5. The Ugly Truth

Recap :
Semuanya hening sesaat. Tidak ada yang berani bergerak. Bahkan makhluk-makhluk bayangan pun menatap kepingan remote control itu. Kepingan itu berkedip-kedip sesaat sebelum memancarkan sinar yang begitu terang.

Dan membangunkan seluruh kota x dengan ledakannya.

                                 ****

Angin malam yang dingin menyadarkan Kaitley kembali dari lamunan masa lalunya. Kaitley menatap lelaki yang mengaku kakaknya itu sekali lagi. Kalau memang benar itu kakaknya, jelas sekali James telah mengalami masa yang sulit sejak terakhir kali Kaitley melihatnya.

James yang di depannya ini, jauh lebih kurus dan pucat dibandingkan dengan James yang dulu Kaitley kenal. Pancaran kebahagiaan yang selalu terlihat di wajahnya sudah hilang, digantikan oleh wajah cekungnya yang suram. Di sekitar rahangnya, tumbuh janggut tipis gelap yang berantakan. Rambut gelapnya terlihat berminyak dan tidak beraturan.

Kaitley melipat tangannya dan hendak mengeluarkan sindiran yang pedas ketika suara nyaring sirene memecah keheningan diantara kedua bersaudara tersebut. Terlihat samar-samar cahaya merah dan biru di kejauhan diikuti suara sirene yang nyaring.

Kaitley merasakan beban di dadanya mulai terangkat. Semuanya akan baik baik saja pikirnya. Tetapi tampaknya James tidak mengharapkan kedatangan polisi. Kaitley bisa merasakan tubuh kakaknya menjadi tegang.

"kita harus pergi."

"Apa?"

Sebelum Kaitley bisa melanjutkan, James menarik pergelangan tangannya dan menyeretnya ke halaman belakang rumah mereka. Kaitley meronta-ronta dan berusaha menanamkan kakinya di tanah untuk menghentikan langkah James. Tapi James terlalu kuat.

"Hei! James! Hentikan a-"

"Nanti aku jelaskan."
potong kakaknya dengan tegas tanpa melirik Kaitley sama sekali.

Kaitley mengerutkan wajahnya. Ia merasakan dedaunan dan ranting pohon menampar wajahnya dan menggores kakinya yang lecet. Genggaman tangan James padanya tidak melemah sedikit pun.

James memimpin pelarian mereka dengan berlari menuju hutan-hutan di belakang rumah mereka dengan langkah penuh keyakinan. Kaitley menoleh ke belakang dan melihat samar-samar mobil polisi yang terparkir di halaman mereka. Dengan meredupnya sinar merah dan biru yang berkelap-kelip, meredup pula harapan Kaitley akan kehidupan normal yang sempat ia dambakan.

Setelah berlari entah berapa lamanya, James berhenti dengan mendadak–yang menyebabkan Kaitley menabrak punggungnya dengan keras—dan segera mencaci makinya. James menatap kerangka jembatan yang ada di hadapan mereka sekarang. Mereka sudah sampai di tepi kota. James sudah begitu akrab dengan seluk-beluk jalan Kota X sehingga bukan hal yang sulit lagi baginya untuk menemukan jalan dari pemukiman terasing rumahnya ke tepi Kota X.

Kaitley menarik tangannya dari genggaman James. Kemudian menggosokkannya ke kain bajunya seakan-akan tangan James adalah sesuatu yang beracun atau kotor.

"Jadi.. " Kaitley memulai sambil merebahkan diri di rerumputan kering. Ia menyandarkan diri ke dinding kumuh penyangga jembatan yang berdiri dengan megahnya di atas mereka.

"Apa yang membawamu ke Kota X dan membuatmu ingin menyelamatkan these damsels in distress di dalam suatu rumah di daerah pelosok Kota X?" kata Kaitley dengan nada sinis yang sangat jelas.

James menghela napas. Ia menyandarkan diri di dinding di depan Kaitley dan dengan ragu-ragu membuka mulutnya.

"Kaitley.."

"Oh, oh tunggu! Aku tau! Kamu mau bilang kalau kamu bisa mendengar rintihan keluargamu yang dengan enaknya kamu telantarkan selama lebih dari setahun dari tempat kamu tinggal sekarang? Dan, dengan sigapnya kau segera membawa perlengkapan berburu layaknya pejuang, untuk menyelamatkan kami?"

"Seriously Kaitley.. Kau kan tidak pernah menyukai sarkasme," balas James sambil memutar matanya.

Kaitley mendengus. " Tau apa kau James? Sudah dua tahun lamanya sejak terakhir kita bertemu. Kau tidak tahu apa-apa tentang hidupku atau sikapku. Jadi jangan sok tau deh."

Kaitley tahu, mungkin sikapnya saat ini terkesan kekanak-anakkan. Tapi apa yang bisa orang-orang harapkan darinya? Kakaknya yang ia kira sudah tiada selama ini, yang membuatnya begitu menyalahkan dirinya sendiri, yang membuat keluarganya menjadi terpecah belah, ternyata masih hidup dengan bebas entah bagaimana. Bagaimana mungkin Kaitley tidak merasa kesal?

Ia kira dengan menuruti permintaan kakaknya, ia akan mendapatkan penjelasan tentang semua hal ini. Tapi yang sekarang ia lakukan adalah bersarkasme ria di bawah kolong jembatan di pinggir kota. Kaitley merasa semua ini sia-sia. Seharusnya tadi ia langsung saja membawa ibunya ke rumah sakit dengan meminta tolong ke polisi. Bukan ikut-ikut pelarian tidak jelas dengan kakaknya. Atau setidaknya itu yang lelaki itu bilang padanya.

Kaitley berdiri dan membersihkan bajunya. Ia menatap mata James yang lelah. "Well... kalau memang tidak ada yang mau kamu ucapkan lagi, aku akan kembali untuk yah, you know... mengurus ibu kita yang mungkin sedang menderita kesakitan sekarang?"

James buru-buru menegakkan tubuhnya lagi dan menahan Kaitley.

"Tunggu-tunggu! Aku bisa menjelaskan. If you please just listen to me!"

Kaitley menatapnya dengan bosan. Ia menghiraukan segala emosi dan perasaan yang selama ini ia rasakan saat memikirkan James. Kaitley tahu lelaki yang di depannya ini bukan James. Setidaknya bukan James yang ia kenal dulu. Ia menegakkan badannya dan mempersiapkan diri untuk mendengar penjelasan kakaknya.

"Jadi... semuanya bermula dari saat ledakan itu terjadi," James menutup matanya. Hal ini selalu menjadi hal yang sulit baginya untuk dia ingat. Kejadian ini telah mengubah hidupnya. Kejadian itu telah memisahkannya dari keluarganya. Kejadian itu telah membunuhnya. Kaitley melipat kedua tangannya di dada. Bersiap-siap untuk mendengarkan.

"Sesudah ledakan itu, aku kira kita semua akan mati. Jadi kau bayangkan saja betapa kagetnya aku saat melihat tubuhku dalam keadaan utuh tanpa luka. Selain yg di dada tentu saja,"

"Wow. Dan seingatku, beberapa tulang di tubuhku retak." Sambar Kaitley dengan sinis. James tidak menghiraukan adiknya dan tetap melanjutkan ceritanya.

"Kemudian saat itu juga, aku melihat seseorang berjubah hitam berdiri di depan kita. Kau masih tidak sadar waktu itu. Jadi mungkin kau tidak ingat. Anyway, saat aku bangun, sosok itu menghampiriku. Dan... pada saat itulah semuanya berakhir Kaitley."

"Apa? Aku tidak mengerti."

"Sosok itu... Dia menjuluki dirinya sebagai "pesuruh". Dia menyelamatkan hidup kita Kaitley. Dan ia meminta balas budi..."

Wajah Kaitley masih tanpa ekspresi. Melihat adiknya yang sepertinya tidak menangkap maksudnya, James memperjelas perkataannya.

"Kau ingat makhluk-makhluk berantai di ruangan itu?"

Mendengar ucapan James, Kaitley merasakan hembusan angin sedingin es bertiup di lehernya. Ia merasakan seluruh tubuhnya bergidik mengingat kejadian-kejadian tidak masuk akal yang terjadi saat itu. James melanjutkan. "Dan kau pasti ingat salah satu makhluk yang menyerupai ular yang terantai di dekat kita kan? Si pesuruh mengaku dia memata-matai kita sebagai makhluk itu,"

Serentetan kenangan menyerbu benak Kaitley. Mulai dari dirinya yang berlari ke tubuh James untuk melindungi kakaknya dari peluru si lelaki tua, lalu pedihnya luka di bahunya yang membuatnya dapat menyaksikan perubahan suasana di ruangan itu. Luka yang membuatnya dapat melihat makhluk-makhluk berantai yang meraung-raung di sekitarnya. Dan tentu saja Kaitley masih ingat tatapan tajam dari mata reptil milik si makhluk yang menyerupai ular itu.

Mendadak, seakan ingatan akan mata reptil itu memicunya, Kaitley teringat batu hitam kecil yang tiba-tiba muncul di tangannya. Batu yang menyebabkan dirinya bertindak gegabah dan membuat sekolahnya—calon sekolahnya—pada saat itu, meledak. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi setelah ledakan itu. Ia terbangun dengan luka bakar di beberapa bagian tubuhnya. Si lelaki tua sudah tidak terlihat dimana-mana. Begitu pula dengan kakaknya. Di sekitarnya hanya ada reruntuhan gedung. Kaitley bahkan tidak ingat akan keberadaan batu itu jika ucapan James tidak memicu ingatannya ini.

Lalu roda gigi di kepala Kaitley mulai bergerak. Berusaha menyusun apa yang baru dikatakan James tadi. Ditatapnya kakak lelakinya itu. Kaitley tidak bisa mempercayai ini.

Apakah kakaknya baru saja mengatakan bahwa mereka berhutang budi dengan si makhluk menyerupai ular itu? Demon itu?

"Dia menyelamatkan kita karena bakatmu, Kait. Katanya kau telah membebaskan kawan-kawannya,"

"Apa yang dia lakukan padamu James?! Apa balas budi yang kaulakukan?" bentak Kaitley dengan panik. Ia ingin sekali menutup telinganya agar tidak mendengar jawaban James. Tapi keingintahuannya mengalahkan segala ketakutannya.

James menatap Kaitley. Kemudian ia menghela napas.

"Aku memberikan jiwaku kepadanya. Dia menjadikan aku sebagai salah satu pengikutnya."

Kaitley menatap kakaknya dengan tidak percaya. Ia meraba-raba dinding jembatan yang ia sandari dengan putus asa. Berusaha mencari pegangan untuk menopang tubuhnya yang serasa akan roboh kapan saja. Kaitley ingin menyingkir dari tempat itu sekarang juga.

Kaitley berbicara dengan terbata-bata. "Jadi...buat ap–apa kau bawa aku kesini sekarang? Kau akan mengorbankanku juga?"

James tampak kaget dengan tuduhan Kaitley. Ia buru-buru menggelengkan kepalanya dan mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan Kaitley.

"Ya tuhan, tidak Kaitley. Tentu saja tidak. Aku tidak akan pernah..." James termenung sejenak kemudian berkata lagi dengan nada lebih muram. "Sejujurnya, aku bahkan sudah berhenti mengorbankan diriku pada sang pesuruh."

Kaitley tidak yakin harus merespon apa. Semua informasi ini terlalu membingungkan untuk bisa dicerna oleh kepalanya dalam satu malam.

"Aku sudah muak Kait... Ia menyuruhku melakukan hal-hal jahat. Ia menyuruhku untuk melakukan hal hal yang tabu. Jadi aku pergi. Aku mengingkari janji yang kubuat dengan sesosok demon. Dan aku sadar betapa salahnya aku Kaitley..oh betapa bodohnya aku," James mulai menggumam dan berkomat-kamit tidak jelas.

Kaitley mulai merasakan sedikit rasa simpati terhadap kakaknya. Ia mengusap bahu kakaknya untung menenangkannya. Kaitley melihat wajah kakaknya yang terlihat begitu tersesat dengan pilu.

Kenapa... kenapa bisa jadi seperti ini...
Pikirnya.

James kemudian menggenggam tangan Kaitley. "Dia bukan demon biasa Kaitley... sekarang ia sedang mencariku. Dia sedang memburuku. Dan ia mengincarmu juga,"

"Apa maksud–"

Perkataan Kaitley terpotong dengan datangnya sesosok laki-laki berjubah merah tua dari kegelapan malam Kota X. Seperti jubah kerajaan.

Lelaki itu datang dengan begitu tiba-tiba. Ia berjalan ke arah Kaitley dan James dengan cepat. Kaitley tidak bisa melihat wajahnya karena tudungnya yang menutupi wajah sosok tersebut. Tapi Kaitley bisa melihat pancaran dari matanya yang sehitam tinta, menusuk ke mata Kaitley dengan intensitas yang begitu kuat.

Dan pada saat itu, Kaitley bisa merasakan wajahnya memucat. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan teriakan yang sudah memberontak ingin keluar di tekaknya.

Mungkinkah... ia...


                               ****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top