Byun Baek Hyun

[Name] mengeratkan mantelnya saat angin kencang menerpa. Entah apa yang merasukinya hingga mengiyakan ajakan menginap yang kekasihnya tawarkan pada sore hari yang dingin ini.

Valentine sudah dekat. [Name] bisa melihat banyak toko yang sudah memasang hiasan berwarna merah muda dan bentuk hati bertebaran di sekitarnya. Tidak hanya itu, ia juga menyadari banyak pasangan muda yang asyik menikmati kebersamaan mereka, saling berbagi kehangatan kala dingin kembali menusuk tulang. Telinganya mendengar begitu banyak panggilan kesayangan yang tidak akan ia dapatkan.

‘Jagi’, ‘Sayang’, ‘Sweetheart’, ‘Princess’ dan semacamnya, bukankah panggilan itu biasa terdengar dari bibir sepasang kekasih? Kalau memang benar, kenapa ia tidak pernah mendengar panggilan seperti itu dari Baekhyun? Apa kekasihnya tidak pernah memanggil gadis dengan cara romantis seperti itu?

Ya, kekasihnya yang berisik itu memang tidak pernah memanggilnya dengan panggilan kesayangan dan fakta itu sedikit mengganggunya. Pertanyaan mengapa selalu terbesit setiap kali mendengar ada pasangan kekasih yang melakukannya. Ia sudah pernah menanyakan hal ini pada Baekhyun, hasilnya? Perhatian kekasihnya malah teralihkan oleh hal lain hingga tidak menjawab pertanyaan sederhana [Name].

Sudut mata [Name] menangkap kedai kopi. Tubuh dan hatinya berperang sebentar, memutuskan untuk mampir dan menghangatkan diri dengan kopi panas atau tetap melangkah karena rasa rindunya tak tertahankan. Pada akhirnya, jeritan kulit yang kedinginanlah yang menang.

Ponsel gadis itu bergetar samar. [Name] menghela nafas saat melihat nama pengirim pesan.

‘[Name], kau dimana? Kau mengingat ajakanku, kan? Apa kau batal menginap atau kau sudah mati beku di jalan? Kenapa lama sekali?’

Bayangkan saja, mana ada kekasih seperti Baekhyun yang bukannya menanyakan bagaimana keadaannya dan sedikit berempati, tapi malah mendoakannya mati kedinginan di jalan.

Aku mampir ke kedai kopi dulu sebentar. Antriannya masih lama. Tunggulah sebentar lagi. Aku tidak akan bisa bertahan tanpa kopi. Kau ingin aku benar-benar mati beku?

[Name] menyebutkan pesanannya sambil mengulas senyum. Sejenak menunggu balasan pesan dan minuman hangatnya datang.

Ah, kau pasti sedang berada di kedai kopi dekat dorm, kan? Jangan kemana-mana. Tunggu aku di sana.

Sudut bibir [Name] tertarik kecil. Yah, setidaknya Baekhyun masih memiliki hati untuk menjemputnya walau ia yakin kekasihnya juga berjalan kaki. Walaupun begitu, [Name] yakin perjalanannya tidak akan sedingin beberapa saat lalu. Baekhyun dan tingkah anehnya selalu membuat [Name] merasa nyaman dan hangat.

Sesekali menyesap kopi pesanannya, [Name] menunggu Baekhyun. Bibirnya kembali mengulas senyum saat mendapati sosok berambut hitam tengah berlari ke arahnya dengan cengiran lebar.

“Maaf lama menunggu. Suho-hyung sempat menginterogasi dan memarahiku sebelum keluar tadi,” ucap Baekhyun dengan nafas terengah.

[Name] menggeleng. “Tidak masalah. Kedainya hangat, jadi aku tidak kedinginan saat menunggumu. Omong-omong untuk apa mantel itu?”

Baekhyun mengikuti arah pandang [Name] kemudian tersenyum. “Untukmu. Aku tahu kau tidak tahan dingin, jadi kubawakan saja mantel siapapun yang tergeletak di sofa.”

Gadis itu tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa mendengar pengakuan Baekhyun. Ia tidak menolak saat Baekhyun menyampirkan mantelnya di bahu [Name], kemudian merapikan mantel itu agar tidak terlihat berantakan.

“Minum dulu. Aku tidak ingin kau yang mati beku,” [Name] menempelkan sisi gelas kopinya yang hangat di pipi Baekhyun yang mulai memerah karena kedinginan.

“Kau tahu,” ucap Baekhyun sesaat setelah ia meneguk kopi. “Apa yang terjadi saat dua orang minum dari gelas yang sama dan pada sisi yang sama?”

[Name] mengangkat sebelah alisnya, menanti jawaban macam apa yang akan diberikan oleh Baekhyun.

“Mereka berciuman tidak langsung,” Baekhyun memperlihatkan cengiran tanpa dosa walaupun [Name] yakin pikiran kekasihnya jelas dipenuhi berbagai macam ide yang akan membuat orang lain mengutuknya. “Tidak tertarik mencobanya secara langsung?”

Tangan [Name] beradu dengan lengan Baekhyun secara refleks.
“Dasar mesum.”

Baekhyun masih tetap memperlihatkan cengirannya. Setelah berjalan beberapa langkah, lengan Baekhyun merangkul bahunya, membawanya mendekat, mencoba menghangatkan gadis yang sudah berada di tengah cuaca dingin lebih dari setengah jam.

Entah untuk berapa kali dalam sehari, [Name] mendengar nama panggilan sayang dari pasangan kekasih. Dahinya mengernyit, kembali memikirkan kebiasaan Baekhyun yang enggan memanggilnya dengan panggilan sayang. Seakan menyadari perubahan raut wajah kekasihnya, Baekhyun bertanya.

“Ada apa?”

[Name] mengangkat bahu, mencoba terlihat tak acuh dengan fakta yang sudah beberapa lama menghantuinya. “Tidak ada. Aku hanya berpikir.”

“Tentang?” Baekhyun membawa [Name] dalam pelukannya semakin dalam saat angin kencang menerbangkan helaian rambut gadisnya. Dalam hati menyalahkan diri sendiri saat menyadari bibir [Name] agak membiru karena kedinginan.

“Tentang kau yang tidak pernah memanggilku dengan nama panggilan,” ucap [Name]. “Bukannya aku memaksamu untuk membuat nama panggilan untukku. Tidak. Aku hanya penasaran dengan alasan dibaliknya.”

Baekhyun terkekeh pelan lalu mengadukan bibirnya di pipi [Name] cepat. “Aku ingin sekali memanggilmu dengan panggilan sayang, [Name]. Bahkan Tao meledekku karena ia berpikir aku tidak romantis.”

“Lalu kenapa tidak kau lakukan?”

“Karena aku tidak menemukan nama panggilan yang seindah namamu. Dari semua panggilan sayang yang ada didunia ini, namamulah yang paling kusuka. Karena itulah aku memutuskan untuk tetap memanggil namamu saja,” tutur Baekhyun seraya mempererat rangkulannya.

[Name] menyembunyikan sebagian wajahnya di dalam syal yang terikat pada leher. Walau cuaca sedang dingin, entah kenapa wajah [Name] terasa hangat saat mendengar penuturan Baekhyun beberapa saat lalu. Ia berharap kekasihnya tidak menyadari betapa merah wajahnya sekarang, tapi sayang keinginannya tidak terkabul.

“Manisnya...” gumam Baekhyun. Tidak tahan melihat ekspresi menggemaskan kekasihnya, Baekhyun kembali mencuri ciuman di pipi [Name]. “Aku bisa meleleh kalau kau tetap memperlihatkan wajah imutmu, tahu.”

Tangan [Name] kembali melayang untuk memukul lengan Baekhyun. “Jangan merayuku terus, Byun Baekhyun.”

“Aku tidak merayumu, [Name]-ah,” Baekhyun meringis. “Omong-omong, aku mendapatkan ide untuk nama panggilanmu. Nyonya Byun terdengar bagus untukmu?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top