14. b. Punggung Galoeh
Weda menunduk. Merasa bersalah. Setelah Galoeh datang, semua rencananya memang buyar. “Aku akan segera kembali setelah melihat kondisi rumah.”
Akhirnya Weda bergegas ke rumah untuk memenuhi janjinya pada Romo Danoe. Namun, saat sampai di sana, Mbok Mi mengabarkan kalau seharian ini Galoeh tidak keluar kamar.
“Galoeh sudah makan, Mbok?” tanya Weda kemudian.
“Sudah, Ndoro. Tapi sama sekali ndak keluar kamar. Habis makan, piring dan gelasnya ditaruh di depan kamar.”
Mendengar kondisi Galoeh dari Mbok Mi, Weda segera menuju ke kamar yang ada di bagian kanan rumah itu. Ia urung mengetuk pintu dan berpikir sebaiknya ia masuk saja. Setelah mendorong daun pintu pelan, ia melihat Galoeh terbaring di lantai kamar dengan tubuh bergelung.
“Galoeh!” Weda mendekati Galoeh yang bergelung di ranjang.
Galoeh memutar separuh tubuhnya. Wajahnya begitu pucat bahkan lebih pucat dari semalam.
“Mana yang sakit?”
“Perut.” Galoeh merintih.
“Kemarin kamu makan apa sama Setan itu?”
“Mas, kalau Mas mau ngomong aneh-aneh lebih baik Mas ndak usah ke sini.” Galoeh menepis tangan Weda.
Weda berdecak karena tak bisa mengendalikan lidahnya saat mengingat peristiwa yang masih mengganjal kemarin. Lalu ia kembali mengorek informasi seperti yang ia lakukan ketika memeriksa pasien. “Apa sedang datang bulan?”
Galoeh mengangguk pelan.
Setidaknya Weda bisa mengembuskan napas pelan karena Galoeh tidak sakit berat. “Sudah minum kunyit asam? Biasanya Tika minum itu.”
Galoeh menggeleng.
“Kenapa ndak minta Mbok Mi—”
“Bisa ndak Mas ndak marah-marah tiap ngomong sama saya?”
Weda mengerjap. Perasaan nada bicaranya biasa saja? Namun, sekejap kemudian ia menyadari suaranya memang meninggi sejak kemarin melihat Galoeh keluar dari mobil Souta. “Bagaimana ndak marah, kalau kamu suka bikin orang cemas?” ucap Weda datar.
“Ndak usah cemas. Saya bisa urus diri saya sendiri.”
Weda berdecak. Percuma bicara dengan perempuan yang dipermainkan hormon. Ia lalu bangkit tak merespon omongan Galoeh. Batinnya terusik melihat mata Galoeh yang memerah menahan sakit yang harus diderita setiap bulan. Akhirnya laki-laki itu memilih ke pawon, meminta Mbok Mi membuat kunyit asam seperti yang biasa Ibu Lastri buat.
“Ndoro Galoeh tadi ndak bilang apa-apa.” Mbok Mi merasa bersalah. “Coba kalau tahu datang bulan, Mbok Mi siapkan kunyit asam.”
“Dia ndak suka ngrepoti Mbok. Jadi, kita harus inisiatif sendiri.” Weda melihat ke kanan kiri. “Ya sudah, ayo saya bantu bikin, Mbok.”
“Biar Simbok saja, Ndoro.”
“Ndak apa-apa. Itung-itung biar saya ngerti.”
Mbok Mi terkikik. “Senang saya melihat Ndoro Weda perhatian sama Ndoro Galoeh. Selain minta diajari masak nasi goreng dan sop pecok sebelum berangkat ke Londo, Ndoro ndak permah lagi masuk dapur. Demi Ndoro Galoeh, dua kali ini Ndoro terjun ke pawon.”
Weda tersenyum miring mengamati gerak-gerik abdi setia mereka. “Biar ndak dimarahi Kanjeng Ibu.”
“Mosok?” Mbok Mi melirik sekilas ke arah Weda sementara tangannya meraup kunyit yang ada di tampah bumbu empon-empon. “Ndoro tahu ndak, waktu Ndoro Weda pulang dalam kondisi babak belur, beliau yang nyuci baju Ndoro sambil nangis.”
Weda berjongkok di depan tungku api, menambah kayu bakar untuk memasak kunyit asam. Walau terlihat tak peduli ia sebenarnya mendengar celotehan abdi setia keluarganya.
“Wanita itu … lain di bibir, lain di hati. Apalagi Ndoro Galoeh yang sekolah tinggi. Harga dirinya juga tinggi. Beliau ndak mau pernikahan yang dipaksakan apalagi tahu Ndoro punya kekasih.” Mbok Mi duduk di dipan dan mulai mengupas kunyit.
“Siapa yang mau dipaksa nikah to, Mbok? Apalagi dia masih muda. Lagi senang-senangnya belajar eh, disuruh berhenti,” terang Weda. “Malah nikah sama laki-laki asing pula.”
“Ya karena itu Simbok kasihan sama Ndoro Galoeh. Ndoro tahu … dulu .. sewaktu Ndoro Galoeh masih di kamar tamu, beliau diam-diam masuk ke kamar Ndoro. Pas lewat ke kamar Ndoro, Simbok ngintip …” Mbok Mi melirik ke arah Weda. “ternyata Ndoro Galoeh lagi baca buku setebal bantal yang ada di kamar Ndoro.”
Weda mengerucutkan bibir. “Galoeh masuk ke kamar saya buat baca?”
“Waktu saya bilang ke Ndoro Ayu Lastri, beliau minta saya membiarkan saja. Mungkin karena itu, Ndoro Ayu memindahkan kamar Ndoro Galoeh.” Kini ekspresi Mbok Mi terlihat prihatin. Wanita tua berkulit gelap itu menggeleng. Senyumnya menampilkan deretan gigi yang kontras dengan kulitnya. “Ndoro, menurut saya, Ndoro Galoeh itu bukan ndak mau nikah sama njenengan (Anda). Beliau lebih memikirkan njenengan, Ndoro. Ndak mau merusak hubungan Ndoro Weda. Ndak mau memulai sebuah pernikahan karena dipaksakan. Kalau Simbok, paling iya-iya saja disuruh nikah kalau di posisi Ndoro Galoeh. Daripada keluar dari rumah yang memberi kenyamanan, lebih baik Simbok menikah dengan laki-laki yang keluarganya sudah dikenal baik.” Mbok Mi mengembuskan napas kasar. “Ndoro … perempuan itu nggih, kalau di rumah keluarga suaminya seperti orang lain, tapi kalau di rumah keluarga sendiri, malah jadi tamu. Jadi, menurut saya, kalau Ndoro Weda benar-benar menikahi Ndoro Galoeh, Ndoro seendaknya bisa menjadi sandaran Ndoro Galoeh.”
“Mbok Mi dibayar berapa sama Ibu?” Mata Weda memicing.
“Ah, Ndoro ini! Simbok ini ngomong yang sesungguhnya lho! Simbok dulu yang merawat Ndoro dari bayi. Sebagai emban, Simbok juga pengin Ndoro mendapat istri yang terbaik. Ndoro akan menyesal melepas Ndoro Galoeh.”
Menyesal? Tapi Weda hanya menganggap Galoeh hanya sebagai sahabat Tika yang membuat semua rencananya buyar.
Menjelang maghrib, akhirnya kunyit asam telah matang. Weda lalu membawa gelas yang ia beri tutupan ke kamar Galoeh. Saat ia masuk, Galoeh sudah berdiri di kamar, kesusahan menarik ritsleting gaunnya. Gadis itu terkejut saat ia tiba-tiba masuk.
“Mas, kenapa ndak ketuk dulu!” Suara Galoeh meninggi. Ia memutar badan.
“Maaf ….” Weda buru-buru meletakkan gelas berwarna oranye itu lalu hendak keluar lagi. Tapi saat ia akan melangkahkan kaki melalui pintu kamar, Galoeh memanggilnya. Ia pun berbalik.
“Mas, bisa minta tolong bantu menurunkan ritsleting saya? Saya mau ganti baju,” pinta Galoeh.
Weda mengangguk lalu menghampiri Galoeh yang memunggunginya. Tangan Weda pun terulur hendak menurunkan ritsleting yang macet terkena kain. Dengan satu hentakan kasar, akhirnya ritsleting itu meluncur ke bawah dengan mulus menguak punggung polos Galoeh yang menjadi perhatiannya. Ia mengernyit melihat kerutan di punggung Galoeh. Tangannya kembali terangkat mengusap punggung kasar di balik gaun yang sedikit melorot ke lengan.
Galoeh terlonjak dan seketika berbalik.
“Ini maksud Souta?” Tenggorokan Weda tercekat dengan tatapan nanar.
“Silakan Mas keluar. Saya mau ganti baju.”
Tangan Weda bergetar. Otaknya berusaha mencerna apa yang ia lihat sekarang dengan apa yang pernah ia dengar dari Souta. “Loeh, apa kamu bisa jelaskan kenapa Souta bisa tahu punggungmu?”
Galoeh memalingkan wajahnya. Membisu. Diamnya Galoeh justru membuat Weda berasumsi yang macam-macam. Ia mencengkeram lengan Galoeh sehingga mereka berhadapan. “Kenapa kamu diam?”
“Kenapa Mas pengin tahu?”
“Karena aku suamimu!” Suara Weda meninggi.
“Perlu Mas ingat, saya ini cuma istri Mas di atas kertas! Ndak lebih!” Galoeh berseru tak kalah melengking. “Mas ndak ada hak untuk mengatur saya!”
“Kamu pikir, aku mau jadi suamimu? Kalau bukan karena Ibu, aku juga ndak akan terjebak sama pernikahan ini!” Weda memelotot. Pembuluh di pelipisnya berkedut menahan amarah yang bergejolak.
“Silakan Mas keluar, atau saya yang keluar.” Galoeh berdiri dengan tatapan lurus ke mata Weda.
“Percuma aku cemas!” Weda lalu berbalik dan keluar dengan perasaan kesal. Otaknya dipenuhi pertanyaan. Bagaimana bisa Souta tahu ada luka bakar di punggung Galoeh? Sementara sewaktu Souta menyinggung hal itu, ia tidak tahu. Kelihatan sekali ia suami bohongan!
Langkah Weda terhenti. Ia mengerjap. Suami? Sejak kapan Weda menganggap diri suami Galoeh?
Sial! Daripada memusingkan sikap gadis yang suasana hatinya kurang bagus karena sedang kedatangan tamu bulanan, Weda memilih kembali ke markas karena ada urusan penting yang harus ia selesaikan.
💕Dee_ane💕
Sopiler ya gaes, Asmaraloka ini bakal jadi reuniannya tokoh2 di Kei dan Peony🥰. Bisa tebak tokoh yang bakal nongol?🤔
Silakan kasih jejak dulu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top