ROOM 45

Dear All, aku akan senang sekali ketika kalian membaca ceritaku, apalagi kalau kalian follow aku terlebih dahulu. Biasakan menghargai penulis ya 😉 setidaknya follow akunnya dan bila suka bisa tinggalkan jejak di kolom komen dan tekan ikon bintang untuk support cerita ini supaya bisa update cepat ya.

I'd really like when you all left a vote but i'd more like when you left a comment too😚😚 Happy reading 💕

Danke,

Ifa
__________________

Jasmine menatap nanar ponselnya, ia tak sengaja membuka grup whatsapp keluarga Prayuda yang isinya 4 saudara ini serta pasangan mereka masing-masing juga Mama dan Papa.

Ia masih terdiam tak tahu harus membalas apa. Chat dari Jihan mengejutkannya, entah Jasmine harus membalas bagaimana? Selamat kah atau diam saja? Tapi rasanya tak pantas bila diam padahal ia melihat bubble chat dari Jihan dan keluarga yang lain juga sudah membalas dan mengucapkan selamat.

"Jihan hamil? Padahal baru sebulan menikah? Sedangkan aku..." batinnya mulai berkecamuk.

Stop!

Jasmine harus besar hati melihat ini semua begitu jelas di depan matanya. Ia harus selalu sabar dan positif setelah apa yang ia dan Bhima lalui kemarin. Ia harus berdoa lebih kencang, merayu Allah lebih dalam agar segera kembali di percayai untuk secepatnya mengandung lagi.

Jasmine mengetikkan satu pesan ucapan selamat serta rentetan doa di akhiri dengan emoticon kiss di akhir kalimatnya. Ia menghela napasnya berat, sampai hari ini Jasmine bahkan belum mau mengunjungi makam si Adek.

"Berbesar hati dan berbahagialah, Jas! Dia iparmu," batinnya lagi.

Jasmine masih belum di perbolehkan untuk masuk kerja. Bhima masih menahannya di rumah agar Jasmine tak mendengar ocehan pata cecurut KMC yang tak sengaja tertangkap pendengarannya.

Saat ini ia hanya sibuk di rumah, mengurus Chika. Ah, Chika, saat Jasmine pulang setelah ia mengetahui bahwa putri kecilnya itu begitu merindukan dirinya, ia memilih langsung pulang ke esokkan paginya sebelum Chika berangkat ke sekolah.

Chika awalnya takut-takut melihat Bundanya, namun pelukan dan ciuman meluluh latakkan hati Chika. Ia langsung membalas pelukan Bundanya, Jasmine menangis lagi sambil menggumamkan kata maaf terus menerus.

Siang ini Jasmine memilih untuk menjemput Chika di sekolah. Tadi Jasmine sudah izin pada Bhima untuk menyetir mobilnya sendiri dan sepulang sekolah ia ingin jalan-jalan bersama Chika. Yaa hitung-hitung menggantikan waktu yang terbuang kemarin.

Jasmine bersiap saat jam sudah menunjukkan pukul 11.30 ia lalu pamit pada Bik Minah dan mengendarai mobil yang nganggur di carport lalu menuju sekolah Chika.

Sepanjang perjalanan ada rasa senang ketika akhirnya ia bisa menikmati hari-hari sepenuhnya sebagai seorang Ibu. Ada terlintas di kepalanya untuk berhenti saja, tapi Chika pasti takkan senang dengan keputusannya untuk berhenti itu.

Ia sampai di sekolah Chika. Sekolah swasta biasa, bukan sekolah mentereng macam Kavin dan Si Kembar, Jasmine dan Bhima belum mampu saat ini. Ia turun dari dalam mobil, terlihat hiruk pikuk sekolah yang bellnya baru saja berbunyi.

Jasmine bergabung dengan ibu-ibu lain yang sedang menunggu anaknya pulang sekolah. Rata-rata ibu di sini adalah IRT semua, yang biasa setiap hari mengantar jemput anaknya sekolah.

"Bu Jasmine, tumben beberapa hari ini kelihatan jemput Chika?" tanya salah satunya begitu melihat Jasmine datang.

"Hehehe, iya bu. Saya lagi cuti jadi manfaatin waktu buat jemput sekalian deh, kalau pagi, kan, sama ayahnya. Siang sama saya,"

"Ooh gitu," sahut si Ibu tadi, Jasmine hanya tersenyum saja.

"Sibuk sih, ya bu Jasmine jadi dokter." timpal Ibu lainnya.

"Ah, nggak gitu juga kok bu. Saya tetep bisa pulang jam 5, maghrib udah di rumah lagi. Karena dokter umum biasa jaga di poli," sahut Jasmine sekenanya sebelum detik berikutnya ponselnya berdering, Bhima menelepon.

"Assalamualaikum, mas?" jawabnya agak menjauh sedikit.

"Wa'alaikumsalam. Kamu udah di mana? Jadi keluar?"

"Jadi. Ini masih nunggu Chika keluar. Kamu mau di masakin apa?"

"Anything. Ya udah, kamu hati-hati nyetirnya ya. Assalamualaikum, love you."

"You too. Wa'alaikumsalam,"

Jasmine menutup teleponnya, ia tak menghiraukan tatapan Ibu-ibu yang kepo dengan percakapannya di telepon barusan. Ia lebih memilih melipir ke tempat yang adem sambil memainkan ponselnya tak tentu arah.

Akhirnya kelas Chika bubaran juga, si kecil yang kini berkerudung saat sekolah pun langsung menghampiri Bundanya yang sudah merentangkan tangannya bersiap memeluk Chika.

"Bundaaaa," Chika memeluk Bundanya hangat.

Jasmine merapikan rambut Chika yang keluar-keluar. "Ikut bunda, kita jalan-jalan belanja buat masak makanan ayah, yuk?" ajaknya.

Chika berbinar seketika. "Asyik!! Ayo bunda ayo!!" serunya bersemangat, apa tahan Jasmine mendiamkan Chika lama-lama?

"Iya sayang," Jasmine membawa Chika masuk ke dalam mobil honda Jazz putih yang di kendarainya tadi.

Sementara Ibu-ibu tadi memperhatikan sambil senggol-senggolan siku melihat Jasmine yang hidupnya nampak bahagia selalu sejahtera.

Hmm.. mereka nggak tahu aja....

"Enak ya, jadi Bu Jasmine. Suaminya dokter, dia juga dokter, mertuanya juga mentereng. Ibu-ibu pada tahu kan, itu lho, dr. Lanny yang di klinik sana itu." papar salah satu ibu-ibu dengan semangatnya.

"Kok, situ tahu?"

"Ahh gampang, lihat aja di ig nya dr. Lanny eh, ada fotonya bu Jasmine, suaminya sama Chika itu. Juga anak-anaknya Bu Lanny yang lain, emang dasarnya cantik dan ganteng semua sih turunannya,"

Dan yang lain kompak ber-ooh ria.

Sementara sepanjang perjalanan menuju Fresh Market and Resto di Tb. Simatupang Chika tak hentinya berceloteh ria. Sanggup kah Jasmine melihat Chika murung seperti yang lalu?

Allah, rasanya begitu bersalah membiarkan Chika merindukan hingga nampak murung seperti kemarin-kemarin itu. Jasmine baru merasakan seperti inilah rasanya di rindukan seorang anak, semua turbulensi yang terjadi mengakibatkan dirinya terpuruk hampir melupakan Chika.

Sampai di tempat tujuan mereka berdua langsung masuk ke dalam. Jasmine mendorong troli di depannya Chika sudah berlari ke arah sayur dan buah-buahan. Dengan semangat Chika memilihkan sayur dan buah lalu beralih ke rak-rak penuh camilan yang menggiurkan.

"Bundaaa, boleh ini?" Chika menyodorkan sebungkus tao kae noi, alias crispy seawed yang manis.

"Kakak doyan?"

"Doyan bunda, waktu itu cobain punya mbak Bryna, enak deh rasanya manis, garing gitu." ujarnya bersemangat.

Jasmine tersenyum. "Yaudah ambil kakak mau berapa banyak?"

"Dua aja bunda," katanya sambil mengambil satu bungkus lagi, lalu dia ambil camilan yang lain-lainnya di rak sebelah.

"Bunda, kok, kita nggak antar makanan ke panti?" tanya Chika sambil mendongak menatap Bundanya itu.

"Kakak mau ke sana?" tanya Jasmine, Chika mengangguk.

"Masa, kakak makan enak mereka nggak, bunda? Boleh yaaa??" pintanya.

Jasmine tersenyum puas. "Boleh sayang. Kita ambil troli satu lagi ya yang mini? Biar kakak bisa dorong juga,"

"Yey! Makasi bundaaa!" Chika memeluk Jasmine erat-erat. Mereka lalu mengambil satu troli dan dua keranjang merah yang bisa Jasmine letakkan di troli yang besar.

Dengan semringah, semangat 45 Chika mengambilkan banyak makanan untuk teman-temannya di Panti Sayap Bunda sampai trollinya penuh, begitupun dengan dua keranjang yang Jasmine ambil tadi.

Selesai berbelanja, mereka lantas pergi ke Panti, tentu dengan seizin Bhima pastinya. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, Chika bahkan tidak tidur hingga mereka sampai di panti lalu di sambut Bu Endang.

Beberapa staff langsung mengangkut dua kardus berisi makanan untuk anak-anak dan di bawa ke dalam. "Apa kabar mbak?" tanya Bu Endang saat mereka duduk di kursi teras belakang panti.

"Alhamdulillah udah lebih baik, bu. Self healing, karena ada Chika juga yang menguatkan saya. Yang membuat saya sadar bahwa kehadiran saya memang untuk Chika juga," jawab Jasmine sambil menatap Chika yang sedang bermain dengan teman-temannya.

"Alhamdulillah kalau begitu. Chika nggak nakal dan nggak nyusahin, kan, mbak?"

Jasmine menggeleng. "Dia mandiri sekali bu, udah terbiasa jadi saya nggak perlu repot membiasakan lagi, hanya perlu penyesuaian sedikit saja. Terimakasih udah mendidik Chika dengan baik, bu." ujar Jasmine berbinar.

"Ah, memang dasarnya sifat Chika seperti itu mbak Jasmine. Tinggal kita yang dewasa menyesuaikan agar tidak manja."

Jasmine mengangguk setuju dengan penuturan Bu Endang. Mereka berada di sana sampai ashar dan pulang setelahnya, barulah Chika terlelap pulas saat perjalanan pulang ke rumah.

Untung saja Chika mudah di bangunkan dan bisa jalan sendiri ke kamar. Jasmine belum sanggup menggendong Chika, kadang perutnya masih kram sedikit bila mengangkat sesuatu yang berat.

Jasmine langsung masuk ke dapur memasak makanan untuk Bhima bersama Bik Minah juga yang memasak makan malam untuk penghuni rumah.

Saat Jasmine selesai masak, semua orang pulang ke rumah termasuk Bhima. Mereka sama-sama menengok ke atas melihat Chika yang terlelap, lelah usai bermain.

Bahagia versi Chika amatlah sangat sederhana. Mengapa mereka yang dewasa mempersulit??

"Dia capek banget ya yang?"

"Iya mas, tiba-tiba minta ke panti bawain temannya makanan. Kayaknya sih alasan aja biar bisa main di sana," kekeh Jasmine kemudian.

Bhima tersenyum penuh arti. "Biarkan dia begitu. Sesukanya selama kita bisa memenuhi keinginannya, karena bahagia versinya itu sederhana, bahagia buatnya mudah sekali. Kita yang harus mempermudah selagi kita bisa," ujar Bhima sambil menatap Jasmine dalam-dalam, izinnya sangat berarti untuk Chika dan dirinya. Kalau sudah seperti ini kan bila sewaktu-waktu Chika ingin main ke Panti ia akan lebih mudah.

"Makasi ya, mas."

"Don't mention it. Kewajibanku,"

💕💕💕💕

Hwallaawwhhhh momsye's back!! Di luar hujan pemirsah jadi nulis aja yaaa..

Nih gak sedih lagi partnya ya 😚😚😚

#dahgituaja

#awastypo

#SalamSnelli

Danke,

Ifa 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top