RENCANA BESAR
Braaaaak!
Pintu terbuka kasar, Lovely masuk ke dalam apartemennya. Geram dan amarah tersulut menghiasi wajahnya. Dia membanting tubuhnya di tempat tidur dan menutup wajahnya dengan bantal. Tangisan histeris keluar dari mulutnya.
"Gue cinta sama lo, Li! Sejak lo dulu pacaran sama Kak Lovia, gue udah suka sama lo! Gue udah menunggu saat itu tiba, gue udah membayangkan lo jadi suami gue, tapi apa?! Lo buang gue begitu aja, dan lebih memilih jalang kecil itu!!!" Teriakan Lovely penuh penekanan dan amarah.
"Gue akui, gue salah saat di Jerman! Gue mencari teman hidup di sana, untuk menemani saat gue kesepian dan untuk bersenang-senang. Tapi gue tetep masih cinta sama lo, Li. Gue masih menginginkan lo sebagai suami gue!!!!" teriak Lovely menguasai kamarnya.
Lovely bangkit dari rebahannya, lantas dia duduk di tepi ranjang menatap lurus ke depan penuh dendam. "Kalau gue nggak bisa dapetin lo, berarti jalang itu juga nggak akan pernah dapetin lo juga, Li!" ujar Lovely menyeringai jahat.
Lovely mengepalkan tangannya erat, wajahnya mengeras penuh dendam. Bibirnya tersenyum miring dan licik.
***
Hari terus berjalan, minggu berganti bulan hingga tak terasa semua berjalan terlalu cepat. Rencana besar pun terancang, Ali dan Prilly bersepakat untuk menikah dalam waktu dekat ini.
"Mommy, ini bagus," seru Angel saat mereka sedang berada di kamar apartemen Prilly.
Sudah sering Angel menginap di apartemen Prilly, jika Ali sedang bekerja ke luar kota. Prilly melihat sebuah undangan yang Angel pilih.
"Iya, bagus. Angel suka yang ini?" tanya Prilly menerima contoh kertas undangannya.
"Suka," seru Angel menggemaskan.
Prilly mencium pipi Angel yang kini tampak chubby lagi. Semenjak kembali bersama Prilly, nafsu makan Angel kembali normal, dan dia juga dapat memakan es krim sepuasnya, sesuka hatinya. Namun, masih tetap Prilly batasi dan dibawah pengawasannya.
Telepon masuk dari handphone Prilly, dia melepas bibirnya dari pipi Angel.
"Daddy telepon Sayang," ucap Prilly girang saat melihat nomer Ali yang tertera di layar flat-nya.
"Angkat Mommy," pinta Angel tak sabar.
Prilly segera menjawab telepon Ali.
"Assalamualaikum," sapa Prilly sangat manis.
Terdengar tawa kecil dari seberang. "Waalaikumsalam, kalian sedang apa?" tanya Ali.
"Sedang milih kartu undangan, kamu kapan pulang?" tanya Prilly yang sudah menahan rindu karena hampir 4 hari ini tak bertemu Ali.
"Ini sudah di kantor. Kamu ajak Angel ke kantor ya? Maaf, tadi nggak sempat mampir ke apartemen, soalnya ada tamu yang menunggu di kantor," jelas Ali.
"Iya deh, habis ini aku ke kantor kamu."
"Aku tunggu ya? Cepet, aku sudah kangen banget sama kalian," rajuk Ali terdengar manja.
"Iiiissssh, dasar! Pasti udah omes nih," cerca Prilly mendengus sebal.
Ali tertawa di ujung telepon, "nggak! Nggak salah lagi. Udah nggak tahan, kebelet kawin," seloroh Ali vulgar.
"Enak aja! Nikah dulu, baru kawin!" elak Prilly yang sebenarnya hatinya sepakat dengan perkataan Ali tadi.
"Halah! Nikah mah gampang, tinggal ke KUA, selesai. Kalau kawin, harus sabar, ngumpet-ngumpet dulu dari Angel," ujar Ali semakin blak-blakan.
"Iiiiihhhh, udah ah! Jangan diterusin, entar Angel denger. Tutup dulu ya teleponnya. Aku sama Angel mau siap-siap dulu," kata Prilly membendung ucapan Ali yang semakin menjadi.
"Iya deh, jangan pakai pakaian ketat. Awas kalau sampai mengumbar yang harusnya milik aku," gertak Ali membuat Prilly tertawa.
"Iya ... iya, bawel. Udah ah, assalamualaikum," ucap Prilly mengakhiri obrolan mereka.
"Waalaikumsalam." Akhirnya panggilan pun berakhir.
Prilly bergegas mengajak Angel bersiap-siap untuk menemui Ali di kantor.
"Mommy, Angel bawa ini ya?" tunjuk Angel memamerkan buku gambar dan pewarnanya.
Hobi menggambar membuat Angel luas mengekspresikan imajinasinya dalam sebuah gambar. Atas bimbingan Prilly selama ini selain di sekolahan, Angel semakin mahir menggambar dan memadukan warna.
"Iya, tapi salah satu buku gambar saja yang di bawa. Jangan semuanya di bawa," sahut Prilly sangat lembut, menyiapkan bekal untuk mereka nanti makan di kantor Ali.
"Yang gambarnya gajah ya Mom," seru Angel masih saja sibuk memilih buku gambarnya.
"Iyaaaaa," jawab Prilly lembut. "Sepatunya dipakai Sayang," titah Prilly yang sudah siap.
Angel berlari ke rak sepatu, dia memilih sepatu yang akan dipakainya untuk menemui Ali.
"Mommy," lirih Angel manja membawa sepatunya kepada Prilly.
Prilly menunduk melihat wajah sedih Angel. "Ada apa Sayang?" tanya Prilly berjongkok mengelus pipi chubby Angel.
"Sepatu Angel jebol," kata Angel menekuk wajahnya sambil mengerucitkan bibirnya.
Prilly tersenyum melihat kain sepatu Angel terkelupas dari alasnya. Dia mengelus kepala Angel dan memeluknya penuh kasih sayang.
"Nanti kita beli ya Sayang," ujar Prilly yang mengetahui bahwa sepatu itu adalah salah satu barang kesayangan Angel.
"Tapi Angel sayang banget sama sepatu ini Mommy," rajuknya lucu sambil memeluk sepatunya erat.
Prilly tertawa geli melihat wajah cemberut Angel namun menggaskan bagi Prilly.
"Udah ah, nanti kita beli dulu sebelum ke kantor Daddy," kata Prilly berdiri mengambil tupperware yang sudah tersusun rapi.
Angel masih saja bersedih sambil meletakkan sepatunya perlahan di lantai. Sepertinya dia masih belum rela melepaskan sepatu usangnya itu. Prilly membopong Angel, karena dia tak memakai alas kaki. Angel masih saja bersedih, meskipun mereka sudah berada di dalam taksi.
"Kita sudah hampir sampai di toko sepatu. Nanti Angel milih sendiri ya," bujuk Prilly menghibur Angel agar tak lagi cemberut. Angel hanya mengangguk.
"Senyum dong, jelek ah kalau cemberut terus," rayu Prilly menarik kedua sudut bibir Angel agar tersenyum.
Angel akhirnya tersenyum meskipun tipis. Prilly memperhatikan dia memainkan sesuatu, entah dari mana dia mendapatkan itu. Setelah sampai di toko yang Prilly maksud, Angel terus berkeliling mencari sepatu yang dia inginkan. Namun tak ada yang sama dengan miliknya. Dia terus mencari, hingga menemukan yang hampir mirip dengan sepatunya.
"Mommy, ini!" tunjuk Angel.
Prilly mengambilkannya, dan Angel pun duduk mencoba sepatunya.
"Suka?" tanya Prilly setelah Angel mencobanya.
Dengan malu-malu, Angel mengangguk membuat Prilly semakin gemas dibuatnya. Prilly berjongkok lalu mencium gemas pipi Angel, hingga gadis kecil itu tertawa bahagia.
"Ayo, kita bayar dulu. Kasihan Daddy menunggu lama di kantor," ajak Prilly menuntun Angel sambil memberikan sepatunya pada pramuniaga.
Setelah sepatu dibayar, Angel langsung memakainya. Dia sangat girang berjalan memakai sepatu baru. Prilly tersenyum melihat Angel selalu memutar-mutar kakinya saat berjalan. Kebahagiaannya kali ini adalah melihat senyum bahagia gadis kecilnya.
"Mommy, nanti kalau Angel sudah besar, boleh Angel jadi pelukis hebat?" tanya Angel polos disambut belaian kasih di pipi mulusnya.
Prilly tersenyum mendengar keinginan Angel. "Boleh Sayang, asal kamu rajin berlatih dan belajar, pasti bisa."
"Yeeeeaaaaaa, asyiiiiiiiiik." Angel bersorak bahagia hingga dia berjingkrak ria.
Saat Ali sedang menunggu malaikat-malaikatnya datang, ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya. Senyum dia pasang semanis mungkin untuk menyambut seseorang yang sudah sangat dia rindukan. Ali merapikan penampilannya dan dia menutup semua pekerjaannya, demi meluangkan waktu untuk kedua malaikatnya.
"Masuk!!!" seru Ali dengan perasaan tak sabar dan sangat bahagia.
Seorang wanita muncul dari balik pintu dan buyar semua perasaan Ali menjadi amarah.
"Biarkan pintu terbuka," pinta Ali kepada sekretarisnya.
Sorot mata Ali berubah kelabu dan tajam, wanita itu berjalan meliuk memamerkan body seksinya. Ali masih tetap duduk santai di kursi kebesarannya.
"Apa kabar kamu, Li? Sudah lama kita tidak berjumpa," basa-basi wanita itu sambil duduk di kursi depan meja kerja Ali.
Bayangkan saja, duduknya begitu. Dan bajunya itu.
Lovely sengaja menggoda Ali dengan pakaian super ketat dan mini. Dia mengekspose paha mulusnya, dengan menyilangkan kedua kakinya, paha kanannya ia tumpukan di paha kirinya. Namun buat Ali justru itu adalah suatu hal yang menjijikkan.
"Baru juga 6 bulan kita tak berjumpa Lovely, bagaimana kabarmu?" balas Ali berusaha menahan emosinya dan bersikap layaknya pria dewasa agar terlihat berwibawa.
Lovely tersenyum kecut, dia meletakkan tas mahalnya di atas meja Ali. Wajah Lovely berusaha selalu menggoda Ali, namun Ali tetap tak acuh dan sedikit pun tak tergoda.
"Aku dengar, kamu akan menikah?" tanya Lovely menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
"Ya, tentu saja," jawab Ali beranjak dari tempat duduknya, mengambilkan minuman kaleng untuk Lovely dari kulkas kecil di ruangannya.
"Dengan siapa?" tanya Lovely yang pura-pura tak mengetahuinya.
Ali hanya tersenyum mengejek, tidak mungkin jika Lovely tak mengetahuinya. Pikir Ali sambil menarik tutup minuman kaleng tersebut.
"Minumlah." Ali meletakkan minuman itu di atas meja depan Lovely. "Kamu pasti sudah mengetahuinya, oh iya, apakah kamu datang ke sini untuk membicarakan bisnis? Penghasilan perusahaanmu semakin bagus dan aku berusaha mengelolanya dengan baik. Itu semata-mata aku lakukan untuk orangtuamu dan Lovia. Jadi, jika kamu sudah siap memimpinnya, aku akan segera mengurus semuanya," kata Ali yang berharap jika Lovely akan menyetujuinya kali ini.
Satu hal saat ini yang masih membebani hati Ali, yaitu ... dia masih memegang perusahaan warisan orangtua Lovely. Jika Lovely menyepakati keinginannya, Ali sudah dapat bernapas lega, karena dia tak lagi memiliki sangkut paut apapun dengan Lovely. Namun, sepertinya Lovely lebih licik dan dia sengaja mengulur keinginan Ali itu. Hingga sampai saat ini, Lovely tak kunjung menyepakati peralihan hak kepemilikan perusahaan orangtuanya yang masih Ali kelola. Sesungguhnya Ali merasa kualahan dan lelah menjalankan dua perusahaan sekaligus. Apalagi perusahaannya sendiri semakin maju dan sudah diakui pasar dunia. Itu membuat Ali semakin sibuk tak memiliki banyak waktu untuk keluarga.
"Aku nggak akan menyepakati itu Ali. Karena, jika itu sampai terjadi, kamu akan lebih mudah lepas dari genggamanku," ujar Lovely menyeringai licik.
Ali menghela napasnya dalam, sudah terlalu sabar dan baik dia selama ini kepada Lovely. Jika tak mengingat dia adalah adik almarhum istrinya, sudah Ali tendang jauh-jauh dari hidupnya. Ali masih merasa iba kepada Lovely, karena semua keluarganya sudah meninggal dan hanya Ali keluarga yang dimiliki Lovely. Tapi, jika dipikir lagi, bukankah Ali adalah mantan kakak iparnya? Tak seharusnya Ali mengurus Lovely. Namun Ali tak sejahat itu, dia masih memiliki tanggung jawab untuk melindungi Lovely.
"Apa yang kamu mau Lovely? Apakah setelah aku membebaskanmu dari perjanjian itu, belum cukup buatmu?" tanya Ali yang tak memahami jalan pikiran Lovely.
"Aku mau kamu Li. Aku mau kamu menikah denganku, seperti yang sudah kamu janjikan dulu," ujar Lovely menatap Ali mengiba dengan suara meninggi, hingga berdiri menggebrak meja kerja Ali.
Ali yang terkejut dengan sikap Lovely hanya dapat menghela napas dalam dan mengusap dadanya agar tetap sabar dan tak tersulut emosinya. Melihat wajah Lovely demikian, Ali menjadi merasa tak tega.
"Jangan katakan itu Lovely. Sebentar lagi aku menikah denga Prilly. Jangan salahkan aku jika melepaskanmu waktu itu. Karena kamu sendiri yang sudah menghianati janjiku," kata Ali datar.
Ali memalingkan wajahnya ke tempat lain, tak ingin melihat wajah memelas Lovely yang akan menggoyahkan keteguhan hatinya.
"Tapi aku mencintai kamu Ali! Jauh sebelum kamu menikah dengan Kak Lovia, aku sudah menyukaimu," gertak Lovely meninggikan suaranya hingga memenuhi ruang kerja Ali.
Ali terkejut dengan pernyataan Lovely, tak disangka, ternyata adik iparnya sudah memendam perasaan padanya sejak lama.
"Tapi kenapa kamu hidup dengan pria lain, waktu di Jerman? Apa alasan kamu seperti itu?" sergah Ali menatap Lovely tajam.
Lovely menangis hingga menutupi wajahnya. Namun hati Ali tak begitu saja dapat luluh karena air mata buaya Lovely.
"Maaf, aku mencari pelarian saat merasa kesepian di negara orang. Tapi ketahuilah Li, meskipun begitu, aku tetap masih mencintai kamu. Perasaanku nggak berubah sedikit pun sama kamu, Li," jelas Lovely diiringi isak tangisnya.
"Maaf Lovely, semua sudah terlambat. Aku sudah mendaftarkan pernikahanku dan Prilly di KUA. Tinggal menunggu waktunya saja, semua akan terlaksana," ungkap Ali menyesalkan kejujuran Lovely saat ini.
Lovely berdiri begitu saja, setelah mendengar kenyataan pahit dari mulut Ali. Lantas dia menatap Ali tajam penuh amarah dan dendam.
"Baiklah, kalau itu sudah keputusan kamu. Selamat, semoga lancar sampai tiba waktunya." Seketika perasaan Ali tak nyaman setelah Lovely mengatakan hal tersebut.
Tubuh Ali menegang, sedangkan Lovely keluar begitu saja dari ruang kerjanya. Lovely terus berjalan, menatap lurus ke depan, hingga dia masuk ke dalam lift. Matanya memerah menahan tangisannya, dadanya kembang kempis menahan amarah yang sudah meluap memenuhi hatinya. Saat pintu lift terbuka, dia berniat untuk keluar, namun dia hentikan kakinya saat ingin melangkah, karena dia melihat Prilly dan Angel masuk di lift yang sama dengannya. Amarah Lovely semakin meningkat saat melihat wajah Prilly.
"Auntie Lovely," sapa Angel manis dan sangat polos.
Prilly hanya tersenyum dan menganggulkan kepalanya untuk menyapa Lovely. Dia memencet angka ke lantai tempat Ali bekerja. Saat lift sedang berjalan Lovely terus menatap Prilly tajam dan penuh amarah.
"Gue denger lo mau nikah sama Ali?" tanya Lovely basa-basi dengan nada suara dibuat senetral mungkin, menyembunyikan kebenciannya kepada Prilly.
"Iya, jangan khawatir, pasti undangan akan datang ke apartemen lo kok," jawab Prilly melirik Lovely yang sudah mengepalkan kedua tangan di samping paha.
Prilly hanya tersenyum miring lalu mendekap Angel agar lebih dekat dengannya.
"Semoga acara lo lancar sampai hari H," kata Lovely setengah hati.
"Tergantung, kalau tidak ada orang yang akan merusak dan menghalangi, pasti akan berjalan mulus," sahut Prilly menyindir Lovely membuat Lovely semakin marah karena keberanian Prilly menyahuti ucapannya.
"Lo nantangin gue?" gertak Lovely melebarkan kedua matanya tajam sambil menyenggol bahu Prilly kasar, sehingga tubuh Prilly terhuyung ke depan.
Prilly semakin erat mendekap Angel, dan menghimpit telinga kiri Angel di pahanya, sedangkan tangan kanan Prilly menutup telinga kanan Angel, agar gadis kecilnya tak mendengar pertengkarannya dengan Lovely. Angel memeluk paha Prilly erat, wajahnya ketakutan hingga dia memejamkan matanya.
"Nggak! Gue biasa aja dari tadi, kayaknya lo deh ... yang ngomongnya nyolot. Santai aja Nona, kalau jodoh nggak akan kemana kok," ucap Prilly bersamaan pintu lift terbuka. Prilly mengajak Angel keluar dari lift menghiraukan tatapan membunuh Lovely padanya.
#########
Nggak tahu deh, apa feelnya masih berasa. Hatiku berantakan saat mengetik bagian ini. Maaf, kalau kurang greget.😖
Maaf, tadi ada kesalahan teknis. Saya juga tidak tahu, mengapa update-an pertama bisa berantakan. Padahal, tulisan yang asli lengkap dan sudah rapi. Mohon maaf sekali pagi ya? Semoga dapat dipahami dan dimengerti. Terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top