18. lulus dan sebuah akhir

Setelah mereka berdua sibuk berkencan kemarin, keduanya tertidur pulas. Sebenarnya itu bukan kencan, hanya jalan jalan biasa. Namun bagi Miya, dia menganggap itu kencan. Kencan yang teramat ingin dia lakukan. Biasanya dia melakukannya dengan terpaksa. Kali ini berbeda, dia melakukannya dengan suka cita.

Menghabiskan waktu berdua tanpa diganggu oleh ponsel dan orang lain. Seolah sang gadis akan pergi jauh darinya.

Miya tak melewatkan kesempatan itu. Membelikan banyak barang. Juga memainkan permainan bersama [Name]. Seolah dia hanya akan melihat senyum terakhir dari gadis itu, hanya hari ini. Hari mereka berkencan.

Mereka tidak pergi ke taman besar. Hanya ketempat bermain yang biasa buka siang hari. Mereka sudah sering kesana, tapi kali ini terasa berbeda. Tangan yang bergandengan, telinga yang memerah, dan jantung yang tak pernah diam. Mereka dalam kondisi itu sekarang.

"Gelangnya cantik, beli yok."

"Mau gula kapas?"

"Anjai, main lagi yok."

"Gua dapet boneka yang gede, lu mau?"

"Lu mau kincir angin itu kgk?"

Manis, keduanya sangat manis jika dipandang dari jauh. Berkencan berdua lalu bersenang senang. Hingga sebuah tarikan selimut mengganggu ketenangan keduanya.

"Miya! [Name]! Bangun. Kalian kan ada upacara kelulusan SMP!"

Keduanya terlonjak kaget lalu langsung berlari menuju kamar mandi. Miya sampai lebih dulu, artinya Miya lah yang mandi duluan.

"Wle. Gua duluan." Miya menutup pintu kamar mandi. Sedangkan [Name] hanya ngedumel.

"Nyenyenye."

Beruntung dia sudah menyetrika baju mereka kemarin sebelum berangkat kencan. Lalu mulai menyiapkan tas dan hadiah perpisahan. Mereka sedikit bersemangat karena hari ini juga keduanya akan mendapatkan penghargaan atas nilai mereka yang diatas rata rata. Tak sia sia mereka belajar hingga merusak waktu tidurnya.

"Hadiah, baju, topi.. apa lagi? Buket bunga anjg. Lupa."

[Name] menelepon Hana. Namun tak di angkat. Tampaknya gadis itu tengah bersiap siap atau sudah ada di jalan menuju sekolah.

Meletakkan ponselnya lalu menghela nafas. Gadis itu menyambar handuk lalu berlari ke kamar bundanya.

"BUNDA! [NAME] MINJEM KAMAR MANDI!"

Teriak [Name] begitu sampai di kamar mandi. Bundanya hanya menggeleng sambil menyiapkan sarapan atas kelakuan kedua anaknya tadi.

  𝅦︒ི︣Ϋͺ  ྀ┄ 𝅄 ْ  ֡  

" Lu duluan dah, gua nanti nyusul. Lu bisa gantiin gua kan ya?"

"Kenapa lagi, lu? Demam?" Miya menurunkan kakinya dari skateboard. Lalu meletakkan tangannya ke dahi [Name]. Setelah merasa temperatur suhu badan [Name] normal, barulah dia menurunkan tangannya dari dahi [Name].

"Buket bunga asu. Lupa beli." [Name] terlihat cemas. Padahal buket bunga bukanlah hal yang amat sangat penting 'kan?

"Yaudah gua aja yang beli, lu duluan aja sama bunda." Miya mengarahkan skateboard nya kejalanan. Namun ditahan oleh [Name]. Miya hanya menoleh dan memberikan tatapan bingung.

Yang ditatap terlihat gelagapan.

"Eh apa- itu.. gua ada urusan juga di toko bunga. Banyak yang mau gua beli. Lagian lu nge-sok bat tau nama bunga anjg."

"Tau lah. Lu bakal telat kalo lu yang beli, gua kan pake skateboard. Cepet." Miya kembali menolak apa kehendak [Name]. Entahlah, rasanya dia ingin menahan agar gadis ini tidak pergi kesana, dan langsung saja kesekolah.

"Kan bisa pake sepeda dongo."

"Toko bunga yang mana? "

"Samping minimarket, naik sepeda 10 menit nyampe kesekolah kok."

Miya terlihat bingung. Sedikit bimbang, dia akhirnya mengiyakan [Name] kesana setelah merasa [Name] aman jika membeli buket disana. Lagipula rutenya tidak terlalu jauh kesekolah.

Melihat Miya yang mengangguk membolehkan. Akhirnya gadis itu pun berjalan mengambil sepeda lalu keluar dari kediaman Chinen. Dan melaju secepat mungkin ke toko bunga yang dia maksud tadi.

Bunda Miya melihat anak gadisnya keluar dengan sepeda sendirian itu menatap bingung Miya di dekatnya.

"Katanya mau beli buket. Ditawarin Miya yang pergi, dianya gamau. Maksa. Keras kepala bat."

Bunda Miya mengangguk paham setelah sedikit tertawa. Lalu mulai masuk ke mobil. Miya sudah berjalan lebih dulu dengan skateboard. Bunda Miya ingin kekantor nya dulu, ingin mengambil beberapa dokumen baru ke sekolah Miya.

Jadi, hanya Miya sendiri yang berangkat kesekolah. Menyadari itu, dia langsung mempercepat laju skateboard nya dan pergi dengan cepat menuju sekolah.

[Name] dengan kecewa menatap toko bunga yang ditutup. Terlihat tulisan 'tutup' sepertinya sedang mudik. Lalu gadis itu membuka aplikasi ponselnya. Hendak mengirimkan pesan bahwa dia akan menyusul lebih cepat karena toko tutup. Namun batal.

Dia lebih memilih membuka aplikasi gugel maps dan mencari toko bunga terdekat dari lokasinya. Setelah mendapatkan toko bunga yang tak jauh dari tempatnya sekarang, gadis itu melaju menuju tempat bunga baru yang dia dapat dari gugel maps.

Sudah lima belas menit Miya menunggu [Name] kembali, tapi gadis itu belum juga sampai. Dia sedikit cemas dan menatap ponselnya, berharap gadis itu mengirimkan beberapa pesan lewat aplikasi chatting. Dan memberi tahu kalau gadis itu baik baik saja.

Beberapa menit kemudian,

Dia tak mendapat kabar apapun. Baiklah, Miya berfikir positif bahwa [Name] sedang sibuk ngebut mengejar waktu.

Hingga sebuah nama disebutkan, dan membuat Miya mengalihkan atensinya dari ponsel yang dia pegang.

"Chinen Miya. Diharap maju kedepan sebagai penerima penghargaan atas nilai tertinggi kedua diatas rata rata sekolah."

Yang dipanggil langsung saja maju. Naik keatas panggung lalu menerima beberapa hadiah dan piagam dari sekolah. Juga beberapakali berfoto dengan para guru.

Lalu nama selanjutnya dipanggil, "[Name]. Diharap maju kedepan sebagai siswa dengan nilai tertinggi ke ke satu. Apa [Name] ada?"

Miya celingukan mencari [Name]. Hingga akhirnya pemuda itu mengangkat tangan.

"Apa boleh di wakilkan?" Tanya nya. Dibalas anggukan oleh kepala sekolah.

"Siapa yang mau mewakilkan?" Sang guru menatap Miya yang sudah bangkit dari kursinya.

"Apa suaminya boleh mewakilkan?"

Beberapa siswa menatap Miya. Lalu beberapa mulai bersorak bangga karena [Name] ternyata punya suami dan mereka bisa mendekati Miya.

Hehe boi, anda salah besar. -Author

Beberapa guru yang paham di bagian belakang panggung, mengangguk setuju dengan Miya.

"Baiklah, boleh. Apakah suami [Name] ada disini?" Guru itu berpikir Miya hanya bercanda. Lalu mulai bermain-main dengan menanyakan dimana suami [Name].

Miya mengangkat tangannya. Sekali lagi, dia mengangkat tangannya sebagai jawaban atas suami [Name].

"Saya suaminya, dan saya akan mewakilkan [Name] karena dia ada masalah sebentar sehingga terlambat."

Seluruh siswa lagi lagi terdiam menatap Miya yang sudah kembali naik keatas panggung. Beberapa diam membeku, dan beberapa yang lainnya mulai menangis histeris. Ada juga yang berkata Miya hanya bercanda dengan mengatakan itu.

Sang guru ikut menatap tidak percaya.

"Anda tidak percaya sensei? Ada marga Chinen di belakang nama [Name] di rapot dan penghargaan [Name], itu bukan karena dia diadopsi. Tapi karena dia istri saya."

Guru yang tau dan mengenal seluk beluk keluarga Miya bertepuk tangan atas keberanian pemuda kecil berumur lima belas tahun itu.

"Bercanda ya nak?"

"Hee? Setidak percaya itu pada saya, sensei?"

Guru itu menatap Miya. Hingga sebuah tepukan di punggung sang guru membuatnya menoleh. Lalu mendengarkan bisikan dari guru yang lain. Dan mengatakan benar adanya kalau Miya dan [Name] sudah menikah.

Miya masih berdiri disana dengan wajah santainya sambil tersenyum. Padahal hatinya sendiri sedang bertanya tanya, dimana keberadaan [Name] sebenarnya, hingga dia telat di waktu penghargaan nya seharusnya dia ambil sendiri.

Suara mikrofon kembali terdengar. Lalu mulai memberikan hadiah dan penghargaan [Name]Β  kepada Miya sebagai perwakilan.

Suara sorak sorak terdengar saat Miya turun dari panggung.

"Chinen -kun teganya dirimu.."

" Huaaa! Miya udh nikah anjg. Keren."

"Btw lu kalo main sama [Name] berapa ronde?"

"Lu beneran suami [Name]? Ah potek hati gua anjenk."

"Fak. Gua mau nembak [Name] padahal, eh ada pawangnya jancuk."

Miya hanya tersenyum lalu mengangguk sebagai balasan saat dia melewati beberapa gerombolan orang yang menanyainya. Hati nya tak tenang sama sekali. Sangat jarang [Name] terlambat selama ini. Bahkan saat sesi makan makan sudah mulai.

"[Name] kemana?"

Miya membuka aplikasi chatnya. Sebuah pesan masuk dari grup random mabar sekitar rumahnya itu membuatnya ingin membuka grup tersebut. Biasanya dia cuma nabung chat.

Kecelakaan di depan halte bus.
Korban : seorang gadis
Lokasi : jalan e3r dekat tikungan toko bunga sejati indah.

Mendengar kata toko bunga, hatinya berdesir. Mengingat korban kecelakaan tersebut adalah perempuan. Setidaknya [Name] tadi pergi ke toko bunga disamping minimarket. Tapi kenapa lama sekali.

Terbesit pikiran bahwa [Name] bisa saja pergi ke toko bunga yang berbeda, mengingat tidak menutup kemungkinan bahwa toko bunga juga akan tutup karena sudah memasuki liburan akhir semester.

Miya menggelengkan kepalanya cepat. Menepis pikiran tidak jelasnya dan mencoba berfikir hal yang lebih baik. Hingga hatinya benar benar tidak tenang akan sesuatu yang dia tidak tau apa itu.

Ditengah tengah kekhawatiran nya terhadap [Name]. Sebuah dering ponsel masuk dengan sangat memaksa. Tiga panggilan tak terjawab dari telpon biasa, 2 panggilan tak terjawab dari telpon aplikasi chatting. Dan panggilan masuk yang masihΒ  sibuk berdering. Ingin rasanya mengabaikan telpon tersebut karena dia sedang khawatir terhadap [Name].

Hingga akhirnya dia melihat nama sang penelpon.

"Bunda"

Panggilan mendesak. Hati yang sedari tadi dikuatkan, pikiran yang sedari tadi mencoba dijernihkan. Tiba tiba menjadiΒ  sebuah prasangka buruk dan runtuh setelah menerima telpon tersebut.

"M-miya.."

A/n : GIMANA CHAPTER INI?!

SAD END?

HAPPY END?

OR ENDNYA GANTUNG?

hheheheehhehe maap baru dapet ide lagi, terus jaringan disini kok bego bat ya?

Author main ml kok ngelag mulu asu:'<

Oke, jaga kesehatan!
Jangan lupa makan. Jangan biasain gadang!
Nanti Miya marah.yyy

Dadah, see you.
Mungkin 2 chapter lagi ya!

Hore!

BαΊ‘n Δ‘ang đọc truyện trΓͺn: AzTruyen.Top