BAB 39

"Angel...Angel..."

Suara itu terdengar samar-samar di setengah kesadarannya.

"Angel..."

Perlahan, ia mengenali suara itu, suara Dave. Ia juga merasakan genggaman tangan seseorang, mungkin Dave, semakin erat padanya. Perlahan-lahan matanya terbuka, lalu menutup lagi karena silau.

"Angel kamu sudah bangun!" kali ini suara antusias Ani.

Sudah payah Angel berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk sampai akhirnya ia bisa membuka matanya. Menatap kesekeliling. Ia berada di rumah sakit.

"Apa yang terjadi padaku?" Angel hendak bangun, Dave yang duduk di sampingnya membantunya.

Ia tidak bisa mengingat dengan jelas. Tidak ingat apa yang terjadi padanya sehingga ia bisa berakhir di rumah sakit. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit.

Sekarang ia ingat, terakhir ia, Thomas, dan Ilma pergi ke psikiater untuk mengobati trauma Ilma. Lalu Ani menelponnya, melihat keanehan Thomas, lalu,...

"Ah..." erangnya merasakan tengkuknya sakit. Ya. Seseorang memukul belakang kepalanya.

"Ilma?" begitu kesadarannya sudah datang sepenuhnya, Angel mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Betapa leganya ia melihat Ilma bersama dengan Denis di sofa, di pojok ruangan. Ilma menatapnya dengan sedih.

"Thomas?" Angel baru sadar bahwa semua orang ada di sini kecuali Thomas.

Pintu terbuka. "Aku di sini." Ucap Thomas sambil memamerkan senyumannya.

Thomas memakai baju pasien dengan tangan kanannya di perban. Susah payah dia menyeret infusnya. Duduk di samping Denis dan Ilma.

"Apa yang terjadi?"

"Kudeta." Ujar Denis. "Beberapa orang tak dikenal menyerang klinik itu."

"Kenapa?"

Denis mengangkat bahunya. "Polisi sedang memeriksanya."

***

Angel tersenyum pada Dave yang baru saja menyuapinya. "Cepat sembuh." Pria itu lalu menghadiahkan kecupan singkat pada keningnya.

Ditatapnya Denis dan Thomas yang sedang memakan buah di sofa. Ia masih merasa aneh, yang lainnya pun pasti masih merasakannya, Thomas sangat aneh. Terakhir ia ingat bahwa Thomas sempat meminta maaf, untuk apa? Angel tidak tahu maksudnya.

Ia yakin mendengarnya, tapi tidak yakin. Ingatan pada kejadian hari itu saja masih samar-samar di kepalanya. Dan untuk meyakini sesuatu yang lebih samar lagi, ia sedikit ragu. Tapi, ia yakin.

Keadaannya yang seperti ini ternyata mengundang pertanyaan dari Dave yang duduk di sampingnya.

"Kenapa?" Dave mengikuti arah pandangan Angel, mencebikkan bibirnya. "Jangan harap kamu bisa selingkuh dari aku, Angel."

Ia menatap Dave sebal. Sudahlah, lupakan dulu keanehan Thomas, Dave sekarang lebih menyebalkan.

"Bukannya aku udah pernah bilang gak akan selingkuh." Senyum Dave mengembang. "Tapi dua lingkuh, bahkan berlingkuh-lingkuh dari kamu."

"Yaudah, jangan cepet sembuh. Biar kamu gak bisa jelalatan sana sini."

***

Angel terbangun tengah malam. Pukul dua pagi saat ia melihat jam yang menggantung di kamarnya. Ia masih berada di rumah sakit. Ia heran sendiri, lukanya tidak terlalu parah, hanya gegar otak ringan. Seharusnya tadi siang ia sudah bisa pulang, tapi pria keras kepala yang sekarang tidur menangkupkan kepalanya di samping tubuhnya melarangnya, meminta kepada dokter untuk terus membiarkannya menginap di rumah sakit dua hari lagi. Itu berlebihan, mengingat dirinya sudah sangat bugar sekarang, walaupun inpus masih terpasang, dan itu juga karena kekeras kepalaan Dave.

Mengingat betapa menyebalkannya Dave saat meminta pada dokter supaya ia terus di rawat membuat perasaan hangat menyelimuti dirinya. Perlahan, dengan gerakan pelan disentuhnya rambut Dave. Sangat ringan gerakannya, takut membuat dia terbangun.

Tidak ada suara apapun saat ini selain suara napasnya dan napas Dave yang teratur. Pria ini masih memperlakukannya seperti pasien.

Menggemaskan sekali.

Dave memang terkadang kelewatan.

Saat ia asyik memperhatikan wajah Dave dengan damai, ia melihat bayangan samar-samar di kaca pintunya. Namun, bayangan itu menjauh saat ia menatapnya.

Karena penasaran, Angel turun dari ranjangnya, menuju pintu. Perlahan ia membuka pintu itu, sebelumnya ia menoleh ke belakang, syukurlah Dave tidak menyadari ia bangun. Ia tidak menemukan apa-apa di luar. Koridor sangat sepi. Apa mungkin yang dilihatnya barusan itu hanya ilusi saja? Tapi, itu begitu nyata. Itu pasti bukan ilusi.

Masih dengan rasa penasarannya, ia melangkahkan kakinya menelusuri koridor rumah sakit yang sepi ini. Sampai akhirnya ia berada di depan ruang rawat Thomas. Pintunya sedikit terbuka. Angel menggunakan celah itu untuk melihat ke dalam.

Thomas belum tidur. Dan dia juga tidak sendiri.

Ada seseorang yang berdiri di samping ranjang Thomas, membelakanginya. Yang bisa Angel lihat hanya punggung yang dibalut setelan mahal pria itu. Angel merasa ini mencurigakan, seseorang yang entah siapa itu mengunjungi Thomas tengah malam, saat jam besuk sudah berakhir.

Angel mendekatkan telinganya untuk mendengar percakapan Thomas dan pria itu.

"Jangan goyah." Itu suara pria yang bersama dengan Thomas. Suaranya memang pelan, tapi keheningan yang terjadi sekarang membuat ia bisa mendengar dengan jelas percakapan dua orang itu.

"Ini tidak benar." bantah Thomas. "Mengorbankan banyak orang untuk satu tujuan yang menguntungkan beberapa orang itu tindakan yang tidak benar."

Pria itu tertawa, "Kamu pikir yang kamu lakukan selama ini juga benar?"

"Aku akan menyerahkan diri. Aku yang membunuh mereka semua, termasuk gadis SMA itu, Riyanti."

"Kamu pikir dengan kamu menyerahkan diri bisa menjadi umpan untuk menangkap kami? Kita sudah sejauh ini, tidak mudah untuk berhenti saat ini."

Kemudian hening, Angel tidak mendengar lanjutan percakapan mereka lagi. Menggantung.

Semuanya terjadi begitu cepat, Angel sendiri tidak menyadari bahwa Thomas dan pria itu menyadari keberadaannya. Suatu hal yang terjadi lebih cepat lagi adalah seseorang yang menarik tubuhnya ke balik tembok sambil membekap mulutnya. Napasnya memburu untuk beberapa saat. Sebelum ia menyadari siapa dewa penyelamatnya.

"Sedang apa kamu berkeliaran malam-malam seperti ini?" nada khawatir Dave begitu kental. Pupil matanya bergetar.

"Aku..." baru saja Angel akan menjawab, seseorang—entah itu Thomas atau sosok lain yang bersama Thomas—keluar dari ruang rawat itu. Untungnya saja Dave lebih gesit. Menariknya menuju tembok tikungan koriodor. Letak ruang rawat Thomas sangat menguntungkan sehingga ia bisa bersembunyi.

Dengan tangan yang masih membekap mulut Angel, Dave menengokan tubuhnya melihat siapa yang keluar dari ruang rawat Thomas. Dia kembali menatapnya. Membuat Angel bertanya-tanya siapa yang dia lihat keluar dari sana.

"Ryan." ujar Dave.

***

Maaf ngaret ret ret ret :D


Flower flo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top