Chapter 4
Apaan tadi itu? Awalnya aku sangat senang bisa bertemu langsung sama Kiki, tapi begitu berbicara sebentar saja, dia sudah menyebalkan.
"Maaf, Anda siapa, ya?" Mari kulihat, bagaimana reaksi Kiki melihatku yang pura-pura tidak mengenalinya?
Namun, hal yang aku dapatkan justru respons tidak terduga sama sekali. Dia membeku dengan tatapan kosong. "Kau tidak ingat padaku?" cetus Kiki. Kedua tangannya memegang bahuku, dapat aku rasakan dia sedikit menekannya.
Jujur, itu terasa sakit. Sekali hentak, tangan Kiki aku singkirkan dari bahu. "Apa, sih? Jangan sok kenal, ya!"
Aku melenggang pergi dengan mulut sambil berkesumat lirih. Meninggalkan Kiki yang masih terdiam di tempatnya. Persetan jika nanti pemuda petakilan itu mengadu pada Toro pasal adiknya ini. Aku terlanjur kesal. Sangat kesal.
Bolos aja kali, ya? Ke UKS juga buat apa coba? Palingan cuma tiduran, terus ujung-ujungnya benaran ketiduran.
Ke warung Teteh, ah. Mumpung lagi sepi. Habis itu cari Jacky, si soang, buat teman curhat. Sip, mantap sekali rencanaku. Let's go!
***
Mengetuk-ngetuk pensil pada meja, Toro merenung dalam.
Dalam kepala dengan rambut hijau gelapnya memikirkan hal yang terus membebaninya. Tidak bisa, ini sungguh tidak biasa. Toro masih belum bisa tenang, semenjak (Name) sadar, seperti ada yang aneh pada adiknya itu. Memang tetap pecicilan, tetapi banyaknya terlihat canggung. Seolah dia orang yang berbeda.
"Toroooo, si (Name) kenapa, sih? Kok jutek ke aku tadi saat pas-pasan?" adu Kiki, setelah menyimpan tas di bangkunya.
"Itu pada dasarnya lu aja yang nyebelin." Bukan Toro yang menjawab, melainkan Sho yang sama-sama baru datang, tepat setelah Kiki masuk kelas.
Toro menatap kedua temannya. "Tapi memang seperti ada yang beda dari (Name). Dia sering kagetan dan banyak melamun."
Kiki mengarahkan telunjuk dan ibu jarinya bak sedang menembak. "NAH, 'KAN! Emang ada yang aneh," katanya, "tuh, dengerin, Sho. Gue enggak asal ngarang, ya."
Sho mendengkus, enggan membalas lagi. Mana tahu dia kalau (Name) tidak terlihat biasanya. Dia belum bertemu lagi semenjak kejadian menjatuhkan adik Toro itu dari troli. Niatnya hari mau minta maaf, tapi orangnya saja tidak ada.
Prok! Prok!
Dua tepukan membubarkan para penggosip dadakan. "Baiklah, sekarang duduk di tempat masing-masing. Maaf 10 menit terlambat datang, aku tadi ada urusan dulu." Pak Eko sudah berdiri di depan papan tulis, menandakan kelas segera dimulai.
Kebingungan terhadap bedanya (Name) pun terpaksa harus ditunda.
***
"Teteh kok enggak lanjut aja jadi atlet tinju?" Iseng-iseng aku membuka obrolan. Di samping itu, aku menyeruput kuah bakso yang sudah tidak terlalu panas.
"Kok (Name) tahu cita-cita Teteh mau jadi atlet tinju? Perasaan Teteh belum cerita apa-apa."
Keringat dingin mengucur dari pelipis.
Waduh, ternyata belum, ya? Mana tahu si Teteh belum cerita. Aku ngarang ajalah.
"Itu ... itu, Upi yang kasih tau aku! Iya, dari Upi."
Teteh membulatkan mulutnya dan tidak berkomentar lagi. Huff, akhirnya bisa bernapas lega.
Namun, sayangnya kelegaan itu hanya sesaat ketika sebuah tembakan melesat ke arah tengkuk. "Aw! Apaan tadi?"
Aku memungut matariel yang tadi ditembakkan. Eh, ini bubur kertas, 'kan?
Begitu menoleh aku mendapati seorang perempuan tersenyum misterius. Memutar otak, menerka siapa gerangan. Berpikir, berpikir. Saat sudah connect, alarm bahaya berbunyi.
I-Itu kan Mami OSIS! AHH, MAMPUS SUDAH!
.
.
.
Maaff, baru update sekarang ('A`。)
_________________
04 Februari 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top