Chapter 2
Aku masih belum percaya sepenuhnya pada apa yang kualami ini.
Rambut hitam sebahu kini menjadi hijau tua, seperti milik Toro, dan panjangnya hampir sepinggang dengan model bergelombang.
Biar kuceritakan sedikit mengenai dunia yang aku masuki ini.
WEE!!! adalah komik webtoon lokal yang atensinya sedang meninggi. Bahkan aku yang tidak terlalu doyan dengan dengan webtoon pun akhirnya tergoda untuk membaca kisah Amu CS yang petakilan ini.
Kukira awalnya hanya komik romance comedy anak sekolahan saja, ternyata tidak seenteng itu, kawan. Karena Author yang spesies berbelah ini sering mencampurkan unsur dark dalam komik buatannya.
Setidaknya aku tidak terlalu kaget dengan lingkungan baru ini. Semoga.
***
Kalau aku jadi adiknya Toro berarti tidak satu kelas dengan para karakter utama, dong?
Eh, tapi sebelum itu aku harus manggil Toro dengan sebutan apa?
Kakak?
Abang?
Mas?
Atau mungkin Brother?
Tapi mustahil banget nyebut dia Onii-chan. Nanti dicap wibu aku. Yaiyalah, kan ini Indonesia, bukan Jepang.
“Karena kamu baru sakit, kita berangkat sekolah disupirin dulu aja. Naik angkotnya kalau kamu udah beneran sembuh,” kata Toro.
Aduh, perhatian banget.
Aku paham kenapa enggak pakai angkot. Soalnya pasti enggak bakalan bener. Entah Kiki yang nangkring di atas mobil. Sho(to) dan Toro yang nyempil di pintu mobil angkot. Mana ngebut lagi. Sama sekali tidak menjamin keamanan dan keselamatan.
Berangkatlah kami dengan mobil yang mevvah. Astaga, begini rasanya jadi orkay.
Daripada kami diam-diaman, aku coba buka obrolan dengan Toro.
“Mas, kita nanti tolong anterin ke kelasku, yah? Aku agak-agak lupa.”
Bodolah, aku manggil Mas dulu aja. Habis bingung mau manggil Toronya gimana!
Toro mengernyit. “Kita ini satu kelas, (Name).”
“Hah? Kok bisa, sih, Bang?”
Otakku enggak mudeng (baca: paham). Se' se', aku ini adik dia, otomatis umurku lebih muda. Kok, yo, bisa satu kelas? Btw, enggak konsisten panggilannya, hshshs.
“Kamu lompat kelas … jadi kita memang satu kelas,” jelas Toro lagi.
“O-oh ….”
Hm, hm, jadi aku di sini pintar. Apakah kepintaranku mengalahkan Sho? Kapan-kapan aku mau adu kepintaran sama dia, di antara kita siapa yang lebih pintar. Sip, boleh dicoba.
“Kamu yakin beneran mau masuk sekolah? Mendingan istirahat dulu di rumah.”
Toro masih saja khawatir. Aku udah sehat, meski kepala kadang masih nyut-nyutan. Sikap lilin pun aku bisa kayaknya.
Kulebarkan senyum. Jujur saja terharu dengan perhatian Toro. Dari dulu memang aku pengin punya kakak laki-laki.
“Aku enggak apa-apa, kok! Nanti pas turun dari mobil kalau perlu aku langsung salto biar Abang percaya,” tuturku sambil menepuk-nepuk lengan pemuda zamrud ini.
“Jangan, (Name).”
Aku ngelirik kaca depan. Rupanya Pak Supir ikut cengengesan melihat tingkahku.
Berusaha mengalihkan perhatian, aku melihat keluar jendela mobil. Malu aku.
Kemudian radio yang terpasang di mobil sedang memutarkan lagu. Lagu dangdut lebih tepatnya.
“Api asmara yang dahulu pernah membara. Semakin hangat bagai ciuman yang pertama. Detak jantungku seakan ikut irama. Karena terlena oleh pesona—”
“—alunan kopi dangdut!” sambungku.
Ups, keceplosan. Enggak tahan sama lagunya.
“Ahaha! Gak nyangka seleramu yang kayak gitu.” Toro malah ketawa sampai matanya menyipit.
Huwaaa, malu!
Awas, ya, nanti aku ketawain balik kamu kalau lagi ternistakan. Biar tahu rasa.
***
Aku berjalan agak jauhan dari Toro. Masih ngambek karena dia ngetawain aku pas di mobil.
“Morning, (Name)!” sapa Amu dengan wajah ceria.
“Pagi …,” sahutku dengan tidak semangat.
“(Name) kenapa? Masih sakit, ya? Mau bakpao?”
Amu memang baik. Enggak heran disukai banyak orang.
“Enggak, deh, makasih.”
“Tadi itu di mobil, (Name)—”
Mulut Toro langsung kubekap dengan tangan. Ini Abang bisa diam, enggak, sih?! Aku enggak mau diketawain lagi.
“Bu-bukan apa-apa, kok. Kita langsung ke kelas aja. Kamu udah bagi-bagi permen belum? Aku bantuin.”
Langsung saja aku merangkul Amu dan menjauh dari Toro. Mengalihkan perhatian si hoodie merah ini dari rasa penasaran tentang kejadian di mobil.
“Umm … ini bukan kelas kita, (Name),” ucap Amu, “kelas kita yang sebelahnya.”
Aku seketika mematung. Mana aku tahu kelasnya yang mana! Di webtoon enggak dijelasin letak kelasnya.
“Amu, (Name) kayaknya ada masalah sama ingatannya. Jadi harus dikasih tahu dulu,” beber Toro yang diam-diam mengikuti aku dengan Amu.
“(Name) anemia?!” kaget Amu. Lalu memegang pipiku.
Aku sedikit mengoreksi. “Amnesia, Muu.”
“Baiklah, seharian ini aku akan memandumu mengenal sekolah, teman-teman, dan keseharian kita!”
“Haha, oke.”
Cuma bisa berdoa semoga enggak bakalan rusuh agenda pengenalan dadakan ini. Meski aku yakin sepenuhnya.
.
.
.
.
.
.
Art dari rainotherland
Tulisan yang tertera di gambar sudah mutlak ya, gaes. Gak ada penolakan 😔👌
Yang lain kalau mau sumbang gambar juga boleh, kok. Bisa ketuk DM instagramku— @cuzhae 😆
Gaya bahasa yang kugunakan buat fanfict ini kebanyakan bahasa non baku dan santai, ya.
_____________
05 Mei 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top