernikahan mereka yang bukan atas kehendaknya.
Ia sudah berbuat seolah mencintai dan bucin demi meyakinkan kalau pernikahan mereka bukan pernikahan main-main seperti apa yang menjadi harapan atau sekedar ucapan semu Ily untuk sebaliknya lebih meyakinkannya.
Meski harta kekayaan keluarga Abraham sebagai penyebabnya namun ia merasa berhak dan wajib mempertahankannya. Buktinya benar, apa yang dilakukan Ily sekarang? Lalu apa bedanya dengan Brandon?
"Ya Tuhan, sebenarnya ini ujian ataukah azab?"
Menedekati Guest House jantungnya makin berdebar. Bayangan Ily melintas saat ia melihat pintu pagar. Didepan pintu itu tadi Ily melepasnya. Masih ia rasakan erat pelukan dan sentuhan Ily dipipinya membalas apa yang ia lakukan. Bahkan ia sempat melihat dari spion, saat Ily tak lepas memandang laju mobilnya.
Didepan Guest House, terlihat mobil kakek sudah terlebih dahulu berada disana. Rupanya kakek melaju lebih cepat, atau jarak dari rumah beliau ke Guest House lebih dekat daripada dari kantornya.
"Kakek!"
Mister Abraham memanggil kakek saat memasuki pintu yang sudah terbuka.
Didalam kamar yang sudah ia tempati bersama Ily setelah menikah. Ia melihat tempat tidur tempat mereka meregang hasrat beberapa jam lalu masih belum dirapikan.
Ia tidak melihat Ily, ia hanya melihat kakek berdiri didepan sebuah dus sama seperti saat beberapa jam lalu ia mendapati Ily disana. Bedanya isi dus itu terlihat berantakan dan kakek memegang selembar photo yang saat ini ia pandang.
"Kakek!"
Mister Abraham melihat photo yang pernah ia lihat dipandang Ily saat itu. Photo Ily yang ia duga bersama dengan neneknya. Namun kenapa tangan kakek nampak gemetar?
"Li!"
Kakek menunjukkan lembaran itu dengan wajah yang pias.
"Kenapa, kek?"
Ali menghampiri kakeknya melewati barang-barang yang nampak berserakan. Kenapa kamarnya jadi berantakan seperti ini?
"Kau pernah bertanya ini photo Ily bersama siapa?" Tanya kakek
"Tidak, kek!" Geleng Ali sambil ikut mengamati photo dimana didalamnya Ily merangkul seorang wanita lebih tua berkaca mata namun mirip dengannya.
"Joana!"
"Joana?" Ulang Ali tak mengerti.
"Pantas saja saat pertama kali melihat Ily kakek merasa seperti tidak asing!" Desis kakek Abraham.
"Joana kekasih kakek yang ditolak kakek buyutku lalu meninggalkan kakek hingga kakek jadi gila?"
#####
Banjarmasin, 23 April 2022, 21 Ramadhan 1443H
Haiiii...
Maaf telat publish!
Baru selesai ngetik ni karna semalam dirumah ada acara pas ngetik tengah malam aku ketiduran. Pas sahur baru 700kata, keburu imsyak harus ke mushola, balik dr mushola ngetik lagi, belum lagi ada yg minta bantu ngereset hape.
Jadilah ini!
Mau nyimpan gagal, mau mempublikasikan sempat gagal juga. Kalau kalian sudah bisa membaca part ini, artinya akhirnya berhasil dipublikasikan!
Alhamdulilah.....
Readingnya happy-happy ya! Terima Kasih menunggu ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top