┈─.᪥ָ࣪ Ritsu-Tsukasa

WARM NIGHT
Sakuma Ritsu x Suou Tsukasa
by :: Fujimalily

Liburan musim dingin tiba. Bukan berarti anggota Knights libur dari pekerjaannya, namun untuk dua minggu Sakuma Ritsu memilih untuk pulang ke rumahnya. Menikmati musim dingin di bawah kotatsu atau ranjangnya sendiri, tidur. Kadangkala melihat-lihat butiran putih yang jatuh dari langit lewat jendela, sembari memeluk bantalnya.

Namun, suatu hari, ketenangannya sedikit terganggu. Bel rumahnya dibunyikan, dan begitu membuka pintu, lewat cahaya bulan dia bisa melihat wajah manis juniornya yang bersurai merah itu─Suou Tsukasa. Memakai balutan jaket merah gelap yang cocok disandingkan dengan surainya, manik ungunya tampak membulat sedikit, sadar bahwa Ritsu sudah membukakan pintu.

" ... Suu-chan?" Ritsu mengerjap, merasa bahwa yang berada di depannya hanya halusinasi karena terlalu banyak tidur. "Ada apa?"

"A–ah," Tsukasa bergumam, mengangkat bag kertas di tangan kirinya. "Aku ... ingin belajar bersama untuk ujian semester depan. B–boleh aku masuk?"

Butuh beberapa detik hingga Ritsu menyingkir, membukakan pintu. "Oh, silakan," senyuman tersemat di wajahnya. "Aku heran kenapa kau mau jauh-jauh kesini, sementara bisa saja dengan anggota lain yang lebih pintar."

Tsukasa tak menjawab, rona merah menjalar di wajahnya sementara Ritsu terkekeh.

"Di luar dingin. Kau tak berniat masuk?" desak Ritsu. Tsukasa tersentak, lantas buru-buru beranjak masuk dan bergumam 'permisi' pelan. Ritsu menutup pintu dibelakangnya, lantas menuntun Tsukasa untuk duduk di ruang tamu.

Tak sampai beberapa menit hingga Tsukasa tak tahan untuk membuka buku pelajarannya, lalu mulai menulis. Sesekali mengetuk bibirnya dengan kepala pena, berpikir. Lantas menulis lagi, mengerling kearah buku paket. Sementara Ritsu hanya diam, menatapi setiap gerak-gerik Tsukasa.

"Ritsu-senpai?" ucapan Tsukasa menyadarkan Ritsu, membuatnya kali ini menatap manik ungu manis itu. "Ada apa? Kenapa melamun?"

Ritsu tak menjawab. Hanya bangkit, berjalan ke dapur, membuat Tsukasa menjauhkan wajah dari buku, melempar tatapan bingung. Beberapa saat kemudian Ritsu kembali dengan sekaleng jus dari kulkasnya.

"Untuk Suu-chan," ucapnya sembari memberikan itu ke tangan Tsukasa─yang mengerjap heran. "Ah, itu. Bibirmu kering."

Refleks, Tsukasa meraba bibir ranumnya. Terasa kasar, benar. Dia menundukkan kepala sebagai tanda terima kasih singkat, lalu membuka kaleng itu.

Mendadak, terdengar suara keras dari arah jendela. Keduanya tersentak, menoleh. Dari balik kaca jendela, terlihat badai salju menyerang kota. Kilatan putih yang hanya lewat benar-benar kencang, nyaris tak mirip salju. Suara jendela yang terketuk angin kencang membuat suasana tak lagi senyap.

"Ah ..., tadi di ramalan cuaca ada dikatakan kalau hari ini akan badai salju," gumam Ritsu. Tsukasa menoleh, tak percaya.

"A–aku─bagaimana aku pulang?" gumamnya tak jelas. Ritsu mengerling kearahnya lewat ujung mata, lalu tertawa kecil.

"Di rumah kami tak punya futon," ucap Ritsu, kembali duduk. "Kau bisa tidur di kamarku nanti─"

"Bagaimana dengan Ritsu-senpai?"

"Aku juga di sana."

Entah apa yang membuat wajah Tsukasa langsung memanas. Aliran darah merah tampak jelas dilihat dari luar wajahnya, naik ke pipi. Dia memainkan jarinya gugup, matanya kesana-kemari.

"Kenapa? Laki-laki tidur bersama itu wajar, kan?" Ritsu mengangkat alis. Tampaknya dia mulai mendapat hal yang bisa ia gunakan untuk menggoda Tsukasa.

"T–that's unnatural! Tak wajar!"

"Kau berlebihan," ucap Ritsu sembari meraih buku Tsukasa, membereskannya. "Sudah jam 8 malam. Saatnya adik kecil tidur."

"A–adik kecil─"

Tangan Tsukasa diraih Ritsu, dibawa membumbung ke angin. Ritsu lantas berjalan meninggalkan sofa, membuat Tsukasa mengikutinya. Sembari celingukan, pemuda bersurai merah itu merapatkan langkahnya dengan Ritsu. Merasakan sesuatu.

'Tangan Ritsu-senpai ...,' batinnya. 'Panas.'

...

"Ah, nyaman ...," gumam Ritsu, membaringkan tubuhnya di ranjang dengan asal. Tsukasa perlahan duduk di sisi, menatap Ritsu saksama.

'Nafasnya tak terlalu seimbang, wajahnya agak merah,' pikir Tsukasa, mengapit dagunya. "Senpai, boleh aku sentuh sedikit?"

"Hng? Oh, boleh ... " Ritsu menguap acuh. Tsukasa perlahan menyentuh dahinya. Lantas melebarkan maniknya, menjauhkan tangannya segera.

"S–senpai! Kau terkena fever!"

"Hah?"

"Demam, senpai, demam!"

"Ohh," Ritsu ikut meraba dahinya. Tersenyum simpul. "Aku tak bisa demam. Aku, kan, kakek-kakek."

"Haah?"

"Aku juga tidak naik kelas ... "

"S–senpai mulai mengigau!"

Ritsu mengangkat tangannya, seolah meraih udara di atas. Matanya menyipit, menatap lampu temaram di langit-langit. "Benar juga, sih. Pandanganku mulai buram ..., kepalaku juga berat, lalu sekeliling jadi dingin ... "

Mendadak tangannya jatuh ke bawah dengan dramatis. Tsukasa terlonjak, jelas nyaris menangis.

"Jangan mati dulu, Ritsu-senpai! Aku cari bantuan!" tangannya sigap merogoh saku jaket, mendapatkan handphonenya. Lantas menekan nomor familiar yang selalu ia hubungi ketika dalam masalah. "Ha–halo, Onee-sama? Bagaimana mengurus orang yang terkena fever? Ritsu-senpai sudah sekarat!"

"Haah? Aku tak paham apa yang kau katakan," suara seorang gadis terdengar dari seberang. Ritsu bisa mengenalinya sebagai suara kakak Tsukasa. "Kalau suhu tubuhnya tinggi, kau kompres dengan air panas, lalu beri minum, lalu suruh istirahat. Memang kenapa?"

"Uh, nanti kuceritakan. Bye, Onee-sama!"

Handphone hitam itu dilempar, nyaris mengenai wajah Ritsu. Tsukasa lantas berlari keluar kamar, membuat Ritsu mengernyit. Namun kepalanya yang semakin pusing membuatnya terpaksa menutup kelopak matanya yang memberat.

...

"Ah, sudah lumayan!"

Ritsu membuka matanya, menoleh kearah Tsukasa yang berlutut disampingnya. Tangan pemuda itu berada di leher Ritsu, meraba seberapa tinggi suhu tubuhnya. Ritsu bergumam pelan, tak jelas.

"Senpai, sudah good? Kau bisa lihat aku?" Tsukasa berucap, melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Ritsu─yang lantas mengangguk pelan, tak menjawab. "Hh, yokatta."

"Suu-chan, dingin," rengek Ritsu pelan. Tangannya menggapai-gapai, memeluk tangan Tsukasa. "Dingin ... "

"Senpai malah panas sekali," ucap Tsukasa, tertawa kecil. Mengusapi surai hitam legam Ritsu lembut. "Menyentuhmu membuatku merasa sedikit warm─"

Tsukasa bungkam, menyadari mendadak Ritsu bangun, tangan kanannya dijadikan penopang di ranjang sementara ibu jari kirinya mengusap bibir ranum Tsukasa─yang sedikit kasar, kering. Ritsu tersenyum, mendekatkan wajahnya.

"Hangatkan aku juga, ya."

Detik setelahnya, Tsukasa memejamkan mata erat. Merasakan bibirnya disapu benda kenyal basah yang lembut. Tak lama hingga Ritsu melepas kecupannya, lantas mendekap tubuh Tsukasa erat.

"Hangat," bisik Ritsu. Tsukasa perlahan membalas pelukannya, tangannya masih gemetar. "Suu-chan hangat ... "

Tsukasa mengerling jendela lewat ekor mata. 'Masih badai salju,' batinnya. Dia mengulas senyuman sembari ikut berbaring di ranjang, memeluk Ritsu. 'Masih badai namun sekelilingku terasa hangat. Ini pasti sihir. Magic.'

"Tetaplah disini sampai pagi tiba, Suu-chan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top