dimana Kindness menyadari ia berusaha terlalu keras untuk membuat orang lain senang sampai dirinya sendiri terbengkalai.

--

Kindness artinya kebaikan. Benevolentia. Humanitas. Semua nama-namanya memiliki satu arti yang sama.

Baik.

Sifat itu terukir begitu dalam, tergurat dengan tinta yang tak pernah akan hilang dalam inti Kindness. Ia selalu akan melakukan apapun untuk membuat orang lain senang, karena itulah kebaikan.

Benar, kan?

Kindness mendapati dirinya mempertanyakan hal yang telah ia lakukan tanpa henti selama beribu-ribu tahun pada suatu pagi yang mendung. Hujan tak kunjung berhenti, dan suara lembut tetesan air di atap mengirim Kindness ke dalam keadaan berpikir.

Ia tahu bahwa banyak orang menganggapnya bodoh atau terlalu polos - Rion terlalu overprotektif akan dia, dan Envy sering meremehkannya.

Walaupun sebenarnya tidak enak terus-terusan dipanggil "bego" dan terus-terusan dianggap lemah oleh roh yang wujud manusianya lebih kecil daripada Kindness, ia diam dan tersenyum saja.

Di hadapan Envy, ia sering menutup mulutnya walaupun ia tau cara mengalahkan seorang musuh atau hal lain. Kindness tahu Envy memiliki rasa percaya diri yang rendah, jadi ia membiarkan Envy memecahkan kebanyakan masalah-masalah yang mereka hadapi sendirian.

Sementara di hadapan Rion, ia akan mengeluarkan kemampuannya bertarung, karena ia tahu Rion belum terlalu mahir dalam menggunakan kekuatannya, dan ia sembrono dalam melindungi orang lain.

Itulah Kindness. Selalu membuat orang lain senang. Mengikuti apa yang mereka mau. Ia seperti lilin, mengikuti cetakan tiap orang yang ia temui.

Sambil menghela napas, ia berdiri dari posisi duduknya di atas tempat tidurnya dan berjalan ke depan cermin.

Siapakah aku sebenarnya? tanya Kindness kepada dirinya sendiri. Pertanyaan itu muncul begitu saja, tanpa diminta.

Dan Kindness tidak terkejut saat ia mendapati ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu.

Karena ia sendiri tidak mengenal lagi, siapa gadis yang berada di cermin ini.

--

*mulan intensifies*

*self-discovery intensifies*