┊ 003.2. Line of Hypocrisy
.
.
.
.
.
Stasiun Gumho sebenarnya adalah tempat yang akan berkembang menjadi sebuah markas setelah diatur oleh Jonghyuk.
Pada regresi pertamanya, Jonghyuk melewati skenario utama kedua dengan grup dari Stasiun Gumho, membuat orang-orang dari grup tersebut diperbolehkan untuk menempati tempat tersebut pada era baru.
Tapi, itu adalah cerita pertama. Pada regresi putaran ketiga, Jonghyuk adalah orang yang berbeda.
Yoo Jonghyuk putaran ketiga adalah monster yang memonopoli segalanya.
"...Meskipun begitu, dia adalah seseorang yang akan melakukan pembersihan paling dasar."
"Hah?"
[Name] menoleh ketika mendengar kalimat itu meluncur dari Dokja, ia menautkan alis ketika Dokja memandanginya, sementara orang yang membimbing mereka untuk menuju stasiun terkejut.
"Aku hanya sedang berbicara sendiri. Fokus saja."
[The constellation Secretive Plotter likes your monologues.]
Dokja menghela napas dan menggeleng, kemudian sorot matanya beralih pada [Name] yang berjalan disebelahnya. Matanya memandangi [Name] dengan intens, seolah tengah melucuti perempuan yang sejak tadi hanya diam menonton pertunjukkan yang Dokja berikan⸺selama ini, Dokja jarang sekali memperhatikan [Name] dengan seksama dan ketika ia melakukan hal itu; jantungnya berdebar dengan perasaan aneh yang mengikutinya.
Dokja seolah merasa begitu familiar dengan perempuan disebelahnya; bagaimana perempuan itu memandanginya, menyebut namanya seolah itu adalah sebuah hal yang biasa perempuan itu lakukan, dan bagaimana perempuan itu kelihatan selalu begitu perhatian dan melindunginya.
Tanpa bisa Dokja sadari, tangannya kini sudah menggenggam tangan [Name] yang membuat perempuan itu menoleh dengan ekspresi bingung. "Ya, Dokja? Kau membutuhkan sesuatu?"
Dokja membawa tangan [Name] mendekat pada bibirnya, lalu dikecupnya punggung tangan tersebut, matanya memandang pada [Name]⸺ia mengangguk, "Ya, aku membutuhkan sesuatu darimu."
[Name] mengangguk pelan, mengindahkan sorot mata Dokja yang cukup aneh ketika ia melihat laki-laki itu mengecup punggung tangannya, "Ya? Kau bisa mengatakannya padaku."
"Aku butuh dirimu untuk selalu ada disisiku," setidaknya sampai aku mengetahui alasan dari perasaan ini, ia melanjutkan, sementara [Name] menautkan alis, "jangan pernah pergi kemanapun tanpa diriku. Bahkan jika kau harus mengikuti Yoo Jonghyuk⸺aku tidak akan pernah mengizinkannya."
Dokja merasakannya⸺ia merasakan bagaimana hatinya memanas dan setiap inci dari tubuhnya bergetar ketika dia membayangkan hal itu; ia merasa tidak terima ketika membayangkan [Name] menerima tawaran Jonghyuk atau memilih untuk berada disisi laki-laki monster itu.
Dokja bisa merasakannya dan dia sama sekali tidak menyukainya.
Dia membenci imajinasi itu⸺ia membencinya sampai-sampai ia merasa mampu untuk melenyapkan Jonghyuk saat ini juga sebagai antisipasi.
Mendengar hal itu, [Name] melebarkan matanya selama sepersekian sekon sebelum akhirnya kembali normal dan is mengulas senyum tipis sambil mengangguk, "Tentu."
"Aku tidak akan meninggalkanmu," katanya sambil melepaskan genggaman Dokja dan beralih mengelus wajah laki-laki itu, "kau tahu aku tidak bisa bertahan hidup tanpamu."
Jantungnya kembali berpacu dengan cepat ketika [Name] mengucapkan hal itu, "Aku tidak akan meninggalkanmu apapun kondisinya, Dokja."
Ada letupan kebahagiaan ketika [Name] mengucapkan itu padanya; Dokja merasakan bahwa dia begitu senang dan bahagia ketika [Name] mengucapkan hal tersebut, seolah dia sudah memiliki jaminan bahwa perempuan itu tidak akan meninggalkannya.
Tapi, jaminan seperti apapun tidak akan bisa menahan sesuatu yang akan merenggutnya darimu.
Benar, kan, Dokja?
"Itu Grup Cheoldu! Ada yang terluka! Bantu mereka!"
Beberapa orang segera menghampiri mereka untuk membantu grup Bang Cheolsu. Dokja memperhatikan interaksi itu dan menyadari bahwa stasiun ini memiliki lebih banyak sistem dari yang bisa dia pikirkan karena orang-orang ini bergerak dengan rapi.
Dalam waktu-waktu dia tengah mengobservasi interaksi di depannya, ekor matanya menangkap beberapa wajah familiar yang mendekat padanya.
"Oh, ya tuhan. Dokja-ssi! Dokja-ssi!"
'Sepertinya mereka baik-baik saja. Syukurlah.'
"Yoo Sangah-ssi."
"Aku senang melihatmu kembali dengan selamat. Aku benar-benar senang, Dokja-ssi."
Sangah berdiri di depan Dokja dengan ekspresi bahagia. [Name] bisa melihat bagaimana Dokja kelihatan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan Sangah. Dari kontak itu, Dokja bisa merasakan bagaimana kasarnya tangan Sangah yang menandakan bahwa dia mengalami cukup kesulitan selama empat hari ini.
Dokja menunduk ketika merasakan seseorang memeluk pinggangnya, "Kau baik-baik saja, hyung."
Laki-laki itu mengulas senyum ketika mendapati bahwa Gilyoung yang memeluknya, lalu kemudian mengelus kepala anak laki-laki itu, "Apakah kau baik-baik saja selama empat hari ini?"
Gilyoung mengangguk dan Dokja menyadari beberapa perubahan dari fisik Gilyoung; Dokja menebak bahwa Gilyoung tidak memiliki kesempatan untuk mengonsumsi apapun⸺sejak awal dia menginjakkan kakinya di stasiun ini, Dokja menebak bahwa stasiun ini tidak memiliki apapun yang bisa dijadikan sebagai makanan.
Lantas, ia mengeluarkan satu chocolate bar dari plastik yang dia bawa dan memberikannya pada Gilyoung.
"Aku tahu kau akan selamat, Dokja-ssi."
Kali ini, Dokja memandang pada Lee Hyunsung. Memperhatikan laki-laki militer itu, Dokja menyadari bahwa otot bagian atas laki-laki itu menjadi kelihatan lebih kokoh. Mungkin selama empat hari ini, Lee Hyunsung telah bekerja keras melindungi tiga orang ini.
"Aku benar-benar minta maaf. Waktu itu, aku meninggalkanmu, Dokja-ssi...."
Dokja menggeleng dengan seulas senyum tipis, "Bukan masalah, itu juga adalah situasi yang tidak bisa dihindari."
Lee Hyunsung menghela napas lega, "Aku lega karena apa Yoo Jonghyuk-ssi katakan benar."
'...Yoo Jonghyuk? Kenapa nama itu ada dipembicaraan ini?'
Lee Hyunsung menyadarinya setelah beberapa saat dan mengatakan, "Ah, Yoo Jonghyuk-ssi mengatakan bahwa Dokja-ssi mungkin masih hidup...."
"...Dimana sekarang orang itu? Yoo Jonghyuk?"
"Dia tidak ada disini."
'Tidak disini?'
"Yoo Jonghyuk-ssi sudah pergi dari stasiun ini kemarin."
Dokja bisa menebak banyak hal sebelum Lee Hyunsung selesai bicara. Ternyata seperti itu, Jonghyuk adalah orang yang tengah diburu oleh waktu. Ia menggelengkan kepalanya dengan pelan dan menghela napas, dia sudah menduga bahwa Jong⸺
"Ah, orang itu menawari noona untuk ikut dengannya kemarin."
Ada hening yang begitu keras menyela diantara mereka sementara Gilyoung memakan chocolate bar miliknya. [Name] menghela napas pelan ketika Dokja menoleh padanya dengan secepat kilat, lalu ia menggeleng.
"Aku menolaknya."
"Tapi dia menawarimu ikut dengannya."
"Dokja⸺"
"Kau bisa saja berubah pikiran karena tawaran⸺"
"Kim Dokja, aku masih disini."
Melihat situasi tersebut, Yoo Sangah dengan lembut menarik tubuh Gilyoung dan menggiring anak laki-laki itu bersama Lee Hyunsung untuk menjauh dari sana.
Yoo Sangah tahu sorot yang Dokja berikan pada [Name].
Dokja merasa bahwa dia akan mengamuk ketika mendengar hal itu; dia merasa seperti ingin menyusul Jonghyuk ke stasiun berikutnya dan menghajar laki-laki itu karena sudah berani menawarkan hal seperti itu pada [Name].
Pada miliknya.
"Dokja," [Name] memanggil dengan lembut, meraih wajah Dokja dan mengelusnya dengan pelan, "aku sudah bilang, bahwa aku tidak akan meninggalkanmu apapun kondisinya."
Dokja tahu, dia sudah dengar [Name] berjanji akan hal itu, tapi⸺dadanya bergemuruh dalam amarah ketika mengingat kalimat Gilyoung; dia membenci kalimat itu dan dia lebih membenci Jonghyuk yang tiba-tiba menawarkan hal itu pada [Name].
'Apa maksudnya? Dia mau merebut [Name] dariku?' lagi, amarahnya membuncah dan [Name] bisa melihat itu dari sorot mata Dokja.
"...Dia sudah memiliki segalanya," tangannya menggenggam tangan [Name] yang masih ada di wajahnya, "dia tidak membutuhkanmu. Dia tidak akan pernah membutuhkanmu."
[Name] mengangguk, karena dia juga percaya hal itu. Yoo Jonghyuk, dengan segala pamor protagonis yang dia miliki, tidak akan mungkin membutuhkan perempuan tidak berguna seperti dirinya. "Iya, Dokja. Aku tahu."
Dokja melangkah maju, mengikis jaraknya dan [Name], kemudian mempertemukan keningnya dengan [Name] sambil ia memandang pada manik mati itu, "Yoo Jonghyuk tidak membutuhkanmu, [Name]."
"Iya, Dokja."
"Aku membutuhkanmu. Aku yang membutuhkanmu. Apapun kondisinya, kau tidak boleh pergi pada Yoo Jonghyuk."
'Jika kau melakukan itu,' Dokja masih belum bisa menenangkan dirinya, banyak kemungkinan yang berkecamuk dalam kepalanya, 'jika kau melakukan itu, aku akan⸺'
Matanya melebar ketika satu kecupan lembut mendarat di keningnya, lalu matanya menangkap senyum tipis yang terulas di wajah [Name]. Beberapa detik berikutnya, wajahnya bersemu merah⸺jantungnya berdebar kencang.
"Dokja."
[Name] mengelus wajahnya.
"Aku tidak bisa bertahan hidup tanpamu. Bahkan jika kau tidak membutuhkanku lagi, aku tidak akan meninggalkanmu."
Kemudian, perempuan itu melangkah lebih dekat dan memeluk Dokja, "Aku tidak bisa bertahan hidup tanpamu, Dokja."
'Kau segalanya bagiku.'
Lalu, pembicaraan itu diakhiri dengan Dokja yang membalas pelukan [Name] lebih erat dari apapun, sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah.
Dokja benar-benar tidak bisa memahami perasaan ini.
.
.
.
.
.
Setelah semua perkara 'Yoo Jonghyuk mengajak [Name] ikut dengannya', kini Dokja dan [Name] sudah kembali bergabung dengan Gilyoung dan dua lainnya. Yoo Sangah mengamati keduanya, terutama Dokja yang sekarang sudah sedikit lebih tenang dari sebelumnya.
"Oh ya, berbicara tentang hal ini, aku jadi ingat bahwa kita masih memiliki satu orang."
"Ah, Kepala Departemen⸺"
Yoo Sangah tidak bisa melanjutkan kalimatnya ketika beberapa orang laki-laki menginterupsi mereka.
"Semuanya, minggir!"
Dokja dan [Name] tidak perlu mendengarkan penjelasan apapun untuk mengetahui apa yang terjadi. Empat laki-laki yang memiliki pemukul dan pipa mulai mengepung mereka dan disana Dokja melihat satu wajah yang familiar.
"K-Kau...!"
Han Myungoh, tersangka yang meninggalkan Dokja dan [Name] di Jembatan Genap dan sekarang, dia kelihatan seperti baru saja melihat hantu. Perkiraan Dokja, Han Myungoh pasti sudah mengikuti grup ini.
"U-Usir dia dari sini! Dia adalah orang jahat! Dia seharusnya tidak berada disini!" lalu matanya beralih pada [Name] yang berdiri di sebelah Dokja dengan tenang, "perempuan itu juga! Dia juga orang jahat!"
"Dia harus dibunuh!"
Rahang Dokja mengeras ketika menyadari bahwa Han Myungoh meneriakkan kalimat itu untuk [Name]. Dan bukan Dokja saja, Gilyoung juga memiliki reaksi yang sama, anak laki-laki itu berdiri di belakang [Name], memeluk perempuan itu dan menyorot penuh kebencian pada sekumpulan laki-laki yang mengepung mereka dari depan.
Dokja memperhatikan orang-orang yang mengepung mereka. Ini aneh, pikirnya. Dia menyadari bahwa orang-orang itu tidak mendengarkan perintah Han Myungoh ketika orang itu berdiri di tengah-tengah.
"Ah, Han hyung. Jangan berbicara seperti itu," orang-orang yang mengepung Dokja dan [Name] menyingkir dari sana, membuka jalan untuk seseorang, "disini bahkan ada anak-anak, semua orang harus berhubungan dengan baik disini."
"Tolong jangan berbicara seperti itu lagi." Katanya sambil terus melangkah hingga ia berdiri membelakangi Han Myungoh.
"Ah, i-itu...."
[Name] yang mengenali wajah orang tersebut memilih untuk memundurkan dirinya secara perlahan, menggenggam tangan Gilyoung agar anak laki-laki itu juga ikut mundur bersamanya.
Laki-laki itu memandangi Dokja dan memberikan lirikan sekilas pada [Name], "Aku baru melihatmu hari ini."
"Senang bertemu denganmu, tuan...?"
"Kim Dokja."
"Ah, Dokja-ssi, saya adalah Cheon Inho."
[Name] menajamkan sorot matanya pada Cheon Inho. Laki-laki ini akan membuat masalah untuk Dokja. Dia datang kemari untuk mempengaruhi orang-orang disekitar mereka, karena Dokja sudah mengalahkan setengah dari orang-orangnya.
"Aku mendengar cerita dari orang-orang yang datang. Kau mengalahkan monster dan menyelamatkan orang-orangku."
[Ternyata orang ini licik, ya,] [Name] berjengit ketika dia mendengar suara Joesu, dipandanginya layar merah di depannya yang kali ini menampilkan kalimat Joesu.
'Orang ini memang licik dan aku kesal melihatnya,' jawabnya sambil terus memandangi Cheon Inho dengan tajam, Jeosu mengulas senyum miring.
"Semuanya, kita memiliki anggota baru yang pemberani disini!"
Semakin lama laki-laki itu berbicara, [Name] semakin merasa kesal dan emosinya semakin tidak bisa terkontrol. Melihat wajahnya saja sudah membuat [Name] kesal, apalagi ketika mendengar Cheon Inho berteriak seperti itu kepada orang-orang yang ada.
"Ah! Ada makanan!"
Orang-orang yang ada di sana segera menjatuhkan pandangan mereka pada kantong plastik yang Dokja bawa dan kemudian, Cheon Inho berbicara seolah ini adalah hal yang sudah dia tunggu-tunggu.
"Dia membawakannya untuk kita," katanya sambil mengulas senyum, "dia adalah orang baik."
Rahangnya mengeras, matanya menyorot penuh emosi pada Cheon Inho dan yang ada di dalam kepalanya saat ini hanyalah cara untuk menghajar laki-laki itu hingga ia mau meminta maaf pada Dokja.
Semua orang yang ada di stasiun itu kini memandangi Dokja dengan penuh harap; ibu dengan anak di dalam gendongannya, orang tua yang berdiri dengan susah payah, anak-anak yang bersembunyi dibalik tubuh para dewasa⸺semuanya memandangi Dokja dengan penuh harap.
[The constellation Secretive Plotter is excited.]
[Name] membenci sorot itu⸺dia membenci situasi ini.
Di dunia yang hancur ini, bahaya yang sesungguhnya bukanlah Bang Cheolsoo. Manusia yang bertindak karena merasa putus asa bukanlah hal yang berbahaya. Daripada itu, orang-orang yang memanfaatkan keputus-asaan orang lain untuk menumbuhkan kekuatan, seperti Cheon Inho⸺adalah bahaya yang sesungguhnya, di dunia seperti ini.
"Selamat datang di Stasiun Gumho, Kim Dokja-ssi."
Cheon Inho tersenyum lebar ketika dia memandang pada Dokja.
⸺mereka tidak akan pernah tahu bahwa disaat seperti ini, masa depan yang akan mereka terima telah ditetapkan.
.
.
.
.
.
Disamping Cheon Inho yang tiba-tiba muncul dan ikut campur, para konstelasi sama sekali tidak membuka suara untuk meminta bounty skenario, yang mana hal ini menandakan bahwa sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menghabisi Cheon Inho.
Selama setengah hari, Dokja menggunakan waktunya untuk memahami situasi di Stasiun Gumho. Kebanyakan, Lee Hyunsung yang memberikannya informasi tentang situasi disini.
"Saat ini, ada 86 orang di Stasiun Gumho. 87 orang ditambah dengan Dokja-ssi."
"Lebih sedikit dari yang aku kira," gumamnya pelan sambil sesekali melirik [Name] yang sedang memangku Gilyoung.
"Ya. Ketika skenario di mulai, hanya orang-orang yang dekat dengan stasiun dan yang ada di dalam kereta yang bertahan hidup. Yang lain tidak mengatakannya, tapi mungkin pada skenario pertama...."
Dokja tidak perlu mendengar kelanjutannya, karena dari ekspresi orang-orang di Stasiun Gumho, Dokja sudah menduganya. Orang-orang yang bertahan hidup di sini adalah orang-orang yang hidup dengan membunuh seseorang.
Semua orang di stasiun ini adalah pembunuh.
"Saat ini, stasiun Gumho terbagi menjadi dua grup; Grup Utama dan Grup Terasingkan."
Lee Hyunsung memandang pada orang-orang disana dengan ekspresi yang menggelap. Ada beberapa orang yang membawa pipa besi atau senjata lainnya. Dari sana sudah jelas sekali terlihat faksi mana yang berkuasa di stasiun ini.
"Percaya padaku! Presdir grup sekarang sedang bekerja keras dan sebentar lagi, kita akan diselamatkan!"
"Han hyung benar, semuanya. Jangan kehilangan harapan."
Dalam sekali lihat, Dokja tahu bahwa orang yang menarik Han Myungoh dan orang yang memimpin grup tersebut adalah orang yang sama; Cheon Inho. Mereka adalah orang-orang yang berada di Grup Utama.
"Ibu, aku lapar."
"Bertahanlah sebentar lagi. Tim penyelamat akan segera datang."
"Tidak apa-apa, pemerintah akan segera bergerak."
Lalu, orang-orang yang dilindungi oleh Grup Utama dan ingin melanjutkan hidup mereka adalah Grup Terasingkan. Keinginan mereka terlalu lemah untuk menjadi pembunuh. Bahkan jika 100 pembunuh berkumpul, mereka tetap akan terbagi menjadi yang lemah dan yang kuat. Mereka mungkin berpikir bahwa mereka bukanlah pembunuh, karena apa yang terjadi saat ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
"Pembagian makanan ditentukan oleh Grup Utama. Toserba dan restoran yang ada di sekitar sini sudah dijarah dan makanan yang bisa dimakan sekarang sudah hampir habis."
"Ah, begitu."
"Itu adalah alasan kenapa beberapa orang dari Grup Utama dikirim ke atas untuk mencari makanan. Heewon-ssi, yang kau bawa, dikirim bersama mereka."
"Heewon-ssi...?"
"Ah, itu adalah nama perempuan yang Dokja-ssi selamatkan."
Dokja memandang pada perempuan yang terbaring di kursi tunggu stasiun. Dibawah cahaya lampu stasiun, Dokja bisa melihat bahwa Heewon adalah perempuan yang cantik. Dokja bersyukur bahwa dia memberikan Monkey's Lungs pada Heewon, karena sekarang Heewon kelihatan jauh lebih baik daripada ketika dia pertama kali menemukannya di toserba pagi itu.
"Apakah hanya Heewon-ssi yang tidak kembali?"
"Tidak. Sebenarnya, masih ada beberapa orang yang juga dikirim ke atas, tapi hanya orang-orang dari Grup Terasingkan yang tidak kembali."
"Mereka tidak kembali?"
"Iya."
Setelah mengatakan hal itu, ekspresi Lee Hyunsung berubah menjadi sedih. Dokja pikir, Lee Hyunsung setidaknya tahu apa yang terjadi pada orang-orang tersebut sehingga ia mampu membuat ekspresi seperti ini.
"Aku pikir Lee Hyunsung-ssi akan ikut grup itu, karena kau pasti juga diajak."
"Ah, soal itu...," Lee Hyunsung menundukkan kepalanya, ekspresinya masih sama ketika dia mengatakan, "aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku pikir aku tidak boleh menerima ajakan mereka."
"Aku tidak tahu banyak tentang moral atau etika, tapi...," Lee Hyunsung memegang tengkuknya dengan canggung; dia merasa malu, "aku merasa bahwa sesuatu tentang grup itu tidak benar."
"Mungkin aku munafik karena baru memikirkan yang benar dan yang salah sekarang⸺"
Sebelum Lee Hyunsung sempat melanjutkan kalimatnya, Dokja menepuk dadanya dengan pelan sambil mengatakan, "Munafik itu juga baik. Jangan lupakan perasaan itu."
"Dokja-ssi...."
"Kim Dokja."
Momen sentimental itu terganggu dengan kedatangan Cheon Inho. [Name] yang melihat itu dengan pelan meminta Gilyoung untuk turun dari pangkuannya agar dia bisa menghampiri Dokja dan menemani laki-laki itu menghadapi Cheon Inho.
[Sebenarnya, kau tidak perlu menemani Kim Dokja dalam menghadapi Cheon Inho, [Name]~.]
'Aku kesal.'
[Oh~?]
Kini [Name] sudah berdiri disamping Dokja, menyorot dingin pada sekumpulan orang-orang di depan mereka, terutama pada Cheon Inho.
"Bisa bicara sebentar?"
"Aku akan bicara terus terang."
"Masuklah ke grup kami."
[Name] melirik pada Dokja, memperhatikan ekspresi laki-laki itu yang seolah mengatakan bahwa dia sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Aku bisa memberikan posisi yang tinggi untukmu. Aku harap kita bisa memimpin grup ini bersama."
Sambil melipat kedua lengannya di depan dada, Dokja menjawab, "Bagaimana jika aku menolak?"
Cheon Inho tidak langsung menjawab, dia membatu selama sepersekian sekon dengan nyata, sebelum akhirnya mengulas senyum, "Haha, menolak, ya? Menarik juga. Aku tidak terpikir bahwa kau akan menolak, Dokja-ssi."
"Lalu, bagaimana denganmu, nona?"
Kini, Dokja yang membatu di tempatnya. Semua mata yang ada disana tertuju pada [Name] yang ada disebelah Dokja. Keningnya mengerut ketika atensi Cheon Inho tiba-tiba beralih padanya⸺ia benci laki-laki di depannya ini.
"Apakah kau ingin ikut bergabung dengan kami?" tanyanya, "setelah aku memperhatikan kalian, aku jadi paham bahwa kau memiliki posisi yang cukup penting, melihat bagaimana kau yang selalu berada disekitar Dokja-ssi."
"Aku pikir, jika kau setuju untuk ikut, Dokja-ssi juga akan⸺"
"Aku menolak."
"Ah, ditolak juga," ia menggumam sambil tersenyum semakin lebar, Cheon Inho menjadi semakin tertarik.
"Aku sebenarnya begitu penasaran, Kim Dokja," kini atensinya sudah kembali pada Dokja dan [Name] menghela napas lega, "kau adalah pahlawan yang menyelamatkan orang-orang dari monster. Bukankah orang dengan kekuatan sepertimu punya kewajiban untuk memimpin semuanya?"
[Kewajiban, katanya? Orang ini lucu juga.]
'Aku kesal, Joesu.'
"Ini bukan sesuatu yang sulit, kok. Aku hanya meminta kau untuk bekerja sama demi kelangsungan hidup semuanya."
"Apa kau tidak melihat orang-orang yang kasihan⸺"
"Lalu, apa urusannya dengan Dokja?"
"Ya?"
[Name] melangkah maju, berdiri di depan Dokja dengan sorot mata yang dingin dan penuh kebencian tertuju pada Cheon Inho, "Kenapa mereka yang tidak bisa apa-apa itu menjadi tanggung jawab Dokja? Kenapa Dokja harus peduli pada mereka yang bahkan masih mengharapkan orang lain untuk melindungi mereka?"
Cheon Inho dengan nyata mengerutkan kening pada kalimat itu, "Kau... tidak merasa kasihan pada mereka, ya, nona?"
"Untuk apa aku kasihan?"
"Pergilah dari sini. Kau buruk sekali dalam persuasi. Aku, Dokja, Lee Hyunsung, Yoo Sangah, dan Gilyoung menolak tawaran tidak bergunamu itu," [Name] berbalik, menarik tangan Dokja untuk menjauh dari sana.
"Mereka yang tidak bisa apa-apa tidak pantas untuk dikasihani."
"Dunia sudah hancur. Membantu yang lemah? Omong kosong."
Setelah itu, [Name], Dokja, dan Lee Hyunsung benar-benar meninggalkan Cheon Inho dan grupnya. Amarah yang [Name] rasakan masih bisa terlihat dari cengkeramannya pada pergelangan tangan Dokja yang cukup kuat.
"Apa itu tidak akan menjadi masalah jika kau menolaknya seperti itu, [Name]-ssi?"
Dokja menoleh, "Apa kau berharap [Name] menerimanya?"
"Bukan begitu sih, tapi...," Lee Hyunsung memandang pada cengkeraman tangan [Name] pada pergelangan tangan Dokja, "[Name]-ssi kelihatan emosi."
Dokja kini mengalihkan pandangannya pada [Name] ketika mereka berhenti di depan Sangah dan Gilyoung, serta Heewon yang masih belum sadar.
Dengan samar, Dokja mengulas senyum, "Ya, [Name] kelihatan begitu emosi."
.
.
.
.
.
tbc! 3.1k+ words. aku sebenernya gatau aku ngetik apaan di bab ini....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top