20. Epilog
Langkah kaki mengiringi anak kecil berumur empat tahun. Dengan rambut hitam legamnya dan mata hijau menyala, berlari kearah perosotan anak di depan matanya.
"Ayah! Mau naik itu. Boleh?"
Ucap sang anak sambil sedikit menunduk dan memainkan ujung bajunya. Tangannya yang kecil itu menunjuk perosotan yang tertutupi salju.
"Bukannya gaboleh. Tapi itu dingin. Gamau bikin ibu marah kan?" Tanya pria dewasa dengan wajah dan rambut yang sama dengan anaknya.
Sang anak hanya cemberut kemudian berlari meninggalkan pria itu menuju ibunya.
Benar, melanjutkan hidup bukan hal yang buruk. Dia mendapat kehidupan baru, cinta baru, dan keluarga baru.
Kakinya masih kaku. Terdiam ditempat tersebut setelah menyadari dan mengingat bahwa tempat itu adalah tempat dimana dia menemukan perempuan yang dicintainya dulu. [Name], yang meringkuk kedinginan karena suasana dingin itu terbayang kembali oleh Miya disana.
Ya, Chinen Miya. Memiliki putra tampan penyuka jelly dan skateboard. Umurnya masih empat tahun. Chinen Ren namanya. Si manis yang selalu mengingatkannya pada gadis pujaannya dulu.
Miya menunduk. Kemudian mengusap kursi tua yang sudah lapuk dan menatap kebawah nya. Sama seperti dia dulu. Lalu tersenyum lembut. Sedikit rasa sesak kembali mengalir dari dadanya. Serasa membeku.
"Udah lama ya, [Name]"
Dia sibuk berbicara pada kursi tua di depannya. Hingga sebuah tangan merangkul pundak nya.
"Hm, ada apa?"
"Kenapa ga dibolehin sih? Kan cuma main perosotan"
"Dingin. Udah tau kalo salju. Yakali dibiarin main diluar lama "
Ucap Miya lalu kembali berdiri dan menatap perempuan yang sudah bertukar posisi di depannya sekarang. Lalu memeluknya dan mencium rambutnya lembut. Yang di cium hanya bisa menunduk dengan wajah memerah.
Ren yang melihatnya langsung berlari dan melompat memeluk ayah dan ibu nya itu.
"Ugh Ren, jangan gitu. Sakit ..." keluh sang ibu begitu Ren memeluk keduanya erat.
"M-maaf, Ren ga sengaja."
"Dan bunda cuma bercanda." Terlihat pipi Ren yang menggembung menandakan ketidaksetujuan atas perlakuan ibunya. Namun sang ibu hanya tertawa puas melihat anaknya.
Hingga sebuah tangan menarik telinga wanita itu dan menariknya berdiri menyejajarkan tingginya.
"A-auww! Sakit Miya dongo!"
"Hukuman karena selalu jahilin anak sendiri."
Terlihat tangan Miya terulur menandakan ingin tos kepada putranya itu. Lalu Ren yang mengerti, langsung menepuk tangan Ayahnya dan tersenyum girang. Miya mendekatkan wajahnya.
Cup!
Kecupan singkat di pipi kini membuat wajah wanita itu memerah. Wajah yang sangat manis menurut Miya. Lalu mengusapnya pelan dan kembali mencium keningnya. Perlakuan tiba tiba yang seperti ini lah yang membuat gadis itu merasa tidak kuat jika harus bersuamikan Miya. Bisa bisa jantungnya jadi lepas pasang karena doki doki.
"Awwww! REN GALIAT. REN GALIATT!!"
Ren berlari menjauh mendekati Neneknya yang sedang duduk dengan teh hangat di tangannya lalu berbisik sedikit di telinga neneknya setelah sukses berusaha naik kursi yang tinggi itu.
"Nek, itu.. bunda sama Ayah pacaran ya!?"
"He? Ren tau darimana soal pacaran?" Tanya perempuan itu yang tak lain dan tak bukan adalah bunda Miya sendiri.
"Kata kayla, kalo ada dua orang dewasa yang saling berpelukan, itu namanya pacaran!" Jawab Ren antusias. Lalu duduk dan menunggu teh hangatnya datang.
"Hahahha, ga salah sih.. ga bener juga.. intinya, sekarang biarin mereka berdua dulu. Ren sama nenek ya?"
Ucapan itu dibalas anggukan oleh Ren lalu mengambil permen di kantongnya dan menyodorkannya pada neneknya.
"Mau??" Tanya nya.
Serasa melihat Miya kecil namun tingkah dan sifatnya itu milik [Name]. Lalu mengulurkan tangannya menerima permen dari Ren.
Miya yang melihat itu tersenyum. Kemudian dengan sigap memeluk tubuh mungil yang sedikit lebih kecil darinya.
"Makasih.."
"Huh? Buat?"
"Kembalinya lu ke dekapan gua, [Name]."
Gadis yang disebut namanya itu tersenyum lalu mengecup bibir Miya sekilas. Dan meletakkan tangannya di leher Miya. Dia sudah sering mendengar kata kata ini, namun tetap sama setiap mendengarnya lagi hatinya merasa hangat.
Chinen [Name]. Memeluk kemudian mencubit pinggang Miya dan sedikit tertawa dengan reaksinya itu.
"Gh- sakit asu."
"Gaboleh misuh ajg. Didenger sana Ren kan ga keren."
"Sendirinya misuh bangsat."
Untuk kesekian kalinya Miya mencium rambut [Name]. Memegang tangannya lalu duduk didepannya. Di atas tumpukan salju putih.
Ibu satu anak itu terkekeh.
"Mau ngapain nih, mau ngapaiiiiinnn??"
Miya menatap [Name], "Yok top up em el."
"Gaseru ah babi. Top up mulu.." ucap [Name] cemberut. Entah kenapa sifat manjanya makin menjadi jadi setelah menjadi ibu dari Ren.
"Manja"- Miya
"Bacot."
Miya memainkan pipi [Name]. Baginya, gadisnya ini masih terlalu cantik untuk seumurannya. Tidak pernah berubah.
"Makasih karena berjuang buat idup sama gua. Maafin gua karena ga bisa cegah kecelakaan waktu itu.." matanya sedikit berair, namun dengan segera mengusapnya.
"Ayah itu gaboleh nangis. Mau kalo Ren jadi cengeng?"
"Dih gaseru bawa bawa Ren ajg."
"Ehehhehehehe"
Mereka masih saling mengungkapkan rasa hati. Sudah lewat delapan tahun dari kecelakaan waktu itu. Yang artinya Miya dan [Name] memang sudah bisa menikah secara resmi. Sejak awal memang sudah resmi, tapi Miya bersikukuh ingin menikah kedua kalinya dengan alasan kalau saat kecil dia tak terlalu menikmatinya karena belum mengerti.
"Yahooo, [Name] Miya!!"
Teriakan dari ujung taman membuat [Name] menoleh kearah Reki dan Hana yang terlihat berjalan dengab bergandengan tangan.
"YOOOKOSO! YARIC-"
"Hoi ngawur anjeng." Miya membekap mulut [Name] lalu ikut menggandengnya. Reki dan Hana yang melihatnya tersenyum lalu dengan cepat berlari menghampiri keduanya.
[Name] mendekat lalu menyentuh perut Hana yang membesar. "Udah diperiksa? Cewe atau cowo?"
"Katanya cewe. Lumayan sih jadi sepasang sama Nel." Balas Hana lalu [Name] mengangguk paham.
"Agresif juga anjir udah mau punya dua. Gua mana bisa asal nerkam. Adanya gua dilempar kursi sama [Name]."
[Name] menatap Miya sinis. "Ya namanya mau ngelakuin harus ada persetujuan kedua belah pihak. Ga kek reki asal nerkam."
"Btul." Tambah Hana. Reki bergidik ngeri dengan ketiga sahabat ini. Mereka kemudian tertawa hingga Ren mengejutkan Hana yang sedang ikut tertawa.
"Tante, mau permen? Ren mau kasi dede yang di dalem."
Sebuah tangan mengusap rambut Ren lembut. Lalu berjongkok dan mengambil permen yang diberikan Ren pada Hana.
"Uhhhh makasih ya manisss...lucu banget deh ponakan kesayangan tante." Lalu mencium pipi Ren. Membuat anak laki laki itu menyentuhnya dengan berbinar.
"Oh ya, mau terus diluar atau mau masuk kedalem? Soalnya keknya Reki udah kedinginan tuh.." ucap [Name] sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Nyeh kagak-hachuh! "
"Nah kan mampus." Jawab mereka bersamaan. Ren yang mendengarnya terkekeh lalu menggandeng tangan Hana untuk masuk lebih dulu.
"Yang emaknya siapa, yang digandeng siapa.."
"Jangan iri jangan iri." -Miya
"Ngomong lagi gua getok pala lu babi." [Name] sedikit mengkerut kan alisnya. Anak dan ayah sama saja.
"Iya iyaa sayang.."
Mereka berjalan masuk. Mengiringi Ren yang didepan sambil [Name] menggandeng tangan bunda Miya.
โธ
Flashback chap 19 :
Keduanya menunggu di depan ruangan menyakitkan dengan derit pintu nyaring dan suara mesin yang berdenting keras dari dalam.
Bunda Miya hanya menunduk. Berharap tak terjadi hal memilukan yang akan masuk ke telinganya.
Begitu juga Miya. Matanya tidak beralih dari pintu ruangan operasi. Kelukaan dan kerusakan selalu terjadi pada [Name] akhir akhir ini.
Operasi yang dijalani pun bukan hanya satu dua kali dalan 3 bulan terakhir ini.
Hingga puncak dari penutupan klep jantung bocor itu dilakukan hari ini dengan tiba tiba. Ada seseorang yang bersedia mendonorkan darah juga beberapa peralatan medis yang tentunya mahal itu dengan segera kerumah sakit untuk [Name].
Tak lain adalah Yebi.
Keluarga nya yang kaya raya tidak akan mempermasalahkan kemana perginya uang uang Yebi. Terlebih nyawa [Name] lebih penting. Obat obatan dari luar negeri dengan cepat bisa dia dapatkan untuk Operasi [Name]. Dimana kesembuhan [Name] terhambat lama karena sulitnya mendapatkan obat tersebut.
Miya menunduk. Hingga sebuah langkah kaki tergesa-gesa membuat Miya mengalihkan pandangannya dari lantai. Terlihat Yebi yang mengiringi beberapa suster dengan kotak kardus di tangannya. Juga suster yang membawa banyak barang di tangannya.
"Kumohon! Selamatkan [Name]-san"
Miya menoleh dengan perlahan. Terlihat gadis itu ikut menoleh lalu menatapnya dari tubuh yang membungkuk salam itu. Mendekat lalu duduk disamping Miya.
"Kenapa lu ngelakuin hal ini?"
"Permintaan maaf ke [Name]-san."
"Lu ga ngelakuin kesalahan apapun."
"Aku pernah ambil seseorang yang udah terikat secara sah dengan dia. Dan egois dengan merundung dia. Aku...mau minta maaf."
Miya menatap Yebi. "Lu ga perlu ngerasa gitu. [Name] lebih kuat dari yang lu pikirin."
"Aku terlalu pengecut buat bilang secera langsung. Cuma cara ini yang bisa aku lakuin buat [Name]-san. Jadi, tolong sampein maafku ke dia nanti.."
Ucap Yebi sambil tersenyum. Dibalas anggukan perlahan oleh Miya. Yebi sudah merencanakan ini sejak 3 Minggu yang lalu. Tapi obat dan alatnya baru sampai sekarang, sehingga operasi dilakukan secara tiba tiba tanpa konfirmasi ke Yebi. Baru ini dia di beri keterangan atas datangnya barang yang dia pesan dan langsung menuju ruang operasi.
Ketiganya bernafas lega saat seorang dokter keluar dan memberikan kabar baik bahwa operasinya berjalan lancar. Hanya tinggal menunggu [Name] berhasil sadar dari tidur panjangnya.
Setelah diperbolehkan masuk. Miya berlari dan memeluk tubuh [Name] dengan perlahan. Mengingat banyaknya perban dan peralatan yang tertempel di tubuhnya. Begitu juga Yebi yang berdiri disamping bunda Miya.
Gadis itu menatap bunda Miya lalu membungkuk.
"M-maaf, udah bikin [Name] sedih waktu itu." Yebi menunduk. Mengumpulkan keberanian untuk berdamai dengan perasaannya sendiri.
"Siapa nya Miya?"
"M-mantan pacar Miya.. pas kelas 8 smp. Aku gatau kalo [Name] sama Miya udah- "
Tangan sang bunda menarik lembut gadis itu ke pelukannya. Lalu mengusap rambutnya. "Gapapa sayang, itu kesepakatan [Name] dan Miya untuk menutupi identitas keduanya. Kamu ga salah kok."
Miya menggenggam erat tangan [Name]. Lalu menatap kearah Yebi yang terisak dipelukan bundanya. Seperti merasakan kasih sayang ibu, Yebi terlena akan pelukan itu.
Hingga sedikit gerakan menyadarkan Miya. Dan mulai menatap gerakan jari tersebut dengan seksama dengan mata berkaca-kaca.
"...ga bohong, kan?"
Lagi lagi tangan tersebut bergerak sedikit. Yebi yang melihatnya langsung keluar. Langsung memanggil dokter yang bertugas atas [Name] dan pergi meninggalkan rumah sakit. Sedikit perasaan lega membuat gadis itu tersenyum.
Berdamai dengan perasaan sendiri itu lebih baik dari apapun.
Setelah dokter datang, mereka diperbolehkan untuk menunggu diluar. Menunggu kabar kesadaran [Name].
Dokter dengan cepat memanggil Miya dan bundanya begitu [Name] membuka matanya. Miya langsung berlari ketika melihat gadis itu masih bingung diatas ranjang nya.
"Isekai ya? Wah banyak husbu." Ucap [Name] asal.
"Heh ngawur anjg."
Suara yang [Name] kenali, membuat gadis itu menoleh. Menatap manik hijau cerah itu lalu tersenyum.
"Baru tau kalo Miya bisa masuk surga. Dikira gabisa soalnya dia akhlakless."
Lagi lagi Miya dibuat bingung dengan perkataan [Name] lalu tertawa kecil. "Baru bangun udah ngajak gelod aja babi."
Kemudian mencium kening [Name] lama. Dia bisa merasakan setetes air jatuh ke rambut dan pipinya. Miya menangis, penantian lamanya tak sia sia. Menunggu sang putri yang tertidur lama.
Lalu tangan gemetar itu bergerak memberi isyarat 'kesini, [Name] kangen bunda'.
Dengan cepat sang bunda mengambil tangan [Name] dan menciumnya. Ah, ciuman dan rasa hangat kerinduan yang [Name] rindukan.
Miya lalu meletakkan kepalanya di samping [Name].
"Kangen anjg. Lama bngt bangunnya."
"Berapa lama?" Tanya [Name] dengan sedikit gemetar. Melihat tubuh Miya yang semakin tinggi itu membuatnya berpikir apakah dia harusnya sudah meninggal?
"Dua setengah tahun, ini semester kedua gua di SMA kelas 12."
"Oanjing gua ketinggalan mapel hampir 3 taon babi." Keluh [Name].
"Lu mikirin pelajaran anjg. Bukan mikirin gua kangen sama lu ato kagak." Miya menatap [Name] kesal. Terlihat gadis itu sedikit terkekeh walau sedikit kesulitan.
"Gua kangen lu kok" ucap [Name].
"Makasih.."
"Buat?"
"Udah kembali ke dekapan gua lagi."
"Ehem. Uwu nya nanti aja. Urusin dulu nih obat." Bunda Miya menyodorkan resep obat. Dengan malas Miya mengambil nya.
"Nanti bun, masih kangen."
"Alasan hdh." -[Name]
"Bacot kebo. Sekebo kebonya gua, gapernah tuh tidur hampir tiga taon anj."
"Yamaap."
"Sekali lagi makasih.."
"Hun, sama sama" tangan lembut yang lama dirindukan. Kembali mengelus surai lembut Miya. Dia tersenyum. Lalu menggenggam tangan [Name] dan membawa pikirannya ke dunia mimpi lewat elusan lembut [Name].
A/n :
HOREEEE!!
HEPI END SESUAI YANG KLEAN MAU.GGGGG
KETIPU SAMA YANG KEMAREN YA? KASIAN CKCK.
GIMANA? KASI SARAN, PESAN DAN KESAN BUAT BOOK INI.
dan satu lagi. Dengan berakhirnya book ini, artinya berakhir juga pertemuan antara kalian sama author.
Terimakasih banyak atas dukungan kalian ke author. Wb author ga balik akkdiejhshs Alhamdulillah.
Mau misuh bareng? Dm author. Mari memisuh ria.
Oh, rencananya author mau bikin langa x readers. Mau?
kikonaqqo hae naqs. Kamu paling sering debut sw sy karena komenmu mood bngt.
Kamu juga terpilih karena ya, kamu paling banyak spam komen di ceritaku huhu:'<
Terimakasih banyak<3
Buat kiko, Mau mutualan WA?
Gas lah ayok! Lumayan ada temen misuh author nya akkwiewjehhehdjhehr
Okai segitu aja.
Buat yang belum beruntung, lain kali book selanjutnya. Kalian bisa rusuhin kolom komen kalo mau mutualan. Author dikit temen naks wp hikd:'<
Mau pict Miya SMA? Itu diatas. Sampul atas.
Sekian dan terimakasih.
End : 28 September 2021
AyariFujii162
-istrinya Miya Chinen๐ฟ
PROTES KUGETOK ANJENG.
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top