EPILOG

Brengsek! Kenapa mereka harus mengajakku ke makam? Jalannya jauh dan panas. Membuatku kesal. Untuk apa mengunjungi orang mati? Toh, dia juga sudah jadi tanah. Buang-buang uang, mending untuk beli baju ketimbang bunga tabur.

Lagi pula, aku tidak mengenal Satria. Jadi, buat apa repot-repot mengirim doa? Aneh. Dan lagi, aku jadi harus berpura-pura sedih di hadapan mereka. Aku memutar bola mataku, mengembuskan napas kesal.

"Kumala, kamu baik-baik saja?" Cih! Ibu tua ini mengira aku sedih.

Yah, tidak apa-apa. Aku jadi tidak perlu repot menangis. Cukup menundukkan kepala, memejamkan mata, embuskan napas dengan berat dan pegang dada. Selesai. Aku memang drama queen.

"Bunda bersyukur, sekarang kamu sudah bisa menerima kepergian Satria, Nak. Kamu jauh lebih kuat." Wanita tua yang harus kupanggil Bunda ini terus saja berceloteh tak jelas.

Terserah saja kalian berpikir apa tentangku, aku hanya perlu bersabar sampai waktu yang tepat. Aku capek dan kesal harus berakting sebagai Kumala.

"Semua karena dukungan Bunda dan Mas Bumi yang selalu sabar menghadapi kelabilan emosiku," ucapku dengan pura-pura tersenyum.

Bumi memeluk bahuku. Membuatku jijik. Kelakuannya yang sok alim itu, benar-benar memuakkan. Laki-laki di mana saja sama. Bajingan yang menjadikan wanita sebagai alat pemuas nafsu. Aku harus berpura-pura mendesah setiap lelaki ini menyentuhku. Sialan!

"Semua karena cinta kami padamu." Cinta? Omong kosong.

Aku memeluk pinggang Bumi. "Terima kasih untuk cinta kalian padaku, sehingga aku bisa sekuat ini."

Aku melepas pelukanku, lalu bergelayut manja di lengan kanan Bumi. Kulihat Mira tersenyum senang melihat kemesraanku dengan Bumi. Aku membalas senyumannya dengan belaian di lengan kanan Mira.

"Mala, kamu masih rutin terapi dengan Bu Laksmi?" tanya Mira saat kami berjalan menuju parkir mobil.

"Masih, Bunda. Aku ke sana seminggu sekali," ujarku seraya membenarkan letak kaca mata hitamku.

"Bagus kalau begitu. Melihat kemajuanmu, Bunda yakin tak lama lagi kamu bisa lepas dari kepribadian Vanessa." Nada suara Mira menjadi berubah saat menyebut nama Vanessa. Yah, tidak heran, Vanessa anak kesayangannya.

"Tidak terasa sudah hampir setahun Vanessa pergi, tapi rasanya baru kemarin. Bunda masih sering merindukannya," ucap Mira seraya memandang jauh ke depan, sepertinya sedang melamunkan Vanessa.

"Aku juga, Bund. Vanessa sangat berarti dalam hidupku. Tanpa dia, aku tidak akan jadi seperti ini."

Ya, Vanessa–kepribadian yang sok berjiwa pahlawan–karena kebodohannya, aku bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya. Kuakui, Bu Laksmi sangat hebat. Dia bisa memanipulasi pikiran Vanessa dan Kumala.

Memaafkan? Berdamai? Cuih! Tidak akan pernah. Sampai kapan pun, dendam dan kemarahanku tidak akan reda. Selama lelaki-lelaki itu masih bisa berkeliaran, setelah semua yang mereka lakukan, aku akan memburu mereka. Membalas semua lukaku berkali-kali lipat.

Dewo, Kusnandar dan Adira. Mereka harus merasakan sakit yang pernah kuterima. Aku yang akan membalaskan dendam Kumala. Aku akan membuktikan bahwa perempuan tak selemah yang kalian pikir.

Semakin lama aku akan semakin kuat. Bahkan aku tak bisa lagi merasakan kelemahan. Ya, Bu Laksmi yang telah menemukanku. Dia merawatku, memupukku, dan pada akhirnya dia juga yang melahirkanku dari jiwa Kumala.

Rasa dendam Bu Laksmi pada lelaki sama besarnya denganku. Bagi Bu Laksmi, lelaki telah merenggut hartanya yang paling berharga. Menghamili Siska–putri tunggalnya–dan tidak mau bertanggung jawab. Meninggalkan Siska begitu saja seperti sampah. Sehingga membuat Siska bunuh diri.

Bu Laksmi berpikir, dengan menemukan dan membesarkanku, rasa marah dan dendamnya akan terbalaskan. Aku bisa membalaskan dendamku dan dirinya. Aku bisa menjadi alat untuk membalaskan dendamnya, dan aku bisa menjadikannya sebagai perisaiku.

Aku tidak seperti Kumala yang lemah. Aku bukan Vanessa yang terlalu baik hati. Aku adalah wanita penuh dendam dan amarah. Aku sudah ada dalam diri Kumala sejak awal dia tumbuh. Namun, aku selalu ditekannya. Tak pernah sekalipun Kumala menganggapku ada. Aku bosan selalu menjadi pribadi yang tak dianggap. Oleh karena itu, aku menampakkan diri. Aku merebut semua yang juga milikku.

Aku menatap ke luar jendela mobil. Menatap sinis pada dunia. Tak ada seorang pun yang bisa kupercaya di sini. Hanya diriku yang bisa kupercaya. Hanya amarah yang akan menjadi pondasi hidupku. Dan tak lama lagi, Bu Laksmi bisa menekan pribadi Kumala seutuhnya. Sehingga aku lah yang sepenuhnya menguasai raga ini.

Aku tidak akan lemah. Aku tidak akan berbaik hati. Aku hanya ingin balas dendam. Karena aku bukan Kumala. Aku bukan Vanessa.

Aku Gaby. Gabriella Putri.

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Alhamdulillah...
Akhirnya, kuselesaikan juga Alter Ego ....

Mohon maaf, apabila akhir cerita ini tidak sesuai dengan harapan...
Mohon maaf, bila terlalu banyak hal membingungkan....
Mohon maaf, bila banyak sekali kesalahan penulisan yang kubuat...

Terima kasih untuk seluruh pembacs yang telah memberiku semangat luar biasa....

Terima kasih semuaaa ....

Solo, 18 Februari 2017

Edit,
Solo, 03 Oktober 2018

Tika Putri

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top