Apapun Dirimu 7
Bagian 7
Darbble
A. Artikel
"Nobi-chan!" panggil salah seseorang bersuara lembut saat keduanya tengah bersantai di ruang keluarga. Tiga sofa besar tengah mengelilingi meja yang diatasnya tersapat susu ibu hamil dan kopi hitam pait yang sama-sama masih mengepul hangat.
"Hm..." Jawab Satoru yang sedari tadi tengah asik membaca Koran. Nagisa yang merasa bosan dengan acara televisi yang ia tonton, memutuskan untuk mendatangi Satoru, dan duduk di sampingnya.
"Apa yang sedang kau baca?" Nagisa melirik Koran Satoru.
"Artikel mengenai ibu hamil," jawab Satoru singkat. Membaca segala sesuatu mengenai Ibu dan kehamilanya adalah hobi baru Satoru setelah mengetahui kehamilan Nagisa.
"Hm? Apa isinya?"
"Kau bisa membacanya sendiri kan?" Satoru menyampingkan posisi koran hingga dapat terbaca oleh Nagisa.
"Aku sedang malas membaca Nobi-chan. Katakan saja intinya!" Nagisa menepis Koran di depanya dengan ketus. Satoru hanya dapat menghela nafas panjang oleh ulah Nagisa yang manja.
"Baikalah," Satoru memperbaiki pegangan pada Koran yang sempat merosot oleh tepisan Nagisa. Kemudian membacakan keras-keras isi dari artikel tersebut, "seorang anak dalam kandungan dapat merasakan apa yang dirasakan ibunya. Saat ibunya sedih, dia akan lebih sedih, dan saat ibunya senang ia akan merasa jauh lebih senang."
Nagisa terlihat berfikir oleh informasi yang baru saja diterima, sebelum menyatakan jawaban.
"Jadi intinya kau harus mengajaku jalan-jalan sekarang," kesimpulan Nagisa.
"Hah?"
"Yaaaa, aku bosan! Berarti dia akan jauh lebih bosan dariku bukan? Jadi ayo jalan-jalan. Aku bosan di rumah," Nagisa merengek meminta perhatian Satoru. Seperti seekor kucing yang minta dielus majikanya.
Satoru terkekeh oleh ulah Nagisanya sekali lagi. Tidak ada yang lebih menghibur dari pada tingkah kekanakan Nagisa yang tiba-tiba manja.
"Kenapa kau tertawa!" Nagisa tidak terima, jengkel oleh tawa mengejek Satoru.
"Ada lagi." Satoru menyela tanpa menjawab pertanyaan. Kemudian mulai membacakan isi artikel pada baris yang lain. "Seorang anak membutuhkan kasih sayang orang tuanya bahkan saat masih dalam kandungan," langsung memandang Nagisa ketika selesai membaca. Seolah menantang Nagisa untuk segera menjawbnya.
"Hm.... Aku menyayanginya. Apa itu cukup?" Jawab Nagisa sedikit ragu, tapi tidak ingin kalah argumen dengan Satoru.
"Tentu tidak, dia juga membutuhkan ayahnya," Jawab Satoru, saat melipat Koran dan meletakanya di atas meja. Satoru merasa menemukan kesenangan baru dibanding kegiatan membaca, yaitu mengerjai Si Nagisa.
"Benar juga. Tapi bagaimana caranya? Dia kan ada di perutku," Nagisa berfikir keras sambil mengelus perutnya pelan.
"Tentu saja bisa!"
"Caranya?" Nagisa semakin dibuat bingung.
"Seperti ini,"
Bruk..
Gerakan yang begitu cepat hingga Nagisa hampir terjengkang oleh rasa terkejut. Satoru tiba-tiba dan tanpa aba-aba memeluknya dengan erat. Tubuh kekar itu melingkup tubuh dan perut buncit Nagisa seolah tengah melidunginya dari serangan peluru. Posisi mereka yang duduk bersebelahan, mempermudah Satoru melakuknya hanya dalam satu gerakan. Tapi satu tindakan itu membuat Nagisa membatu dan syok oleh rasa terkejutaya.
"Seperti ini" Satoru melanjutkan serangan.
Cup
Tahapan selanjutnya tidak kalah membuat Nagisa hampir pingsan oleh rasa kaget dan malu. Satoru merendahkan tubuhnya untuk mencium perut Nagisa dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kalau saja bayinya sudah dapat bergerak, mungkin ia akan bersalto dalam perut Nagisa karena buncahan perasaan yang tengah dirasakan Ibunya sekarang.
"Dan seperti ini,"
Cup
Kegiatan terakhir kali ini berdampak pada jantung. Organ vitalnya itu berdetak lebih cepat dua kali dibanding aktifitas normal. Nagisa bahkan harus menahan Nafasnya untuk mencegah jantungnya copot tiba-tiba.
Satoru dengan sangat sembrono mencium keningnya. Sekarang apa yang mampu ia lakukan selain mematung tanpa dapat membalas. Bahkan untuk bicara, Nagisa merasa tidak mampu. Perasaan senang yang tiba-tiba membuncah dalam hati. Apa yang baru saja terjadi sama sekali tidak membutnya risih, tapi malah membuatnya ingin merasakannya lagi.
"Apa kau merasakanya? Kasih sayang seorang ayah," tanya Satoru disela keterkejutan Nagisa.
Nagisa yang masih belum selesai menata hati yang berbunga, tidak dapat merespon pernyataan Satoru. Menerima kebisuan Nagisa, akirnya Satoru melanjutkan serangannya.
"Tidak ada pilihan lain. Kita harus melakukanya demi anak kita. Kau setuju?" kata-kata yang lebih terkesan memerintah dibanding menawarkan. Tapi lagi-lagi Nagisa hanya mampu memberikan tatapan kosong pada Satoru.
Merasa jengkel oleh respon berlebihan Nagisa. Satoru akhirnya mengeluarkan jurus terakhir.
"Kau mau dia tidak mendapat kasih sayang orang tua?"
Dan akhirnya Nagisa melakukan respon pertama berupa gelengan tidak setuju. Satoru yang berhasil membuat Nagisa sadar dari syoknya, merasa jauh lebih bahagia karena dapat memasukan Nagisa dalam perangkap.
"Kalau begitu deal... dua kali sehari cukup. Kita akan melakukanya sebelum berangkat dan setelah aku pulang kerja.," Satoru tersenyum senang, berdiri dari posisi, dan meningglakan Nagisa yang masih mencerna kata-katanya. Hingga beberapa menit kemudian...........
"NOBI-CHAN BRENSEEEEEEEEEEEEEEK!"
++++Dilarang mengcopy fic ini: Cup Chocochip++++
B. Pindahan
Dua mobil pribadi milik Satoru terparkir rapi di parkiran sebuah apartemen kecil dan murah. Satoru, Nagisa, Tori, dan beberapa pembantu rumah tangga kediaman Hasegawa, membantu membereskan dan mengepak barang-barang milik Nagisa untuk di boyong menuju rumah mewah Satoru.
Setelah mengetahui niat Satoru untuk menjaga Nagisa selama kehamilanya kemarin, dan berujung pada kesimpulan bahwa Nagisa harus tinggal bersamanya. Nagisa yang awalnya menolak dengan apa yang di inginkan sahabatnya itu, akhirnya menyerah dengan enggan. Ancaman Satoru mengenai hal-hal buruk yang mungkin terjadi ketika dalam keadaan hamil, membuat Nagisa tidak mau ambil resiko kehilangan anaknya.
Dalam apartemen Nagisa. Hal pertama yang dilakukan si ibu hamil saat pertama kali memasuki kamar adalah berlari menuju kamar mandi untuk muntah. Rupanya bau busuk yang dulu dirasakan Satoru saat pertama kali memasuki apartemen Nagisa, baru disadari pemilknya saat ini. Nagisa merasa malu dengan kondisi aprtemennya yang berantakan dan bau. Kalau saja ia tahu akan seperti ini, Nagisa lebih memilih melakukan sendiri, dari pada membuat semua orang membantu membersihkan tempatnya yang kotor dan jorok. Setidaknya ia tidak memperalukan diri dengan memperlihatkan sisi buruknya di depan semua orang dalam ruangan.
Saat ini, Tori sedang mengvakum lantai, pembantu lain tengah mengepel lantai, ada yang sedang menurunkan barang-barang pecah-belah dari atas rak dapur, dan mengumpulkan sampah-sampah sesuai aturan* untuk memasukanya dalam kresek besar (Jepang punya sistim pengelompokan sampah berdasarkan jenis sampah, hingga dapat di daur ulang secara sempurna).
Satoru sedang mengepak baju-baju milik Nagisa untuk di masukan dalam koper yang telah disiapkan. Juga tidak lupa celengan katak dan lebah dadakan yang telah bertengger rapi di pojokan dalam koper.
Lalu apa yang dilakukan Nagisa. Nagisa tengah duduk manis di atas sofa di depan televisi yang ia hidupkan tanpa berniat untuk fokus melihat chanel yang ia tonton. Setelah acara muntah-muntah tadi, Satoru memastikan Nagisa tidak akan menyentuh apapun barang miliknya. Maka setiap apapun yang akan dibereskan oleh Nagisa selalu didahului oleh orang lain. Akhirnya Nagisa menyerah dan memutuskan untuk duduk dan menonton televisi.
Nagisa melihat sebuah kardus yang ia simpan di bawah kasurnya telah terambil dan hendak dibuang.
"Tunggu sebentar Kisa-san." Kata Nagisa pada salah satu pembantu Satoru. Berjalan mendekat untuk mengambil kardus yang berisi pecahan gerabah dari tanah liat yang merupakan pecahan celengan. Kemudian dalam tatapan sedih memunguti jazad dari peliharaannya itu.
Satoru yang telah selesai dari pekerjaanya, mendekati Nagisa kemudian menepuk punggungnya untuk menenangkan.
"Aku akan menguburkan mereka dengan layak." Kata Nagisa sedih. Menatap pecahan-pecahan tersebut, seolah melihat sebuah foto memoriam seorang teman yang telah meninggal.
++++Dilarang mengcopy fic ini: Cup Chocochip++++
Omake or Not
C. Raito
JESSSSSSSSSSS
Suara ombak pantai menghempas daratan terdengar lembut di telinga Nagisa. Saat ia tengah duduk diatas pasir pantai sambil menikmati sore yang indah. Panorama alam dan kesejukan aingin yang tersuguh, membuat Nagisa enggan untuk memalingkan wajah dari hamparan air aisin itu.
"Sayang! Suruh Raito tidak terlalu jauh saat bermain." Nagisa mendengar suara yang tidak asing di telinga. Ia menoleh dan melihat ke arah sumber suara. Kemudian menemukan sosok Satoru yang tengah duduk tidak jauh darinya.
"Nagisa, apa kau tidak mendengarku? Huh~ Ok, biar aku saja. RAITO... JANGAN TERLALU JAUH NAK. KEMARILAH! KAASAN MEMANGGILMU." Satoru berteriak cukup keras pada sesosok anak kecil berusia 4-5 tahun yang sedang bermain di pinggir pantai menggunakan skrup kecil plastik yang ia bawa. Anak laki-laki itu segera berlari kearah Nagisa dengan senyum menghiasi wajah. Semakin dekat, hingga ia dapat melihat sosok anak tersebut. Hanya dua kata yang mampu ia katakan saat ini. Replika Satoru. Bisa dibayangkan apabila ia kembali pada masa saat Satoru berusia 4 tahun, mungkin ia akan melihat sosok yang sama seperti yang ada di hadapanya saat ini. Mata hitam tegas intimidasi, rambut hitam sedikit bergelombang, kulit pucat, dan segala sesuatunya merupakan ciri fisik milik Satoru. Tapi ada satu hal yang berbeda. Senyum anak itu, adalah senyum khas miliknya. Satoru tidak akan pernah dapat melakukan senyum berlesung pipi seperti yang dilakukan anak kecil itu. 'Syaraf wajah si Nobi-chan kan sudah mati, makanya ekspresi wajahnya selalu datar.' Pikir Nagisa.
Bruk...
Anak kecil yang bernama Raito itu langsung menabrak Nagisa untuk memeluknya.
"Kaasan, Raito ngantuk." Kata Raito manja.
"A— Tidurlah...." Nagisa tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Anak kecil yang kini menempel pada tubuhnya memanggilnya Ibu. Jadi, apa anak ini adalah anaknya?
Nagisa mulai menberanikan diri memeluk tubuh kecil itu, dan menepuk-nepuk punggungnya agar anaknya cepat tertidur.
"Baiklah, sebaiknya kita pulang. Raito kelihatanya juga lelah. Biar aku gendog." Satoru berdiri dari tempatnya, menepuk-nepuk celana pendek untuk melepas pasir pantai yang melekat. Kemudian bergerak menuju Nagisa, membungkuk dan....
Cup....
Bibir Satoru mengarah langsung pada bibirnya. Lembut dan basah. Ciuman dan lumatan bibir yang diberikan Satoru sangat memabukan untuknya. Ia menutup mata dan menikmati sensasi yang Ia terima dari ciuman dasyat itu. Ciuman pertama Nagisa yang ia tunggu-tunggu. Hal itu berlangsung cukup lama. Hingga membuat Nagisa kehabisan oksigen dan membuka mata.
Masih dalam kondisi terengah-engah karena kehabisan oksigen. Hal pertama yang dapat ia lihat saat membuka mata, bukanlah Satoru maupun pantai. Tapi adalah atap sebuah kamar mewah nan megah milik Satoru. Ia sedang tidur di ranjang king size nyaman, dengan Satoru yang berada di sebelah kanannya, yang juga tengah tertidur dengan posisi membelakangi Nagisa. Mengetahui kenyataan tersebut, entah kenapa membuatnya merasa kecewa.
Tapi ada yang aneh dari mimpinya tadi. Nagisa masih bisa merasakan efek dari ciuman dalam mimpinya. Bibirnya masih terasa basah dan lembab, seperti ia benar-benar melakukanya beberapa saat yang lalu. Yang pastinya membuat wajahnaya memerah saat ini.
Kruuuk~
Bunyi yang keluar dari perut menyadarkan Nagisa akan kondisinya yang lapar. Seusai mengubur celengannya tadi, ia lebih memilih mendekam di kamar untuk menenangkan diri, dan tertidur karena kelelahan.
"Hem? Kau lapar ya?" Kata Nagisa mengelus anaknya.
Nagisa menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh, dan menginjakan kakinya pada karpet lembut di bawah ranjang. Memakai sandal yang telah tersedia dan mulai melangkahkan kaki menuju pintu keluar.
"Kau mau ke mana?" tanya Satoru yang rupanya masih terjaga.
"Aku lapar. Aku akan kedapur sebentar." jawab Nagisa.
"Kau tidak perlu melakukanya. Aku akan memanggil Tori untuk membuatkanmu sesuatu. Apa yang kau inginkan?" Satoru mengambil gagang telfon, siap menghubungi kepala pelayannya.
"Tidak perlu, aku tidak ingin membangunkan orang tengah malam hanya untuk membuat seporsi makanan. Lagi pula aku ingin memasak."
Satoru meletakan kembali telfonya.
"Baiklah, aku akan menemanimu." Ia beranjak dari kasur dan membukakan pintu kamar untuk Nagisa.
Mereka telah sampai di dapur besar milik kediaman Hasegawa Satoru. Dimana segala bahan makanan tersedia lengkap bahkan mengalahkan supermarket tempat Nagisa pernah bekerja part time saat SMA.
"Sekarang apa yang ingin kau makan?"
"Aku tidak tahu." jawab Nagisa singkat.
"Kau lapar tapi tidak tahu apa yang ingin kau makan?" Satoru menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku bingung ingin makan apa. Salahkan kulkasmu yang penuh bahan makanan. Sekarang aku tidak bisa memutuskan apa yang ingin aku makan." Sambil menunjuk kulkas dapur kediaman Hasegawa yang mewah.
"Lalu apa maumu Nagisa?"
"Kau saja yang memutuskan apa yang harus aku masak." Nagisa tidak mengatakanya sambil memohon, melainkan dengan nada memerintah.
"Kau yang lapar dan aku yang memutuskan apa yang ingin kau makan?" Lagi-lagi Satoru di kagetkan oleh keinginan aneh Nagisa.
Nagisa hanya mengagguk malu pada Satoru.
Satoru baru menyadari. Teryata keinginan aneh dan konyol yang selama ini ia terima dari Nagisa adalah dampak dari kehamilanya. Ia ingin tertawa sendiri bila mengingat-ingat hal tersebut.
"Baiklah. Aku pesan dua Omuraisu* dan dua Jus Jeruk."Kata Satoru yang telah duduk di kursi meja makan di sebrang dapur (*Nasi goreng berbalut telur).
"Hai, kashikomarimashita. Chotto mattekudasai (Baik, tunggu sebentar)."Nagisa meninggalkan Satoru yang tersenyum menaggapi respon Nagisanya.
"Kau sangat pantas menjadi pelayan restoran Nagisa."Kata Satoru sambil mengenyahkan pantatnya kursi di depan meja makan.
"Untuk apa aku bekerja selama 8 bulan di restoran, bila hal seperti ini saja tidak bisa Nobi-chan?" Nagisa mulai menggambil bahan-bahan yang ia perlukan untuk memasak.
"Akan aku pertimbangakan untuk meminjamimu salah satu seragam Maid di sini. Itu akan sangat cocok denganmu." Celetuk Satoru membuat Nagisa melotot seketika.
Nagisa langsung memicingkan mata dengan ganas. Pipinya memerah saat membayangkan dirinya melakukan apa yang baru saja Satoru katakan.
"Nobi-chan, kau tau bahwa dapur ini memiliki banyak pisau. Kau tidak akan tahu kapan salah satunya akan terbang ke arahmu!" Nagisa memamerkan salah satu pisaunya pada Satoru.
"Sabar Nagisa. Ingat kau sedang hamil. Nanti anakmu jadi yatim." Mencoba membujuk Nagisa menurunkan pisau.
"Anakku tidak butuh Tousan yang mesum sepertimu!" kemudian meneruskan memasak.
++++Dilarang mengcopy fic ini: Cup Chocochip++++
7. 4 Adegan Ranjang
"Itadakimasu~" Kata mereka bersama-sama.
Nasi goreng yang berbalutkan telur dadar kuning cantik dengan tambahan keju saat memasaknya. Mereka nikmati dengan lahap dan khusyu.
"Setelah selesai, sebaiknya kita segera kembali ke kamar. Aku tidak mau kau kurang tidur." Satoru mengambil piring kosong Nagisa, dan membawanya menuju tempat pencuci piring. "Ayo!"
Sesampainya di kamar. Karena masih belum dapat tertidur, akhirnya mereka memilih melakukan adegan ranjangnya.
"Kau belum tidur?" tanya Satoru.
"Aku tidur mulai jam enam. Sekarang aku tidak terlalu mengantuk." Nagisa kini bersandar pada bantal tinggi yang ditumpuk berlapis-lapis. Perutnya yang membuncit, ia elus-elus dengan sayang. Membuat Satoru tertarik untuk mencobanya.
"Boleh aku menyentuhnya?" Tanya Satoru pada Nagisa yang masih asik dengan elusan kasih pada perutnya.
"Boleh. Kau ingin menjadi ayahnya bukan?" Kata Nagisa.
Mendapat persetujuan, Satoru segera merapatkan jarak tubuhnya dengan Nagisa. Ia menyentuh perut si ibu dengan lembut, dan memulai engelusannya dengan hati-hati.
"Aku memang ayahnya Nagisa!" Kata Satoru. Nagisa hanya memutar matanya sebagai balasan.
'Terserah kau saja.' Kata Nagisa dalam hati.
Tapi elusan itu berdampak seperti sengatan listrik untuk Nagisa. Ia merasa jantungnya sedang senam gembira mendapat sentuhan lembut Satoru. Rasa hangat menyebar keseluruuh tubuh bahkan wajahnya. Melihat Satoru sangat dekat dan berfokus pada perut bucit berisi sang bayi. Membuat Nagisa ingin mendekatkan wajah dan merasakan bibir seksi itu lagi. Apakah ciuman dalam dunia nyata akan sama rasanya seperti dalam mimpi? Akhirnya, untuk menghentikan si hayalan dewa, Nagisa lebih memilih memalingakan wajah, dan tidak memperhatikan apa yang dilakukan Satoru saat ini.
"Kau harus mulai memikirkan nama untuknya." Satoru menghentikan kegiatanya untuk menatap Nagisa. Nagisa tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan menarik selimut tebal di kaki untuk menutupi perutnya. Setidaknya ia tidak ingin Satoru mengelusnya lagi . Karena akan membuat persaan aneh itu muncul dan pastinya juga membuat jatungnya berdetak tidak karuan lagi.
"Sudah. Namanya Raito." Kata Nagisa singkat sambil memandang si jabang bayi. Membayangkan anak kecil yang ada dalam mimpinya tadi, tengah tertidur di dalam perutnya.
"Raito? Kenapa Raito?" Satoru tidak paham.
"Setidaknya lebih terlihat intelek dibanding Nobita," secara tidak langsung tengah menghujat Satoru.
Satoru hanya memutar matanya sekali, akibat tatapan merendahkan Nagisa pada dirinya yang sangat menyukai tokoh utama serial kartun Doraemon.
"Kau salah Nagisa, namanya bukan Raito. Tapi Light. Light Yagami. Karena aksen mayoritas warga jepang tidak terbiasa menyebut huruf L dengan benar, maka mereka memanggil Namanya Ra-i-to," penjelasan Satoru mengenai mana tokoh salah satu animasi detektif terkenal, dengan gaya CEO.
"Ral-rrr-rl-ito?" Lidah Nagisa tersandung gigi sendiri. Kelemahanya dalam bahasa inggris selalu dapat menjadi bahan olokan bagi Satoru.
"Itu! Kau bahkan tidak bisa menyebutnya dengan benar,"
"Tapi aku suka Nama Raito,"
"Aku ragu kau bisa memanggil nama anakmu kelak. Bagaimana kalau Hikari (光; cahaya), light berarti cahaya dalam bahasa ingris," bujuknya.
Nagisa menggeleng keras, "Aku tidak suka shogi (catur jepang)," katanya, malah membahas sebuah kartun tentang catur jepang berjudul Hikari no go.
"Tuhan, jadi kau benar-benar ingin memberi nama anakmu sesuai nama tokoh kartun?"Satoru mengacak-ngacak rambutnya kesal.
"Lalu?" kata-kata Nagisa terkesan menantang.
Satoru mencoba lagi, menurunkan level volume suara, intonasi nada, dan panasnya hati. Hanya untuk Nagisa.
"Nagisa kau tidak boleh main-main dengan nama anakmu,"
"Raito! Aku tidak main-main ingin memberinya nama itu," masih keras kepala.
"Bagaimana kalau Tsubasa saja," Satoru ikut permainan.
"Kenapa tidak Wakabayshi?"
"Gohan..."
"Pikolooo," Satoru membetuk dua sungut di atas kepala dengan dua acungan tangan.
"Ha-ha-ha... Tapi jangan! Harus tokoh utama...!" Nagisa semakin tidak masuk akal.
"Doraemon," Satoru mulai bosan.
"Apa kau ingin menjadikan Anakku robot kucingmu Nobi-chan?"
"Pi-man,"
"Dia bukan sayuran (ピマン; piman; lobak besar, semacam paprika),"
"Kenshin..."
"Hatori," Nagisa asal sebut tokoh pahlawan cilik dunia ninja.
"Kau suka Ninja? Bagimana dengan, Naruto..." usul Satoru.
"Iya Teme..." jawab Nagisa manja.
"Dasar Dobe!" Satoru tertawa.
"Kalau begitu biar aku pilihkan nama perempuan untuknya." tanawar Satoru.
"Tidak! Kau sudah memberikan nama Raito. Biar aku saja yang cari nama perempuan." Nagisa tetap tidak mau kalah.
"Aku tidak pernah memberinya nama Raito, Nagisa. Kau sendiri yang memanggilnya Raito!" Kata Satoru jengkel.
"Karena kau yang pertama memanggilnya Raito dalam mimpiku!"
Satoru melongo dengan jawaban Nagisa, tidak tahu harus menghadapi ini dengan cara apa lagi.
"Kalau begitu Aku menarik nama Raito. Ia akan aku beri nama Kento bila laki-laki dan Rin bila perempuan." Satoru menyatakan pendapat.
"Jangan salah, namanya akan tetap Raito bila laki-laki, dan Shizuka bila perempuan,"
"Shi— kau gila? Kau memberi nama anak kita seperti seseorang yang tergila-gila padaku?" Satoru tergagap oleh pernyataan Nagisa yang mengejutkan.
"Eits, jangan salah! Kau lah yang tergila-gila padannya. Kasihan Jaiko. Padahal dia lah jodohmu sesugguhya," elak Nagisa, tepat sasaran.
"J-jaiko? Cukup! Tidak ada lagi Raito, Shizuka, ataupun J-jaiko. Tidak ada lagi nama kartun untuknya!" tergagap oleh ketakutanya akan sosok wanita gendut yang hampir menjadi pasangan Nobita, membuat Nagisa terkikik melihat gelagat Satoru saat menyebut nama Jaiko.
"No way! Dia adalah Raitoku. Dia akan menuruti kataku. Karena aku Kaasannya." Kata Nagisa sambil melotot dan menujuk diri dengan bangga.
Satoru yang melihat hal itupun tidak tinggal diam.
"Ya sudah. Kalau begitu biar aku berbicara sendiri padanya." Satoru langsung beranjak dan menempelkan wajahnya pada perut Nagisa, dan melingkarkan tanganya pada pinggulnya.
"Kyaaaa..... apa yang kau lakukan!"
Nagisa meronta meminta Satoru melepaskannya. Tapi sama sekali tidak digubris oleh Satoru. Saat ini ia malah asik tiduran di atas paha Nagisa untuk berbicara pada perut buncitnya, sambil beberapa kali memberi ciuman hangat dengan gemas. Nagisa yang sempat berontak, akhirnya memilih bungkam oleh aksi Satoru. Ia lebih memilih untuk menenagkan jantungnya yang mendadak berdetak hiperaktif, dari pada meladeni aksi konyol Nobi-channya saat ini.
Ya, begitulah kisah pertarungan ranjang atau adegan ranjang yang tercipata dari calon orang tua yang berebut memberi nama pada anak pertama mereka. Mungkin terlalu panas bila cerita ini diteruskan. Maka akan kita akhiri dengan situasi pagi hari ketika mereka tertidur dengan saling berpelukan satu sama lain akibat kelelahan yang timbul oleh adegan ranjang mereka.
Tentunya tanpa situasi rate M yang saat ini sedang kalian bayangakan. Biarkan saja malam ini berlalu masih dengan seribu tanya. Karena wujud kehudupan itu sendiri juga merupakan pertanyaaan bagi kita.
.
Bersambung......
Jadi.... 120 vote untuk up cepat, atau tunggu sabtu depan...
Yang kemarin baru gabung di cerita ini, mohon dukunganya dengan vote chap 1-6 ya...
Karena cerita ini juga masih dalam masa promo, sedikit saja dukungan kalian sangat berarti buatku. Kan udah baca gratis. Minta vote dikit masa gak boleh?
Kalau gak mau vote ya...
Resiko di tanggung penumpang. Soalnya supirnya lari.
Wkwkwkw...
bye-bye...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top