10| pujian hari ini

Play song: Cinta Gila- Zigaz🎶

Falling in love-1:07.

Bagian sepuluh.

Aletta membuka pintu ruangan Pak Ilham saat jam latihan telah berakhir.

Pria paruh baya itu menoleh saat pintu ruangannya terbuka. "Belum pulang Al?"

Aletta masuk ke dalam ruangan itu kemudian berdiri di depan meja sang pelatih. Kedua tangannya saling menggenggam di depan tubuhnya, sedang mempersiapkan diri sebelum meminta.

"Pak, saya mau sungguh-sungguh buat ikut seleknas ini," ucap Aletta.

Pak Ilham menatap Aletta yang kini sangat gusar. "Ya harus, masa main-main."

Aletta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Saya mau latihan tambahan di pagi buta sama akhir pekan."

"Silakan," balas pria itu.

Aletta menunduk kemudian menautkan jemarinya mencoba menghilangkan rasa gugup. "Tapi, kayaknya gak akan meningkat kalo latihan sendiri."

"Apa Bapak gak bisa melatih saya?"

Pak Ilham memusatkan pandangannya pada Aletta yang berdiri di depannya kemudian menghela napas kasar. "Astaga, kamu minta saya menukar pagi buta dan hari libur buat ngelatih kamu?"

Aletta mengangguk kuat. "Saya yakin saya bisa berlatih dengan keras!"

Pak Ilham menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Saya yang gak yakin sama diri saya sendiri, capek tau."

Mendengar balasan itu, Aletta merapatkan kedua telapak tangannya memohon. "Bantu saya, Pak."

Melihat itu, Pak Ilham kembali menegakkan tubuhnya. "Ya ampun. Sebenernya apa tujuan kamu tuh?"

"Saya mau jadi juara satu," tegas Aletta.

Kening Pak Ilham mengernyit. "Jadi kamu mau masuk timnas?"

Aletta mengangguk. "Iyaa..."

Lagi, Pak Ilham menghela napas kasar. "Ya ampun, kamu tahu cara bermimpi."

Kening Aletta mengernyit. "Semua orang bisa bermimpi," balasnya.

"Enggak," elak Pak Ilham. "Sebagian gak tahu caranya bermimpi,tapi kamu tahu."

Pak Ilham berdiri dari tempat duduknya. "Jam berapa kamu bakal mulai latihan?"

Aletta membelak melihat respon Pak Ilham. Sepertinya ia bisa melakukan pelatihan khusus bersama Pak Ilham. Dengan semangat yang membuncah, Aletta menatap arloji berwarna kuning terang pada pergelangan tangannya.

"Karena latihan pagi saya biasanya jam enam, saya akan mulai lebih pagi. Mungkin sekitar jam setengah empat pag-"

"Apa? Setengah empat pagi?!" Pak Ilham memotong ucapan Aletta. "Jadi saya harus bangun jam tiga pagi?" Pak Ilham memegang kepalanya dengan kedua tangan kemudian menatap Aletta tajam.

"Tega banget kamu sama saya," ujarnya.

Aletta menundukkan kepala. "Maaf, Pak."

Sekali lagi, Pak Ilham menghela napas kasar. Tidak tega mematahkan semangat atletnya yang ingin berlatih lebih keras. "Haduh, kamu yakin bisa ngikutin pelatihan dari saya?"

Aletta kembali bersemangat. "Ya, saya yakin!"

Pak Ilham sedikit ragu. "Kamu yakin bisa lakuin semuanya?"

Dengan raut wajah berserinya, Aletta berseru. "Bakal saya lakuin semuanya! Saya mau dilatih."

Pak Ilham keluar dari tempat duduknya dan kini berdiri berhadapan dengan Aletta yang wajahnya tengah berseri. "Berapa lama jalan kaki dari rumah kamu ke rumah saya?"

Kening Aletta mengernyit mencoba mengingatnya. "Sekitar satu jam," jawabnya.

"Oke, dengarin saya."

Aletta menganggukkan kepalanya kemudian memasang pendengarannya lebih tajam untuk menerima apa yang Pak Ilham sampaikan.

"Pertama, setiap pagi pakai pemberat lima kilogram di badan, tiga kilogram di kaki, dan dua kilogram di tangan. Jadi jumlahnya sepuluh kilogram, terus lari dari rumah kamu ke rumah saya dan bangunin saya," tukas Pak Ilham.

"Kedua, lakuin lima ribu pukulan shuttle cock setiap hari. Dua ribu saat pagi buta, seribu saat pelatihan sore, dan dua ribu lagi saat malam."

Pak Ilham menjeda ucapannya membuat Aletta mendongak menatap pria itu.

"Sekolah kamu berapa lantai?" tanya Pak Ilham.

"Empat lantai, Pak," jawab Aletta.

"Ada berapa tangga kalau ditotal secara keseluruhan?"

Lagi, Aletta mencoba mengingat area sekolahnya. "Sekitar dua belas tangga kalo dihitung sama area perpustakaan."

Pak Ilham mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kamu istirahat jam berapa? Berapa menit juga waktu istirahatnya?"

"Istirahat jam sepuluh, buat waktu istirahatnya cuma empat puluh lima menit."

Pak Ilham menetikkan jarinya. "Oke, karena kamu gak punya latihan pagi, lakuin ini setiap jam istirahat."

"Ketiga, naik turun tangga sambil bawa dua jeriken air dalam waktu lima belas menit, kalo kurang dari lima belas menit, lari. Intinya, lima belas menit kamu sudah ada di titik awal. Kamu juga harus lakuin push up, sit up, sama back up yang masing-masing seratus jumlahnya."

Aletta mengangguk mendengarkan perintah sang pelatih.

"Kamu bisa lakuin?"

Dengan senyum yang merekah lebar, Aletta berseru. "Siap bisa!"

AB+

"AYO AL DUA MENIT LAGI!" teriak Cecil saat melihat Aletta masih berlari sembari membawa dua jeriken air di lantai dua.

Seluruh siswa menatap Aletta heran. Bagaimana tidak heran, sudah empat hari setiap di jam istirahat Aletta akan berlari mengitari koridor gedung sekolah.

Elang masuk ke dalam ruang band di lantai satu sembari mendongak karena pandangannya mengarah kepada Aletta yang masih berlari menuruni tangga.

"Udah empat hari Aletta lari-lari mulu bawa jeriken, ngapain?" Kini netra Elang mengarah pada keempat cowok yang berada di dalam ruangan itu bertujuan mencari jawaban dari mereka.

"Dia mau ikut seleknas," balas Nolan. Cowok itu meletakan bass-nya kemudian duduk di sofa bersama Bara.

"Seleknas?!" seru keempat cowok itu secara bersamaan.

"Seleknas apa? Bulutangkis?" tanya Elang.

Nolan mengangguk. "Em, dia disuruh sama pelatihnya buat naik turun tangga sambil bawa dua jeriken air di jam sepuluh, abis itu di jam istirahat ke dua dia push up, sit up, sama back up."

"Gila, udah empat hari dia begitu?" tanya Galen.

"Iya, gue sebagai cowok speechless liat Aletta badannya sekuat itu," tukas Nolan.

"Pas dihukum sama gue aja, lari tiga puluh puteran dia gak ngos-ngosan sama sekali," sambung Bara.

"Itu badan setting-an nya apa anjir," heran Orion.

"Real badan atlet sih," balas Bara.

"Itu kapan Lan, seleknasnya?" Elang merebut Snack di tangan Bara kemudian memakannya dan duduk di samping Orion.

Bara yang mendapat perlakuan itu kesal, cowok itu menendang tulang kering Elang hingga sang empu meringis.

"Gak tahu, Aletta cuma tiba-tiba suruh gue sama yang lain pasang besi di ambang pintu buat dia lakuin back up, soalnya ga mungkin kan lakuin back up di gawang futsal? Bisa-bisa kena omel guru lagi," ucap Nolan.

Mereka berlima kemudian mengintip keberadaan Aletta bersama keempat temannya yang melewati lapangan.

"Bener-bener sih Smlatra menyia-nyiakan orang yang masa depannya cerah kayak Aletta," celetuk Orion.

"Betul, potensinya segede itu malah kena skors, aneh emang ni sekolah," sahut Elang.

~o0o~

Pada jam istirahat ke dua, Bara menghampiri kelas sebelas IPS dua untuk menjemput Nolan. Cowok itu berjalan melewati koridor yang ramai dipenuhi juniornya, tatapan mereka mengarah kepada Bara sembari terus berbisik.

Saat sampai tujuan, Bara dikejutkan dengan pukulan kencang yang menghantam hidungnya.

Bugh!
Suara itu terdengar keras.

Bara yang terkejut terdiam beberapa detik sembari memegangi hidungnya.

"AAAA!" Mendengar teriakan, Bara menoleh dan mendapati Aletta sedang bergelantungan pada besi yang bertengger di ambang pintu.

Gadis itu melepas pegangannya kemudian menutup mulutnya yang terbuka menahan rasa terkejut kerena hidung Bara terkena hantaman lututnya.

"Astaga Bar, lo gak papa?" tanya Aletta sembari mendekati cowok itu.

Bara mengangguk kemudian ia melepas tangannya yang menutupi hidung.

"Hah!" seru Aletta. Gadis itu kembali menutup mulutnya. "Astaga, Bar, darah!"

Bara membelak. Tangannya kembali menyentuh area hidungnya dan benar, saat dilihat darah mengucur dari lubang hidungnya.

Koridor itu tiba-tiba menjadi sangat ramai.

Aletta segera menarik lengan Bara dan dengan cepat berjalan menuju UKS. Dalam perjalanan Aletta terus meminta maaf, ia merasa tidak enak lebih lagi hidung Bara sampai berdarah dibuatnya.

Memasuki UKS, wajah petugas PMR di sana justru berseri. Melihat Bara yang sedang mendongakkan kepala untuk mencegah darah yang keluar lebih banyak.

Aletta mendudukkan cowok itu pada brankar dan hendak memanggil petugas PMR. Tetapi, Bara mencekal lengannya lebih dulu. "Lo aja," ucapnya.

Kening Aletta mengernyit. "Gue? Enggak ah, petugas PMR aja."

Bara kembali mencekal lengan Aletta saat gadis itu ingin pergi. Manik matanya mengarah tepat pada mata Aletta. "Tanggung jawab," ujarnya.

Aletta menghela napas. Gadis itu menyibak poni tipisnya dengan jemari kemudian mulai menutup tirai brankar, melarang orang lain untuk mengakses mereka. Aletta membuka laci nakas dan mengambil kotak P3K di sana untuk mengambil beberapa lembar tisu.

Sebelum mulai membersihkan, Aletta mencoba untuk tetap biasa saja. Bagaimanapun, yang saat ini tengah diobati olehnya adalah Bara, laki-laki yang paling dikagumi seantero sekolah.

Aletta menggelengkan kepalanya mencoba tersadar dari rasa gugupnya. Ia berdehem sebelum memulai membersihkan darah yang terus keluar dari lubang hidung Bara.

"Banyak bener," keluh Aletta saat sudah tisu ke tiga untuk membersihkan darah di wajah cowok itu.

Sehingga, Aletta menyumbat lubang hidung Bara dengan secarik tisu. Ia memilih untuk mengoleskan salep pada batang hidung Bara yang lebam.

"Auwh!" ringis Bara saat luka lebam itu disentuh Aletta.

"Kok bisa sampe biru begini ya?" gumam Aletta.

Bara menatap Aletta yang sangat telaten merawat lukanya. Gadis itu bahkan mengusap kening Bara untuk menyibak rambut yang menutupi pandangan.

Entah mengapa, Bara suka dengan perlakuan itu. Ia terus menatap lamat-lamat wajah Aletta yang ternyata terlihat lebih cantik jika dilihat secara dekat. Bagaimanapun, mengapa gadis cantik seperti Aletta tidak terkenal, pikirnya.

Aletta sadar sedari tadi Bara terus menatapnya. Ia mencoba bersikap biasa saja walaupun perasaan aneh sudah menghantam jiwanya.

"Ternyata lo cantik ya," tukas Bara.

Semburat merah muncul di pipi Aletta. Padahal Aletta sudah semaksimal mungkin menahannya, tetapi kalimat yang Bara ucapkan benar-benar membuatnya berdebar.

To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?

follow Instagram ku di @ei.hyu yaaa banyak konten gamala yang ku post!

see yaaa 😉👋❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top