┈─.᪥ָ࣪ Wataru-Hokuto

NIGHT CARESS
Hibiki Wataru x Hidaka Hokuto
by :: horuinzum

Embusan napas menjadi saksi bisu, akan figur yang sesekali mencoba mengusap kedua telapak tangannya. Akibat suasana dingin dari musim dingin, membuat diri tak terlalu bisa keliaran. Meski begitu, senpainya ternyata malah menghubunginya untuk bertemu ke suatu tempat. Tetapi apa? Dia sendiri belum tiba kemari.

Ah tidak, apakah mungkin si lelaki surai seperti warna arang ini, terlalu cepat meng-iya-kan kemudian pergi? Padahal, biasa tak terlalu mengindahkannya. Mungkin saja diri benar-benar sedang kesambet sesuatu.

Sebutlah namanya Hidaka Hokuto, biasa dia akrab dipanggil Hokuto, ataupun Hidaka. Meski, beberapa orang memanggilnya dengan panggilan lain.

Hokuto berpikir sepertinya ia terlalu buru-buru. Hingga, udara berembus membiarkan kedinginan menyeruak masuk membalut kulit.

Kilauan cahaya dari pohon natal yang dihias pada jalanan, membuat sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman paling tidak.

Banyaknya orang yang berlalu lalang, membuat diri tak terlalu memikirkan sesuatu di luar nalar. Dia tidak melupakan syal, namun ia malah melupakan sarung tangan.

Sudah berapa kali, dia mencoba menghela napas panjang? Hal tersebut tak terhitung. Dalam hatinya, merutuki kesalahan yang telah diperbuat.

Tangannya berada dalam kondisi mulai menjadi dingin. Jikalau bertanya di manakah lokasi ia saat ini, jawaban yang paling tepat adalah taman.

Kendati tidak jauh dari distrik pembelanjaan, kakak kelasnya itu menentukan lokasi mereka bertemu. Beribu malang, Hokuto langsung dikagetkan oleh sesuatu yang berguguran.

Oh, itu adalah bunga mawar juga bulu merpati. Kasihan merpatinya, tapi lebih kasihan bunganya. Sementara Hokuto menatapnya tidak percaya, ada-ada saja, pikirnya begitu.

Walau diri sudah tahu, selain tiba-tiba hadir, berteriak, dalam diam menaburkan sesuatu dari langit. Bersyukur kali ini tidak mendatangkan helikopter.

Bisa-bisa, taman jadi kena imbasnya. "Buchou ...." ujarnya masih mencoba tetap tenang.

"Fufufu~ maaf membuatmu menunggu, Hokuto-kun~♪" sahut lelaki yang dipanggil sebagai, 'Buchou' oleh Hokuto.

Menarik napas panjang, entah mengapa ia tak merasa kesal. Dia malah merasa lebih tenang, ketimbang sebelumnya. Dengan rambut biru muda panjang tergerai, dengan sedikit bagian kiri yang dikepang. Manik ungu mudanya menelusuri figur si adik kelasnya satu ini. Benar faktanya, dia adalah sosok senpai-kakak kelas, yang ditunggu Hokuto.

Bernama Hibiki Wataru, lebih sering dipanggil Hibiki. Hanya beberapa orang saja yang memanggil nama depannya.

Mengingat Hokuto dan Wataru pernah dalam hubungan adik dan kakak kelas, dalam sebuah klub teater. Jadi memungkinkan keakraban mereka bisa melebihi itu.

Terlebih Wataru sering kali menggoda kouhai-adik kelasnya satu ini, selain adik kelas termuda mereka. Dia melihat sesuatu yang ternyata tak berada pada lokasinya.

Menggenggam tangan Hokuto tiba-tiba, memberikan reaksi kaget juga terdiam baginya. Hanya saja Wataru sendiri malah tersenyum lebar, ketika melakukan hal tersebut.

"Hokuto-kun, bisa jadi pelupa juga ya?" tanyanya dengan sedikit menggodanya.

Entah mengapa figur Hokuto sendiri, malu mengungkapkannya malah memberikan kesan tersendiri. Hingga dilihat oleh Wataru terdapat semburat merah pada pipinya.

Menahan kesal mulai disadari oleh Wataru, ternyata Hokuto telah mempersiapkan kata-kata sebagai jawaban. "Lupa adalah hal yang wajar."

Wataru terkekeh pelan. "Amazing! Sepertinya Hokuto-kun terlalu terburu-buru dan merindukan diriku~♡︎"

Hal tersebut membuat si lelaki itu terdiam, melihat kelakuan sang penggodanya. Sering kali menjadi kebiasaan, tetap saja akan berakhir menyebalkan.

Tangan mereka masih saling menggenggam satu sama lain, entah kapan akan dilepaskan. Hokuto, masih tidak sadar akan hal itu. Segera mencoba melepaskan genggaman tangan mereka.

"Mungkin saja benar seperti itu," gumamnya pelan.

Suasana disekitar mereka pada malam itu benar-benar ramai, tapi ternyata Wataru bisa mendengar gumaman Hokuto.

Menampilkan senyuman kecil, dia lumayan menyukai sisi Hokuto yang demikian. Jujur terhadap perasaannya sendiri. Meski berakhir akan sulit mencari kata-kata untuk itu.

Setidaknya satu kehangatan telah disalurkan Wataru lewat tangan Hokuto. Benar, misi Wataru saat ini adalah memberikan kehangatan singkat pada malam natal, kepada kouhainya satu ini. Sekaligus menyambut tahun baru lagi, dia sedikit menantikan hal itu. Dikarenakan salah satu adik kelasnya yang lain, langsung menolak bila diajak. Bagi dia, itu sedikit lucu dan membuat tertawa tentu saja.

Secara tak langsung, sudah ditolak mentah-mentah. Meski begitu, sebenarnya Hokuto malah berakhir tidak bisa ikut rekan seunitnya.

Benar, berakhir dibatalkan. Secuil harapan yang seperti itu, membuat hati sedikit terkikis mendengarkannya. Ujung-ujungnya, karena teman satu unit.

Bukan karena keinginan diri sendiri. Sedikit tidak enak masih terkandung dalam figur dia. "Hibiki-buchou," tegur Hokuto, membuyarkan lamunan Wataru saat itu juga.

Sepertinya ia terlalu banyak berpikir. Dia pun mengulas senyum kecil lagi. Setidaknya Hokuto masih memiliki keinginan, bersama dengannya pada malam ini.

Masih menyadari bahwa tiada sarung tangan, yang dipakai oleh Hokuto. Sebuah ide aneh terlintas dipikirannya. "Hokuto-kun, tunggu sebentar."

Hokuto yang sebelumnya menatap ke arah depan, menoleh kemudian berhenti sebentar. "Ada apa?" tanya Hokuto.

Baru saja bertanya, tanpa persetujuan Wataru memakaikan satu sarung tangan, ke tangan Hokuto yang lain. Sementara itu, ia juga memakai pada tangan yang berlawanan.

Hokuto yang kebingungan, mulai bertanya demikian, "Tunggu, kenapa malah memakaikan ini ke tanganku?"

Namun, bukan jawaban yang diterima duluan, melainkan tangan mendarat pada surai hitam milik Hokuto. Ditepuk-tepuk-pat-pat beberapa kali, di atas kepalanya.

"Lebih baik, daripada kedinginan."

Hokuto termenung, tak tahu kenapa malah semakin sulit mencerna perkataan senpainya ini. Mulai menyadari apa yang terjadi, wajahnya kembali bersemu merah. Wataru lagi-lagi tertawa. Dia merasa sedikit senang, bisa menggoda Hokuto seperti ini. Meskipun tak secara langsung juga.

Seketika, Hokuto menyadari sesuatu. "Kalau begitu, tangan satunya bagaimana? Bukankah kalau seperti itu akan jadi kedinginan?" tanyanya, dengan iris mata biru melirik ke arah tangan Wataru lainnya.

Langsung saja, Wataru menggenggam tangan Hokuto yang tidak dipakaikan sarung tangan itu. "Dengan begini, tidak ada yang kedinginan, ohoho~!"

Tidak seperti biasa, Hokuto jadi lebih susah memperkirakan perlakuan Wataru secepat biasa. "Astaga, Buchou!"

Pada akhirnya, Wataru menarik Hokuto menjauhi taman tersebut. Mulai berkumpul di jalanan, di mana pohon natal itu berada. Masih dalam posisi saling mengandengkan tangan, tidak tahu apa yang merasuki namun keduanya menebar senyum berarti.

Bahkan, secuil angin dingin tak bisa dirasakan oleh keberadaan mereka saat ini. Apakah benar, dengan bergandengan seperti itu, membuat keduanya merasa lebih hangat? Sepertinya, iya.

Belaian malam pada musim dingin seperti ini, memberikan sensasinya sendiri. Meski pengakhiran tahun kali ini, akan menyambut wujud harapan secara tidak disadari. Gemerlap yang dihasilkan oleh pohon natal kala itu, menjadikan raut wajah orang-orang yang melihatnya terasa lebih cerah.

Hokuto tiba-tiba saja berkata, "Tak terasa, sudah mulai dipengujung tahun." Wataru yang mendengar hal tersebut entah kenapa kepikiran sesuatu lagi.

"Oya? Hokuto-kun, tidak mencoba mengharapkan sesuatu?" saran Wataru. Hal itu diangguki pelan oleh Hokuto.

Sepertinya hal tersebut tak ada salahnya juga, dipikir-pikir meski akan ada perayaan tersendiri untuk itu nanti. Tak ada salahnya juga 'kan, berharap sesuatu lebih awal?

Wataru tidak akan lelah, mengulas senyum seperti itu jadi tak perlu khawatir. Mirip seperti teman satu unitnya, entah kenapa ia jadi mengikuti kebiasaannya. Lagipula, tersenyum tak ada yang melarang.

Tentu saja diri ikut berharap sesuatu pada tahun depan. Mungkin saja, ia tidak akan melupakan peristiwa langka kali ini. Bagaimana pun juga, kesempatan seperti ini akan jarang bagi mereka sebagai idola.

Bila mengingat kesibukan yang ada, sepertinya malah tidak akan terjadi-jadi. Sekilas melirik, Hokuto telah selesai berharap sesuatu itu untuk tahun depan. Wataru ternyata belum selesai berharap, sepertinya memang lebih banyak yang belum diketahui Hokuto, tentang senpainya satu ini.

Telah menyelesaikannya, tiba-tiba saja tangan Wataru meraih syal yang dipergunakan oleh Hokuto. Dia membenahinya, dalam jarak yang dibilang terlalu dekat untuk mereka.

"Fufufu~♪ Hokuto-kun terlihat menggemaskan."

Tidak bisa berkata-kata dengan tanggapan demikian, entah mengapa ia jadi tidak terima dengan apa yang dilakukan. Meski diri tetap menerima hal itu.

Di lain sisi, Wataru tersenyum bangga selayaknya telah berhasil menyelesaikan misi, saat itu. Misi memberikan kehangatan singkat paling tidak, kepada Hokuto.

Hal tersebut bisa dilihat dari tatapan Hokuto, yang semula merasa kesal namun tiba-tiba melunak. Meski sudah mengatakan, "Buchou!" dengan nada sedikit berteriak.

Dia memperlihatkan senyum yang sama, seperti ketika bersama Tomoya ataupun rekan seunitnya seperti hari biasa.

"Tetap saja, aku tak berpikir demikian."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top