25 : Kasus Pita

Lupa buat maap-maapan di sini, hiks (ㄒoㄒ)
Untuk hari raya sebelumnya, minal aidzin walfaidzin~ apabila saya punya salah atau kebanyakan gantungin ini cerita, mohon dimaafkan ya^^

.
.
.
.
.
.

Banyakin komen yukk:")

.
.
.
.
.

👻 [New Version ]👻

.
.
.
.

[][][][][][][][][][][][][][][][][]


Kata Pocong Ahmad, hidup itu harus dibawa santai. Jadi setelah pantatnya diseblak oleh Juliet berkali-kali menggunakan sapu sampai terasa kebas dan nyut-nyutan, ia memutuskan untuk pergi ke warung pojok untuk nongki bersama Drakula dan Wewe Gombel yang merupakan bestie nya di dunia persetan.

"Widih, jaman sekarang yang udah punya bini mah makin bertambah aja, ye." Begitulah sambutan pertama yang Pocong Ahmad dapatkan dari drakula.

"Bertambah apanya, tuh? Bertambah bininya?" tanya Wewe Gombel.

"Bukan! Tapi keriputnya yang bertambah," jawab drakula sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Sampai akhirnya drakula meringis karena bibirnya kegigit gigi taring dia sendiri.

"Mampus kagak, tuh?" ejek Pocong Ahmad.

Pocong Ahmad berniat duduk bersama Drakula dan Wewe Gombel yang kebetulan juga sedang duduk di kursi panjang dan segera mengambil duduk di sudut kursi tersebut. Namun, baru saja bokongnya menyentuh kursi, Pocong Ahmad sudah langsung terjatuh miring dikarenakan Drakula dan Wewe Gombel kompak berdiri dari kursi.

"Ya Allah, Cong. Ngapain lo tiduran di situ?" tanya Drakula dengan tanpa dosanya.

"Stres lo! Orang jelas-jelas posisinya begitu malah lo kira lagi tiduran!" balas Wewe Gombel.

"Ya terus dia lagi ngapain kalo bukan tiduran?"

"Tahlilan!"

"Woy! Gue jatoh begini bukannya ditolongin malah didebatin. Nurani kalian mana?!" amuk Pocong Ahmad.

Kedua hantu itu bukannya langsung menolong Pocong Ahmad malah menyempatkan diri untuk berpikir.

"Nurani siapa?"

"Nurani yang sempet viral karena nyanyiin lagu buat Iqbal kali, ya?"

"Yang nyanyi 'emang lagi manja, lagi pengen dimanja. Pengen berduaan, dengan dirimu Iqbal', gitu, kan?"

"Iya, bener banget."

"WOY! BUSET DAH NAPA MALAH DILANJUTIN!"

Fiks! Pocong Ahmad mulai tertekan. Kini ia terlihat seperti cacing kepanasan yang menggeliat tiada henti. Sungguh kasihan. Mana ketiban kursi lagi.

"Ck, kasian amat. Buruan tolongin dia, Kul! Kalau tiba-tiba dia cosplay jadi cacing free kan bisa berabe urusannya."

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

"Lo nggak papa?" tanya Delima pada Pita yang terlihat uring-uringan karena baru saja mendapat skors dari Pak Sarif akibat kasus yang menimpanya.

"Nggak papa. Anggep aja itu liburan," jawab Pita berusaha bersikap sesantai mungkin.

Delima menunduk dalam seraya mengayun-ayunkan kakinya yang menjuntai pada lantai. Pikirannya mulai berkelana ke mana-mana untuk menyusun akhir dari permasalahannya.

"Nggak usah dipikirin! Mending sekarang kita diemin dulu pelakunya," ujar Pita seolah dapat membaca pikirin Delima.

"Evan udah tau soal pelakunya?"

Pita lantas menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Delima. Delima kembali terdiam, membuat keheningan kembali melanda. Setidaknya itu hanya bertahan beberapa detik sebelum Delima melontarkan sebuah pertanyaan.

"Sebenernya lo suka sama siapa?" Delima bertanya ragu pada Pita.

"Gue?" Pita membeo, lalu menertawai pertanyaan tersebut. "Buat apa lo ngasih pertanyaan itu ke gue?"

"Cuma pengen tahu aja. Sekali-kali gitu kek lo terbuka sama gue."

"Intinya gue nggak suka sama lo."

Delima mencibir kesal dibuatnya. Pita tak peduli banyak terhadap hantu itu. Sekarang ia memilih untuk membaringkan tubuhnya di ranjang dan menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

"Kalo Izroil? Suka nggak lo sama dia?"

"B aja," jawab Pita, terdengar tidak minat. "Sekarang gue tau. Lo masih suka kan sama Izroil?"

"Itu bukan tau namanya, tapi sok tau! Orang gue cuma tanya doang kok, nggak lebih."

"Dih, munafik lo!" cerca Pita seraya melempar bantal ke arah hantu tersebut.

"Terserah lo aja lah. Tapi gue harap lo bisa jaga perasaan Izroil ya, Pit? Gue cuma nggak mau dia kena mental."

Kena mental yang dimaksud Delima sebenarnya adalah sakit hati. Hanya saja Delima malah memplesetkan kalimat tersebut agar perasaan Izroil tetap tak diketahui oleh Pita. Sebab Delima tahu jika Pita tidak akan mungkin bisa membalas perasaan lelaki itu.

"Nggak ngerti lagi deh gue sama lo. Seharusnya lo nggak usah peduli lagi soal Izroil," cerocos Pita. "Lagian gue lebih suka lo nonjok Izroil pake tubuh orang yang nggak lo kenal kaya waktu itu."

"Sayangnya gue nggak tegaan orangnya. Liat ekor cicak putus aja gue suruh ajak balikan."

Seketika cicak-cicak di atap kamar Pita langsung melarikan diri dan bersembunyi setelah mendengar perkataan Delima yang terkesan horor bagi mereka.

Pita bangkit dari rebahannya begitu mendengar bel rumahnya yang berbunyi. Lalu sedetik kemudian suara teriakan Ali menyusul dan menggema sampai kamar gadis itu.

Pita pun lekas membukakan pintu dan langsung dihadiahi tatapan tajam dari Ali.

"Apa lo?!" semprot Pita.

"Heh! Ngapa jadi lo yang marah?! Kan niatnya gue yang mau marahin lo," sungut Ali yang saat itu juga merasa kecewa sekaligus kaget karena semprotan Pita yang mengangetkan.

"Jadi lo mau marahin gue?~" Pita membeo menggunakan nada sambil manggut-manggut. "Emang berani?"

Bukannya menjawab, Ali justru menunjukkan kelima jarinya dan mulai mengatupkannya satu persatu seraya berkata, "Berani, enggak, berani, enggak, beranilah masa enggak."

"Nggak usah begitu deh, Li! Gue phobia orang bodoh soalnya."

Ali dibuat merengut seketika. Namun, sepedas apa pun congor Pita padanya, Ali akan tetap sayang.

HIDUP ALIII!!

Ya hiduplah, masa mati.

Pita menyuruh Ali masuk dan duduk di sofa sementara ia menuju dapur dan tak lama kemudian kembali bersama minuman dan beberapa camilan untuk Ali.

"Tumbenan nih lo ngasih gue minum plus cemilan?"

"Emangnya lo mau kalo gue ngasihnya kayu sama batu?"

Lagi-lagi Pita selalu unggul dalam berbicara. Ali selaku lelaki yang baik hati dan tidak sombong hanya bisa sabar sekaligus mengalah. Namanya juga perempuan, sudah pasti dia selalu benar.

"Lo diskros?" Sikap Ali berubah serius. Tatapannya terlihat menyelidik Pita.

"Iya," jawab Pita. Singkat, padat dan jelas. Lagipula untuk apa dirinya berbohong? Toh, Ali sudah tahu kebenarannya.

"Kenapa?"

"Karena gue punya kasus."

"Kasus yang lo maksud adalah kasus lo dorong Evan dari tangga waktu itu?"

Pita sontak mendelik pada Ali. Sudah jelas Pita terkejut saat Ali bertanya seperti itu padanya. Ia tidak tahu dari mana Ali bisa mengetahui hal tersebut padahal jelas-jelas hanya dirinya, Evan dan Pak Sarif saja yang tahu alasan Pita diskors.

Sebenarnya pihak sekolah berniat mengeluarkan bahkan sampai membawa kasus itu ke penjara agar Pita mendapat balasan yang setimpal karena melakukan tindakan tersebut. Tetapi sebelum keputusan dibulatkan, Evan diam-diam keluar dari kelas dan menerobos ruang BK untuk mengagalkan rencana dari pihak sekolah. Evan berkata jika saat itu Pita sama sekali tidak berniat mencelakainya sekaligus mengatakan bahwa hal itu terjadi tanpa disengaja. Alhasil Pita hanya mendapatkan skors satu minggu sebagai ganjarannya.

Pita tersenyum miring. "Iya. Gue yang dorong Evan dari tangga waktu itu ... dengan disengaja."

[][][][][][][][][][][][][][][][][][][]

.
.
.
.
.
.
.

Sampai jumpa diupdate-an selanjutnya❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top