18. Kuat Dan Menguatkan
'Karena kalau mencintaimu adalah ujian, kuharap aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan.'
Al-Khawarizmi & Humairah
~Thierogiara
***
Suasana rumah itu menjadi berubah setelah terungkap sebuah fakta yang tak pernah disangka. Seorang Al yang tak pernah dekat dengan wanita, seorang Al yang sama sekali tak berpengalaman soal cinta, kini memiliki dua istri. Vee dan Zahra terus berusaha menenangkan Aira dan mengajaknya mengobrol.
"Kuat banget sih kamu!" Vee mengelus bahu Aira, dia sudah mendengar semuanya dan cukup tak menyangka kalau Al akan begini.
Aira malah tersenyum simpul. "Aku nggak apa-apa kok Kak."
Zahra malah memeluk tubuh Aira, kini mereka bertiga tidur di kamar yang sama membiarkan para suami tidur dengan anak masing-masing.
Vee mengelus perut Aira, dalam kondisi hamil pun emosi Aira masih sangat stabil.
"Aku minta maaf ya Mbak, gara-gara nikah sama Abang jadi gini."
"Abang kamu itu orang baik, Mbak selalu merasa beruntung jadi istrinya. Mbak percaya kok sama dia, mungkin memang keadaannya memaksa buat melakukan hal itu." Aira tersenyum, jika memang takdirnya untuk berbagi suami, maka Aira harus ikhlas menjalaninya. Sekarang masih bisa, mungkin kalau sudah tidak kuat dia akan berhenti.
"Mbak Syifa juga nyebelin banget sih!" Zahra tampak kesal sendiri. Sangat jelas di ingatannya saat Syifa terus menggandeng tangan Al seolah-olah dia adalah satu-satunya. Seolah-olah Aira tak ada di sana bersamanya.
"Muka tembok lagi masuk ke sini berasa dianggap mantu beneran. Sebel banget, padahal dulu suka sama dia, sekarang jadi sebel!!" Zahra masih dengan kekesalannya.
"Aku juga heran loh, banyak berubah ya dia. Padahal dulu kalau ke sini ya biasa aja gitu," jelas Vee, dia sudah tiga tahun ini menjadi bagian dari rumah ini, dia mengenal Syifa jauh sebelum hari ini. Dulu Syifa sering datang, apalagi jika Al selesai terbang.
"Dari dulu sebenernya emang udah nyebelin, sekarang aja semakin menunjukkan siapa dia yang sebenarnya." Zahra masih dengan kekesalannya. Dia memang baru-baru ini mengenal Aira, tapi tak sekalipun dia merasakan ada yang aneh dengan kakak iparnya itu. Bahkan cenderung merasa bahwa Aira memang enak dijadikan teman apa pun.
"Jatohnya ghibah nggak sih? Udah ah nggak usah ngomongin dia, dia udah ngambil beberapa bagian dalam hidup aku. Jadi ya udah kayaknya itu udah cukup."
Zahra kembali memeluknya, Vee juga menepuk punggung Aira. Dulu dia takut Fatih poligami, apalagi Fatih jauh lebih agamis dari Al. Namun semakin ke sini dia malah merasakan kasih sayang yang teramat dalam dari sang suami, ternyata bukan hanya kedekatan dengan Tuhan, tapi orang yang berniat mendua akan tetap mendua sekalipun harus bertamengkan agama.
***
Sementara di lain tempat tentu Al tak bisa tenang, kini keluarganya sudah mengetahui segalanya dan tak ada satupun dari mereka yang berpihak padanya. Ya Al juga sebenarnya tak butuh pembelaan, dia malah bersyukur semua orang berada di pihak Aira, tak ada yang mendukungnya untuk bersama dengan Syifa, rasanya akan lebih mudah mengakhiri semua ini. Sudah cukup dia menyakiti Aira, wanita itu pantas bahagia. Sesuai janjinya di awal pernikahan, Al yang akan membahagiakannya.
Sepanjang perjalanan sampai di rumah, Al sama sekali tak mengeluarkan suara. Bahkan tadi saat Syifa mengajaknya ke kamar Al menolak, kini dia malah menghabiskan waktu duduk di kursi yang ada di teras samping rumah Syifa memandangi bintang yang berserakan di langit malam sana.
Syifa membawakannya segelas kopi.
"Bintang-bintang itu kayak kamu, yang hadir menerangi gelapnya malamku."
Al memejamkan matanya, dia benar-benar tak ingin mendengar apa pun sekarang apalagi dari Syifa.
"Kaw..."
Al menoleh.
"Semua orang udah tau sekarang, aku mau minta hakku. Berikan aku hal yang sama kayak Aira, kita nggak mungkin terus-terusan tinggal di rumah orang tua aku." Berani sekali, namun menurut Syifa sendiri jika dia tidak berani mengutarakan yang dia inginkan, maka dia hanya akan menjadi penikmat kebahagiaan Aira.
"Maksud lo?"
"Kita harus pindah, Aira kamu kasih rumah, aku juga. Berikan aku yang sama."
Al sampai sulit berkata-kata, dia seperti tak mengenal sosok di hadapannya atau selama ini dia memang terbohongi? Dia terlalu buta untuk melihat siapa Syifa yang sebenarnya?
"Aku bahkan masih mempertimbangkan pernikahan ini." Mungkin lebih baik jujur, saat ini Al memang lebih berat ke Aira, kalau disuruh memilih pun dia akan memilih Aira. Syifa bertahun-tahun berada dalam hidupnya, namun kehadiran Aira yang singkat dengan segala kesederhanaannya membuat Al ingin selalu bersamanya.
Syifa menatapnya, dia memegang kedua bahu Al. "Kamu tatap mata aku!"
Al melakukannya.
"Yakin kamu nggak cinta sama perempuan ini?"
"Hanya karena lo tau yang sebenarnya, lo tau perasaan gue bukan berarti itu bisa jadi alat buat lo memaksa gue untuk tetap tinggal. Seseorang berubah kapan aja Fa, lo nolak gue sejak awal, jadi jangan salahkan gue kalau gue berusaha menemukan cinta lain. Karena sekalipun cinta rasanya udah hambar, udah nggak sama."
Syifa maju setelah itu menempelkan bibirnya ke bibir Al, iya dia mencium laki-laki itu. Refleks Al mendorong tubuh Syifa, namun tetap waras dengan menarik tangannya agar tidak terjungkal.
"Aku berhak atas nafkah lahir dan bathin dari kamu!" Suaranya meninggi, Syifa cukup berani sebab memang hanya mereka yang ada di rumah sekarang.
Al memegang kedua bahunya, menggoyangkan sedikit tubuh wanita di depannya. "Sadar!"
"Kamu berdosa karena giniin aku!"
"Ngomongin soal dosa, kita berdua berdosa. Sekarang! Ada hati perempuan yang sedang tercabik hanya karena kita bersama."
"Dia aja udah ikhlas kok!"
"Bibirnya akan terus mengucap kata ikhlas karena lo nggak akan pernah tau betapa malaikatnya hati istri gue," jelas Al.
Syifa menggeleng. "Kamu berubah banget! Mana kamu yang selalu berusaha memastikan kalau aku harus baik-baik aja? Mana kamu yang anti bikin aku nangis? Ke mana kamu? Sekarang aku nangis karena kamu."
Al mengurut pelipisnya sendiri.
"Gue nggak pernah beranjak dari tempat gue. Lo yang berubah, gue masih sosok yang bakal siap siaga kalau lo minta tolong. Gue nikah sama Aira, lo telepon gue, dia minta gue buat nemuin lo. Gue masih sama, seharusnya lo tanya semua pertanyaan itu ke diri lo sendiri."
Syifa menatap nanar Al. Dia hanya ingin dicintai itu saja! Dia masih butuh waktu menerima semuanya, dia butuh Al di hidupnya, sulit untuknya membiarkan Al pergi sebab laki-laki itu selalu memberikan arti dari kenyamanan.
"Gue ada di sini pun karena gue nggak mau nyakitin lo, gue ada di sini untuk mempertahankan harga diri lo. Gue masih sahabat lo nggak ada yang berubah."
"Dan kita hanya harus stay sebagai sahabat." Al melanjutkan.
Syifa memeluk tubuh yang ada di depannya. Karena memang mereka halal, Al tak menolaknya kali ini.
"Kalau bukan kamu, sulit untukku percaya lagi sama laki-laki. Jangan tinggalin aku Kaw!"
***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hmm
Sebelumnya aku mau minta maaf, maaf atas segala kekesalan kalian. Maaf atas emosi yang akhirnya terungkap. Maaf atas cerita ini yang mungkin kurang menyenangkan.
Mungkin terlalu banyak omong, tapi nggak cuma dicerita ini, di cerita lain juga aku selalu mengingatkan. Ini hanya FIKSI!
Aku senang dengan komentar, aku bersyukur dengan banyaknya dukungan untuk cerita ini. Tapi aku meminta jangan karena cerita ini jadi menimbulkan dosa, karena sejatinya aku menulis dan membaginya untuk menebar manfaat bagi kita semua.
Please, berhenti berkomentar dengan kata kasar atau bahasa yang kurang menyenangkan karena bagaimanapun ini adalah cerita islami. Syifa mungkin mengesalkan, tapi bukankah memang harus begitu? Dia tokoh antagonis soalnya.
Al lemah tak lantas menghalalkan dirinya untuk dihujat☺
Al lemah? Nggak tegas? Menurutku dia sudah melakukan yang terbaik untuk hidupnya dan Aira.
Mengutarakan kata cerai mudah, tapi apa melakukannya juga sama? Pernikahan tak sebercanda itu. Dan lagi nggak semua sesuatu harus berjalan mulus. Karena kalau mulus, cerita ini selesai, tidak ada drama, hidup Al dan Aira ayem tentrem.
Di dunia nyata aja manusia nggak sempurna, apalagi di dalam cerita yang dibuat oleh manusia. Jangan menaruh ekspektasi tinggi, jangan mengharap kesempurnaan dalam cerita yang aku buat. Nikmati karena semua hanya perlu dinikmati.
Tak bosan bosan aku mengingatkan, jangan hanya karena sesuatu yang kalian cari sebagai hiburan malah menimbulkan dosa. Sekali lagi ini hanya fiksi!
Sekali lagi aku mohon maaf, maaf mungkin banyak lalai, maaf mungkin banyak kekurangan dalam cerita ini. Maaf dengan kesalahan perkataan dan perbuatan. Maaf atas segalanya🙏🙏🙏
Maaf atas beberapa komentar yang mungkin tak terbalas, tapi aku selalu baca kok☺☺
Terima kasih atas dukungannya untuk Al dan Aira.
Dukung terus Al-Khawarizmi & Humairah!
Yuk sama sama istighfar
Astaghfirullah haladzim
Salam sayang
Thierogiara
❤❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top