Chapter 6
Layla menyusuri lorong. Kembali ke lantai tiga, tempat di mana kamar Count dan Countess Reygan berada. Ia tidak tahu seberapa berharga berlian Air Mata Peri itu. Tapi itu akan sangat menguntungkan kalau penyusup yang menginginkan barang milik Vivian ini bisa membawanya kabur dari mansion sebelum matahari terbenam. Karena ini sudah hari ketiga sejak surat lamaran Marquess Pebble tiba di kediaman Reygan.
Ada kewajiban bagi setiap bangsawan untuk menjawab surat lamaran, maksimal tiga hari sejak diterima. Pihak pelamar akan datang di hari ketiga untuk melihat apakah lamarannya diterima atau ditolak. Beberapa hari yang lalu Claire berhasil menghindar menikahi bandot tua mesum dengan menenggelamkan diri ke danau. Sekarang, Layla yang menggantikan posisinya harus berhadapan dengan pria kejam seperti di dalam mimpinya.
"Apa kita akan berhenti di sini?" penyusup itu bertanya, mata merahnya menatap tajam seolah akan menelanjangi Layla di tempat. "Kau berjanji akan menunjukkan tempatnya, Lady."
Layla mendongak, menatap bola mata semerah ruby yang begitu menarik dan bersinar. Ingatan Claire tidak lengkap. Ia hanya tahu bahwa berlian Air Mata Peri itu milik Vivian dan letak kamar Vivian. Tidak ada informasi lain lagi. Bisa jadi ingatannya terdistorsi, atau Claire memang tidak pernah masuk ke kamar ibu tirinya itu. Yah, apa yang bisa Layla harapkan dari sesosok nona bangsawan lemah yang selalu pasrah ini? Wanita itu memutar bola mata malas pada akhirnya.
"Begini, Tuan Penyusup. Pertama, Vivian bukan ibu kandungku, kedua dia tidak memperlakukanku dengan baik, ketiga dia akan menjualku besok pagi pada seorang tiran wilayah Barat." Layla menarik napas. "Apa kau kira aku punya informasi lebih dari ini?"
Bola mata merah itu tampak melirik ke sekitar, kemudian dia mengangguk paham.
"Ini adalah kamar Nyonya Countess yang terhormat. Aku yakin sekali dia tidak akan menyimpan barang berharga itu ditempat lain. Meskipun seluruh mansion ini dikuasai olehnya, tapi tempat yang kemungkinan dia gunakan untuk menyimpan benda berharga seperti itu adalah kamarnya." Layla menarik napas, mendadak muncul ingatan Claire beberapa tahun yang lalu. "Oh, tunggu."
Pria itu menatap Lady di depannya dengan wajah datar, tidak peduli walau gadis itu terlihat kesakitan. Layla mengumpat dalam hati, kepalaku sakit sekali dan dia tetap diam tidak bergerak di sana? What the hell!
"Ada ruangan rahasia di sana." sambung Layla kemudian setelah mendapatkan sisa ingatakan Claire. "Aku akan kembali ke kamar dan berkemas, silakan kau cari benda itu dan jangan sampai ketahuan."
Pria itu tidak menjawab, dia cuma mengangguk singkat. Saat si mata merah itu hendak pergi, Layla menahan tangannya.
"Tunggu!" ia menatap langsung mata merah itu. "Aku tidak tahu apakah benda itu ada di sana atau tidak. Kalau seandainya benda itu ada di sana, tolong tepati janjimu. Jemput aku di loteng dan tolong keluarkan aku dari mansion sialan ini."
Pria itu mengangguk, kemudian menghempaskan tangan pucat Claire dan membuat wanita itu sempoyongan. Layla lagi-lagi berdecih, bagaimana bisa dia menghempaskan begitu saja tangan Claire yang pucat dan rapuh ini? Dasar tidak punya hati!
Layla akhirnya berbalik, kembali ke kamarnya dan bermaksud melihat persiapan yang sudah Leah buat. Ia akan pergi meski pelayan Claire itu tidak akan ikut. Layla bukan Claire yang butuh bantuan untuk setiap hal-hal kecil. Meski tubuh Claire lemah, tapi jiwa Layla yang ada di dalamnya tidak demikian. Sambil berjalan gadis itu melihat ke luar jendela. Langit yang gelap itu tampak mendung. Tidak ada satu pun bintang yang menghias langit. Bahkan bulan pun bersembunyi dibalik awan hitam. Jam di sudut lorong berdentang satu kali, artinya sudah jam satu pagi. Ia berharap si mata merah itu akan menepati janji dan membawanya keluar dari sini.
Aku tidak tahu apakah sebelumnya Claire punya kemampuan membaca masa depan lewat mimpi, akan tetapi masalah Marquess Pebble tidak bisa dibiarkan. Aku akan pergi, dan hidup tenang tanpa drama perjodohan bangsawan sialan ini. Layla mempercepat langkahnya menuju ke kamar loteng milik Claire.
Sementara itu si mata merah sudah berhasil menerobos ruangan rahasia Vivian. Wanita itu menyembunyikan banyak sekali harta ilegal di sebuah ruangan sempit yang ia rancang sedemikian rupa dibalik sebuah rak buku. Klise, tapi faktanya banyak bangsawan yang menyembunyikan harta mereka dengan cara ini.
Bibir di balik topeng itu tersenyum, kemudian mengambil sebuah kotak yang disimpan paling rapi. Tangannya dengan cekatan membuka kotak itu dan voila! Sebuah kalung dengan bandul berlian Air Mata Peri. Pria itu dengan cepat menukar barangnya dengan yang palsu dan mengembalikan semuanya seperti semula lagi. Setelah keluar dari kamar rahasia, ia melihat bahwa Countess Reygan masih tertidur pulas di ranjangnya.
"Your Grace ...." suara bisikan itu datang dari jendela.
Si mata merah membuka topeng hitamnya, dan seketika itu juga rambut hitam berkilaunya berterbangan ditiup angin. Wajah yang dingin dan datar dengan rahang tegas itu mengangguk saat mendapati bawahannya berada di luar jendela. Senyum miring pria itu tersungging, menampilkan wajah penuh kepuasan karena sudah berhasil mendapatkan yang ia mau.
"Sudah saatnya kita pergi, Yang Mulia Duke." orang itu berbisik lagi. "Anda sudah mendapatkan barangnya, kan?"
Satu kepala prajurit lainnya menyembul tiba-tiba. "Oho! Yang Mulia Duke Alexander Lucas Elias memang tidak ada duanya!"
Lucas menghela napas, dia teringat seorang Lady lemah dan cerewet yang sudah menunjukkan jalan padanya. Juga perjanjian mereka.
"Kalian pergi dulu saja. Aku masih punya sedikit urusan." Perintah sang Duke kepada beberapa kesatria yang mengikutinya. "Tunggu aku di jembatan di dekat perbatasan wilayah Reygan."
"Tapi, Your Grace ...." Salah satu dari mereka hampir membantah, akan tetapi tidak jadi.
Pria itu menghela napas panjang. "Ini tidak akan lama. Cepat bersiap, dan beritahu ksatria lainnya. Mungkin aku akan datang dengan satu atau dua orang lagi."
Hal yang diminta Lucas sangat berbahaya. Bahkan, menyusup masuk ke rumah bangsawan saja sudah merupakan suatu kesalahan dan tindakan kriminal yang bisa membuat mereka dipenjara meskipun pelakunya komplotan Duke Elias yang bertugas di bawah surat perintah kaisar sekalipun. Meskipun cuma kesatria dan hanya berstatus semi bangsawan, mereka tahu kalau tugas ini sengaja dibuat untuk menyulitkan Duke. Karena kalau ini adalah jalur yg benar, dalam artian jika memang Kaisar Evander II menginginkan berlian Air Mata Peri itu secara legal, maka paduka tidak akan mengirim seseorang sekelas Duke hanya untuk mencuri di kamar Nyonya Reygan. Paduka kaisar bisa saja menurunkan surat perintah kepada Count Reygan untuk memberikan berlian itu ke istana secara resmi. Tapi tidak ... biar bagaimanapun Kaisar Evander II memang lebih suka menyusahkan Duke Elias daripada siapapun.
"Ini berbahaya, Yang Mulia ...." Sanggah ksatria lainnya.
"Cepat, laksanakan saja perintahku."
Kedua kesatria itu tampak bingung, akan tetapi mereka tetap mematuhi perintah sang Duke dan turun lebih dulu untuk melarikan diri. "Jaga diri Anda baik-baik, Your Grace ...."
Lucas kembali untuk melihat - lihat keadaan. Kamar Countess Reygan sangat luas dan itu membuatnya lebih mudah juga untuk menyelinap. Tanpa membuang waktu lagi pria itu beranjak dari sana. Betapa kagetnya pria itu ketika melihat bahwa ranjang Countess Reygan kosong. mata merahnya melirik lagi kepada jam yang bertengger manis di dinding, kemudian ia pun menyadari bahwa benar sekarang masih pukul tiga pagi. Lucas mengira-ngira, Apa yang sebenarnya menyebabkan sang Nyonya rumah bangun di pukul tiga pagi? Tapi tentu saja, itu bukanlah urusannya dan sekarang yang menjadi tugas terakhirnya adalah menjemput Lady yang sudah membantunya memberitahu dimana lokasi penyimpanan berlian Air Mata Peri itu berada.
Lucas mengendap-ngendap, akan tetapi pria itu berhenti ketika menyadari bahwa bayangan Countess Reygan berada di balik kain tirai jendela yang sedang ia gunakan untuk bersembunyi. Pria itu pun menarik dirinya lebih jauh agar tidak terlihat oleh sang Countess. Saat Vivian berjalan lebih dekat ke arah jendela, dengan terpaksa Lucas pun keluar lewat jendela yang tadi sempat disusupi oleh kedua kesatria suruhannya, dan berdiri di ambang batas antara dinding dan jendela yang langsung mengarah ke bawah tanpa pengaman.
"Apa tadi aku lupa menutup jendela? Aku akan memperingatkan para pelayan untuk lebih teliti lagi besok." Vivian meraih daun jendela yang terbuka lebar, kemudian Ia pun menutupnya rapat-rapat sebelum akhirnya kembali tidur.
Lucas yang berdiri di samping jendela, bertumpu pada lebihan bagian bangunan beton yang menjorok, sedikit berpegangan kepada sebuah pohon besar yang menempel di samping mansion. ia menarik napas lega saat Vivian tidak berhasil menemukannya, dan kembali tidur di atas ranjangnya. Namun wanita itu rupanya langsung mengunci rapat jendela sehingga Lucas tidak bisa membukanya lagi. Itu artinya, ia harus mencari cara lain dan memutar lebih jauh untuk mencapai loteng di lantai lima dan menjemput gadis yang minta dibawa kabur itu. Sang Duke menarik nafas panjang, karena ia sudah berada di dinding-dinding luar mansion Reygan, maka sekarang akan menjadi lebih berbahaya untuknya.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top