┈─.᪥ָ࣪ Isara Mao
KLEINE HOFFNUNG
Isara Mao x Reader
by :: happyyayaa
Seorang lelaki berjalan menyusuri jalanan yang diselimuti oleh salju tipis. Cuaca menghangat, namun orang yang berlalu lalang masih merasakan hawa dingin yang cukup menusuk hingga membuat lelaki tadi memasukkan tangannya ke saku jaket rajutnya sambil menatap ke suatu gerbang.
Disertai senyum tipis, lelaki tadi mulai memasuki gerbang terbuka itu sambil menyusuri blok blok yang tertera. Dalam diam, dirinya mengingat kenangan lamanya dengan sang gadis.
...
Flashback: On
Kala itu, sekitar tiga tahun lalu...
Seorang lelaki tengah membeli coklat panas di sebuah cafetaria guna menghangatkan tubuhnya yang kedinginan akibat angin yang cukup kencang. Tak lama, netranya menangkap siluet gadis yang sedang memeluk tubuhnya sendiri agar tetap merasa hangat. Tak terduga sang gadis ternyata merasa diperhatikan dan menoleh ke arah lelaki tadi. Persekian detik kala mereka terpaku memandang satu sama lain, tiba-tiba dering ponsel salah satunya berbunyi memutuskan kontak mata yang terjalin.
"Halo...?" Suara lembut nan halus keluar dari bibir tipis sang gadis disertai senyum yang mulai merekah terpancar.
Suara tawa tertangkap dan menyeruak memenuhi indra pendengar lelaki itu. Hatinya menghangat ketika mendengar tawa lembut sang hawa. Telepon terputus, sang gadis kembali menatap lelaki yang berjarak agak jauh dengannya. Gadis itu menyunggingkan senyum seraya mengulurkan tangannya ke arah sang adam.
"Namaku [Fullname], kau bisa memanggilku [Name]. Sepertinya kita bertetangga."
"Namaku Isara Mao."
Flashback: Off
...
Lelaki tadi; Isara Mao, menyunggingkan senyum tipis mengingat perkenalan awalnya dengan sang gadis. Kembali dia menyusuri sebuah tempat yang dipenuhi dengan seseorang yang berharga bagi mereka yang tertidur.
"Andai waktu itu aku menurutimu...." gumamnya.
...
Flashback: On
"Sudah kubilang, jangan memaksakan diri." peringat gadis itu sambil membawa coklat panas dan duduk pada bangku taman.
Maopun menerima coklat panas yang diulurkan oleh sang hawa. "Iya maaf maaf, habisnya ini edisi terbatas. Kau tau kan kesempatan emas tidak datang dua kali," jawab Mao.
"Lagipula kalau benar keterima nanti jadinya kita satu universitas kan, tenang saja. Semua akan berjalan sesuai dengan rencana." lanjutnya sembari mengelus puncak kepala gadisnya sehingga menimbulkan afeksi tenang dan nyaman.
"Itu memang benar, tapi-ah!! Salju turun!" Sang gadis memekik girang karena melihat tetesan salju yang kian banyak berjatuhan.
"Lihat! Lihat!! Salju yang turun banyak sekali!!" Gadis itu merasakan senang, seolah lama tidak melihat salju.
"Justru karena turun semakin banyak, kau harus memakai topimu [Name]..." Mao berjalan ke arah gadisnya-[Name]-sembari menepuk pelan kepala [Name] guna menghilangkan salju yang ada kemudian memakaikan topi rajut secara perlahan.
[Name] sendiri, tersenyum melihat respon sang adam. Menarik dan mengajak untuk membuat manusia salju. Kala itu, mereka begitu menikmati sore hari yang akan menjadi kenangan terindah mereka.
Flashback: Off
...
Mao berhenti pada satu blok di pemakaman tersebut. Ah apa aku bilang pemakaman? Benar, berjalan menuju pemakaman dan mencari blok tempat seseorang disemayamkan.
Seseorang yang sangat amat berharga.
Kini, Mao menatap nanar batu nisan itu dan foto bersandar pada nisannya. Senyum kesedihan tertera dan semakin diiringi dengan angin musim dingin yang berhembus kencang.
Tangannya disatukan, merapalkan doa untuk seseorang yang sudah menemaninya selama ini dalam suka dan duka. Berdoa demi ketenangan jiwa sang cahaya kehidupannya.
Begitu selesai, Mao dikejutkan oleh keberadaan sebuah keluarga yang mendekat ke arah makam yang sama dengan makam yang ia doakan. Alangkah terkejutnya Isara melihat wajah salah seorang dari keluarga itu.
"Mama, Mama. Kita mau apa kesini?" Seorang anak kecil berusia sekitar 3 tahun bertanya kepada seorang wanita disampingnya.
"Kita kesini karena mau mendoakan seseorang, sayang," ucap ibu dari anak kecil tadi sembari mengelus rambut anaknya.
Dalam keberadaannya yang tidak disadari, Mao menatap rindu kepada wanita itu. Wanita yang kala itu sempat berlabuh pada hatinya, wanita yang kala itu menjadi gadisnya, wanita yang kala itu melihat kejamnya Tuhan memisahkan mereka.
"Maaf aku baru kemari, aku baru memiliki keberanian untuk menemui mu. Maaf ... Andaikan saat itu aku bisa merubahnya pasti sekarang...." ucap wanita itu lirih sembarangan meremas ujung pakaiannya. Menundukkan kepalanya seolah sangat tidak berani untuk sekadar melihat foto yang bersandar.
"Maaf harusnya aku datang lebih cepat, dan dan pasti semua itu...."
Di belakangnya, seorang pria dengan sabar mendengarkan perkataan pilu wanitanya. Sembari mengelus rambut anaknya, dia mengajak sang anak untuk mendominasi seseorang yang sudah tertidur pulas.
"Maaf selama ini hanya bersembunyi di balik semua yang aku tau. Maaf ... Aku ... Aku-" Tangisan dan perkataan lirih wanita itu berhenti.
Karena merasakan kehangatan dari belakangnya.
"Hei ... Sudah lama tidak bertemu ya. Senang melihatmu sudah bahagia ... Maaf aku egois saat itu, maaf sudah membuatmu memiliki tekanan dan beban sebesar ini. Terimakasih sudah menepati janjimu ... Selamat tinggal, [Name]." Mao menyampaikan pesan terakhirnya.
Pesan yang selama ini ingin dia sampaikan tetapi belum juga menemukan gadisnya. Kini, mereka berdua terlepas dari belenggu yang memberatkan pikiran mereka.
Tangisan [Name] kian membesar, kini dirinya jatuh terduduk karena kakinya melemas. Sekarang dia bisa melihat foto itu, senyum Isara Mao.
Harapan yang selalu [Name] panjatkan kini terkabul, dalam silau matahari yang ada [Name] dapat melihat Isara Mao. Sama halnya dengan [Name], kini Mao juga senang karena harapan dan doa yang selalu dia panjatkan terkabul, dia dapat melihat gadisnya bahagia dan tertawa dengan seseorang yang lebih baik darinya.
Dengan perawakan tetap seperti tiga tahun lalu dan menampilkan senyum yang sangat lebar menimbulkan afeksi air mata yang semakin membasahi pipi sang hawa.
Kini, [Name] bisa melihat senyum terakhir Isara Mao.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top