EMPAT-8A

Empat

Aadvika berdiri di depan jendela kamarnya, tangan kiri memegang sebuah buku dan tangan kanannya memegang pena. Sesekali dia menandai buku yang dipegangnya lalu kembali membaca dan sesekali menghafal.

Inilah kegiatan yang sering dilakukan Aadvika, dibandingkan harus memanfaatkan fasilitas yang ada atau sekedar berbincang dengan teman-teman asrama, menurut Aadvika kegiatan tersebut tidak ada artinya dan hanya membuang-buang waktu, lebih baik dia belajar maka wawasannya akan bertambah.

Mungkin bagi sebagian orang, yang dilakukan Aadvika adalah sesuatu yang membosankan dan tidak menyenangkan. Sebenarnya Aadvika pun berpikir seperti itu, tetapi mau bagaimana lagi? Tidak ada waktu untuk bermain-main karena Aadvika harus mempertahankan nilainya agar masa depannya bisa lebih baik dari saat ini, meski tidak suka, Aadvika tetap harus melakukannya.

Buku yang dipegangnya, Aadvika tutup lalu mengerjapkan matanya yang terasa lelah, kepalanya pun terasa pusing karena dia terlalu memaksakan diri untuk menghafal.

Handphone yang ia letakkan di atas meja belajar berbunyi dan Aadvika langsung menjawab panggilan tersebut setelah melihat siapa yang meneleponnya.

"Mama," sapa Aadvika dengan semangat.

Bibirnya tersenyum mendengar lawan bicaranya membalas sapaannya. "Lagi tiduran aja, Ma," kata Aadvika berbohong ketika mamanya bertanya apa yang sedang dia lakukan.

Orang tua Aadvika sudah sering memperingatkan Aadvika agar tidak belajar terlalu sering, mereka tidak mau Aadvika tertekan karena terlalu memaksakan diri. Namun Aadvika tidak melakukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya, dia justru melakukan hal sebaliknya.

"Vika ada tugas, jadi nanti malam ngerjain tugas." Lagi-lagi Aadvika berbohong, ia memang memiliki tugas, tetapi tugas tersebut telah ia selesaikan tadi di perpustakaan. Sekarang Aadvika belajar untuk mengikuti Olimpiade.

"Iya, Vika nggak tidur terlalu larut. Kan ada batasan waktu di sini, jam setengah sepuluh semua lampu kamar harus udah mati."

Aadvika meletakkan buku dan penanya di atas meja belajar lalu dia sendiri duduk di kursi.

"Enggak, Ma, Vika malas keluar kamar. Enggak ada yang menarik." Aadvika diam mendengar ucapan mamanya. "Palingan Vika ke perpustakaan asrama untuk pinjam buku."

"Iya, Ma, Vika nggak maksain diri. Cuma minggu depan Vika ikut Olimpiade, Ma, do'ain Vika ya supaya menang." Wejangan dari mamanya Vika dengarkan dengan baik, meskipun dia tidak akan menuruti semuanya karena Aadvika tidak bisa.

"Belajar untuk olimpiadenya kan pakai jadwal, Ma, jadi nggak terlalu dipaksakan." Belajar untuk olimpiade itu memang memiliki jadwal, tetapi Aadvika tetap belajar sendiri di luar jadwal itu. Aadvika bertekad bahwa dia harus menang ... lagi.

🌺🌺🌺

"Tumben banget lo ngajakin ke perpustakaan, Rel?" tanya Andhira setelah duduk di hadapan Aurel yang kini sedang sibuk dengan buku tulisnya.

"Lo udah selesai tugas ini, belum?" Bukannya menjawab pertanyaan yang diajukan Andhira, Aurel justru balik bertanya.

Andhira menggelengkan kepalanya. "Memangnya ada tugas, ya?" tanya Andhira dengan polos.

Aurel menghela nafas mendengar pertanyaan yang diberikan Andhira, memang seharusnya dia tidak bertanya pada temannya yang satu itu. Sudah jelas dia tidak akan tau jika ada tugas.

"Joki aja sih, Rel." Saran yang diberikan Andhira membuat Aurel tertarik, benar juga! Kenapa dia tidak kepikiran daritadi, sih?

"Lo tau nggak siapa yang biasanya jokiin tugas?" tanya Aurel dengan semangat lalu menutup buku-bukunya.

"Gue punya kenalan lima orang yang biasanya jokiin tugas gue, mau gue kenalin?" jawab Andhira.

Untuk hal yang seperti ini, pasti Andhira memiliki jawabannya.

"Nggak usah, lo wakilin aja. Minta dia buat dua tugasnya."

Aurel tidak suka berkenalan dengan orang baru, lebih baik ia titip saja pada Andhira. Temannya itu menyetujui ucapan Aurel lalu langsung menghubungi kenalannya itu sambil mengirimkan soal-soal yang harus dikerjakan.

"Tumben banget lo peduliin tugas gini, biasanya juga bikinnya mepet pas mau masuk kelas, kalau enggak sempat ya lo nggak buat," tanya Andhira yang merasa janggal dengan sikap Aurel kali ini.

"Biar nggak direcokin sama Liam, eneg gue liat mukanya," jawab Aurel dengan emosi, jika membicarakan Liam maka selalu seperti ini reaksi Aurel.

Andhira tertawa mendengar ucapan Aurel, ia tau benar bagaimana bencinya Aurel pada tunangannya itu. Pada awalnya Aurel tidak membenci Liam, justru dia menyukai pria itu karena wajah dan juga hartanya, tetapi semenjak mereka bertunang, Liam selalu mengganggu kesenangannya membuat Aurel langsung membenci cowok itu.

"Kalau benci putusin aja deh pertunangan kalian, memangnya lo mau lanjut sama Liam? Harusnya lo itu tunangan sama orang yang lo cintai, bukan benci," kata Andhira memberikan masukan.

"Gue juga maunya gitu, Andhira. Cuma ya, nggak semudah itu untuk mutusinnya, orang tua gue pasti tetap bakalan nyuruh gue nikah sama Liam. Mereka nggak akan mau dengerin permintaan gue, nggak akan mempan walaupun gue sampai mohon-mohon ke mereka."

Jika Aurel meminta untuk memutuskan hubungan pertunangan mereka, maka orang tuanya pasti akan langsung menentang, dan yang paling parahnya, mereka pasti akan langsung menikahkan keduanya. Hal yang sangat Aurel takuti dan hindari.

Andhira menatap Aurel dengan iba, meskipun banyak orang yang tidak menyukai Aurel, tetapi Andhira yakin bahwa Aurel itu orang yang baik. Buktinya saja, selama mereka berteman, tidak pernah Aurel menyakiti perasannya. Mereka hanya tidak menyukai sikap Aurel yang melakukan apapun sesuka hatinya, padahal jika dipikir-pikir, yang dilakukan Aurel tidak seburuk itu.

"Jangan natap gue kayak gitu," tegur Aurel karena merasa risih diperhatikan Andhira seintens itu.

"Gue tau gimana caranya supaya pertunangan kalian batal," kata Andhira dengan semangat.

Aurel tidak tertarik mendengar ucapan Andhira karena selama ini dia sudah mencoba berbagai cara, tetapi tidak ada yang berhasil.

"Dengerin dulu, baru lo bisa putusin untuk nerima ide gue atau enggak. Tapi gue yakin sih kalau lo pasti setuju sama ide gue ini."

Andhira begitu percaya diri membuat Aurel mengangguk menyetujui karena tidak mau temannya itu patah semangat karena penolakannya.

"Lo nggak bisa putusin pertunangan karena Liam nggak nolak, kan? Nah, kalau gitu kita buat Liam sendiri yang bakalan putusin hubungan kalian."

Perkataan Andhira berhasil menyalakan semangat baru di diri Aurel, benar yang dikatakan Andhira. Hubungan mereka bisa selesai jika Liam sendiri yang memutuskannya.

"Gimana caranya?"

"Kita buat Liam jatuh cinta sama cewek lain, pasti dia mau nikahin cewek itu, kan? Nah, pasti hubungan kalian akan otomatis berakhir."

Secara spontan Aurel menepuk tangannya dengan cukup kuat sehingga beberapa orang menatap ke arah keduanya. Aurel meringis lalu meminta maaf karena gangguan yang ditimbulkannya.

"Lo pintar banget!" puji Aurel lalu memutari meja dan memeluk Andhira dengan erat.

"Sayang banget gue sama lo, Andhira."

Andhira membalas pelukan Aurel tak kalah erat, mereka memang bukan orang-orang yang rajin dalam pendidikan, tetapi bukan berarti mereka buruk dalam segala hal. Mungkin bagi sebagian orang apa yang disarankan Andhira terkesan memberikan pengaruh buruk, tetapi hal itu justru membuat Aurel kembali memiliki semangat untuk hidup.

🌺🌺🌺

Kamis, 23 Maret 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top