3. Ilusi

Kita POV

Gelap.

Tunggu dimana ini? Kenapa semua gelap?

'Hah... Kadang aku bosan sih dengan mereka'

Suara?

Darimana suara itu? Dan juga kenapa aku serasa pernah mendengarnya?

'Kau juga kan? Haduhh- mereka itu harus di musnahkan'

Ku langkahkan kaki mendekat ke sumber suara tersebut, semakin lama suara itu semakin terdengar lebih jelas daripada yang tadi.

Batinku bertanya penasaran siapa gerangan pemilik suara yang mengujarkan kebencian tersebut.

Secercah cahaya bisa kulihat di depan dan kemudian retinaku menangkap sesosok yang sangat ku kenali terlihat jelas.

'Terlalu kekanak-kanakan apalagi ya? Oh manja hah- menyedihkan sekali'

Irisku membulat terkejut, bisa kurasakan tanganku tremor karena melihat siapa yang kini ada di hadapanku walau dirinya menghadap membelakangiku.

"Ya-mpph! Mmphh"

"Are? Tamu kita telah datang"

Sepasang tangan dingin membekap mulut serta sebagian penglihatanku. Tubuhnya jauh lebih besar dan juga dingin membuatku sangat ketakutan saat ini juga.

Jantungku berdetak dua kali lebih cepat daripada biasanya, ketakutan ini hampir menguasaiku sepenuhnya.

Dalam temaram tempat itu, dapat kulihat sosok yang tadi berbicara mendekat. Sebuah seringai mengerikan terulas di wajahnya yang terkesan sok polos dan suci.

Dia mendekat, menyentuh daguku secara tiba-tiba dan mengarahkan pandanganku agar bertatapan dengannya.

Nafasku semakin tercekat kala melihat rupanya yang bisa kulihat dengan jelas dari sini. Kekehan yang sebelumnya terdengar lucu dan menggemaskan di telinga sekarang berubah menjadi kekehan seram bak iblis yang menemukan mangsa.

"Mungkin.. Setelah ini gilirannya"

****

Normal POV

"Akhirnya kita telah sampai~~" Seruan senang keluar dari mulut Semi Eita yang baru saja keluar dari bus yang mereka tumpangi.

Tubuhnya ia renggang kan sejenak karena terlalu lama duduk di dalam bus, iris miliknya melirik ke sekitar dimana anggota yang lain sudah jatuh terkapar menikmati lembutnya pemadani alam yang membentang.

"Istirahat lima menit atau mungkin lebih. Rumput di sini nyaman" Ujar Miwa yang saat ini berguling-guling di atas rumput.

Natsu yang juga ikutan berbaring terkekeh kecil, "Kak Miwa hati-hati lho pada tau ada ulet atau apa gitu"

Yang di nasehati hanya acuh dan masih tetap berguling, menikmati sensasi dingin dan nyaman yang terasa di kuli arinya.

"Setelah ini kita jalan sedikit buat sampai di villa ya?" Osamu bertanya seraya mendekati Semi, secara yang sedang melihat brosur adalah pemuda tersebut.

Semi mengangguk, dia kemudian menyerahkan brosur yang ia baca tadi ke pemuda abu-abu itu yang dengan senang hati di terima Osamu.

"Yosh! Kita istirahat sebentar di sini selama 30 menit sebelum berjalan menuju villa" Seruan dari arah belakang menjadi perhatian mereka.

Sosok Yaku berjalan bersebelahan dengan Suna yang membawa tas. Dan di belakangnya ada sosok Sakusa yang mengikuti keduanya.

"Ha'iii~"

Semuanya beristirahat seraya melakukan peregangan sedikit, ada beberapa yang memanfaatkannya untuk tidur sejenak atau bercanda dengan yang lain.

"Sepertinya ada sungai di dekat sini" Celetuk Yaku tiba-tiba.

"Ha? Sungai?" Hanamaki bertanya ulang, memeriksa apakah telinganya tak salah dengar tadi.

Yaku mengangguk santai, "Ada suara aliran air ya walau lirih sih tapi Bokot pasti juga mendengarnya"

Bokuto yang sedang tidur telentang menoleh dan mengangguk semangat, "Yup! Aku mendengarnya mungkin villa kita juga tak jauh dari sungai itu"

"Nah kan!"

"Wahh! Mama kayak kucing beneran bisa denger suara yang manusia normal nggak denger" Puji Natsu dengan mata berbinar kagum.

"Yaku kan emang dari keluarga kucing" Cibir Ushijima yang sedari tadi diam sambil memperhatikan. Hal itu sontak saja mengundang tawa dari mereka semua sementara yang di bicarakan tersenyum maklum.

"Lho? Bubud sama Makki mau kemana?" Tanya Atsumu saat melihat dua orang itu berjalan menjauhi kerumunan.

Nishinoya menoleh, "Mau jalan-jalan bentar kok, nggak bakal lama"

"Kalau tersesat bagaimana?" Tanya Komori.

Nishinoya segera mengeluarkan kapur yang sengaja ia bawa dari rumah dan menunjukkannya ke depan.

"Gue bakal nandain pohonnya biar kagak kesasar, tenang ae" Katanya menenangkan, Komori mengangguk paham bersama dengan yang lain.

Setelah pamit, keduanya segera menghilang di antara rerimbun semak. Meninggalkan kawan-kawan mereka yang sudah sebagian terlelap karena lelah dengan perjalanan yang cukup jauh tadi.

Yaku memperhatikan sekeliling, iris cokelat miliknya menatap awas pada sekitar. Kebiasaannya untuk memperhatikan wilayah yang baru saja ia kunjungi.

"Yaku, bisa ambilkan ponselku di bus? Sepertinya tertinggal di atas kursi" Tanya Suna seraya mendekatkan diri dengan pemuda mungil tersebut.

Yang di panggil mengangguk kecil dan tanpa mengucapkan apapun dirinya beranjak dari tempat duduknya dan pergi masuk ke dalam bus.

Hawa dingin dari AC bus masih bisa ia rasakan membuat dirinya sedikit berjengkit kaget karena suhunya yang sangat berbeda di luar.

Dengan langkah pelan, dia membawa langkahnya menuju kursi dimana kekasihnya duduk. Kebetulan ia melihat sosok Kita yang masih tertidur di kursinya.

'Mama masih tidur? Bagus lah setidaknya itu bisa mengurangi tingkat ketakutannya' batinnya seraya mengulas senyum kecil.

Ponsel bermerk mahal sudah ia dapatkan dan hendak berputar kembali jika saja lehernya tak di cekik tiba-tiba dari belakang.

"KKKHH-?!"

Dua tubuh jatuh bersamaan, yang di atas nampak sangat ingin membuat yang dibawah kehabisan nafas.

Kaki-kaki Yaku menendang sembarang sementara kepalanya bergerak ke sembarang arah guna melepaskan cekikan yang ada.

"Kkh-le-phkas-"

Suara batuk parah memenuhi bus tersebut, Yaku bisa merasakan kepalanya semakin terasa pusing serta detak jantung yang mulai kehilangan massa temponya.

Hanya ada dua kemungkinan, dia akan mendapatkan keajaiban atau dia akan tewas saat itu juga.

Pandangannya mulai memburam, kaki yang sedari tadi memberontak kuat kian melemah takkala cekikan di lehernya semakin kuat. Seolah tak membiarkan dirinya bernafas dan menginginkan nyawanya.

"Yaku ka- YAKU!"

Suna yang baru saja masuk ke dalam bus berteriak kaget, dia lantas berlari mendekat dan mendorong tubuh Kita yang menimpa tubuh kekasihnya.

"El, ada apa?!" Sakusa dan beberapa orang yang tak tertidur masuk tiba-tiba dan segera mendekat.

Tanpa mengucapkan apapun Suna mengangkat tubuh Yaku, hendak membaringkannya di luar agar mendapatkan cukup udara.

"Tunggu, tunggu ada apa ini?!" Sakusa mengikuti Suna, berseru kesal karena pertanyaannya di abaikan begitu saja.

Suna berdecak sekali, dia menatap tajam ke arah Sakusa. "Tanyakan saja hal itu pada Kita! Aku baru akan masuk saja dia sudah mencekik Yaku sampai seperti ini"

Bola mata Sakusa melebar, menatap tak percaya ke arah saudaranya yang mengatakan hal itu dengan penuh emosi.

"Haha jangan bercanda El, om Ki tak mungkin melakukan hal itu" Tawanya terdengar di paksa, jelas sekali Sakusa masih tak percaya dengan hal itu.

Suna kembali berdecih, tangannya mengusap dengan lembut ke bagian dada atas Yaku dengan minyak kayu putih. Pandangan matanya kembali terarah pada sosok Sakusa.

"Lantas kenapa kau melihat Kita tersungkur ke belakang dengan Yaku yang tak berdaya tadi? Apa kau mengira aku yang melakukan hal itu?" Ucapannya membuat Sakusa terdiam, jika di pikir-pikir memang benar tapi otaknya yang lain mengatakan jika itu tak mungkin.

Lagian Ibu mana yang mau melukai anaknya sendiri? Ya walau keduanya sering terlibat argumen yang kadang seolah hampir membuat hubungan mereka hancur tapi..

Setak senangnya Kita Shinsuke pada Yaku, dia tak akan memiliki sedikitpun alasan untuk membunuh anaknya.









Senin
14 Desember 2020 {18.38}

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top