21 : Bertentangan
Menurut kalian Delima mati bunuh diri atau dibunuh?
.
.
.
.
.
👻 [New Version] 👻
.
.
.
.
.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][]
"Beberapa hari yang lalu gue ngikutin primumi, Bang."
"Primumi siapa?"
"Itu lho, Bang. Delima. Beberapa hari yang lalu dia bawa pisau dan ngeliatin kedua temen Abang. Tapi gue nggak tau dia mau ngapain."
Ali berjalan tergesa-gesa menuju ke segala tempat yang sudah sering dikunjungi oleh Delima. Kepalanya kini terasa hampir pecah memikirkan banyak tanda tanya yang belum kunjung terjawab.
Dari mulai pelaku pembunuhan Delima. Peneror Pita. Pisau lipat yang ditemukan di kamar Evan namun disanggah kalau bukan lelaki itu yang memilikinya. Dan sekarang, Tuyul No tiba-tiba memberi informasi bahwa Delima sempat membawa pisau dan memandangi kedua temannya dengan aneh.
Apa mungkin Delima hanya mengadu domba mereka? Apa mungkin semua yang diceritakan Delima adalah omong kosong belaka? Apa mungkin kedua teman Ali memang bukan pelakunya? Lalu, apa mungkin Delima yang menjebak Evan dengan menaruh pisau di kamarnya agar Ali mengira lelaki itu adalah pelakunya?
Sungguh, isi kepala Ali saat ini sangat berjibun melebihi isi tabungannya di sekolah.
Setelah menyusuri banyak tempat dan tidak menemukan keberadaan Delima di mana pun, Ali menyerah dan memilih mendatangi rumah Pita untuk bertemu gadis itu.
Tak lama saat Ali baru mengetuk pintu, Pita sudah langsung membukakannya.
"Habis dari mana lo?" tanya Pita penasaran begitu melihat keringat Ali yang bercucuran di keningnya.
"Habis mindahin air sungai ke bak mandi gue." Ali kemudian menertawai jawabannya sendiri. Setidaknya hanya tiga detik, karena Pita langsung melotot ke arahnya. "Canda, Pit. Ngeri amat lo kalo lagi sewot."
"Terserah lo, Li. Buruan masuk!"
Ali tanpa membuang waktu segera menurut dan masuk ke rumah Pita. Di dalam sana, ada Juliet juga rupanya. Hantu itu tengah duduk di atas sofa dengan posisi satu kaki yang diangkat.
"Wih, ada Al gojol, nih. Lama nggak ketemu hantu secakep gue, ya? Sini duduk." Juliet menepuk-nepuk sofa di sampingnya yang masih memiliki ruang untuk diduduki oleh Ali.
Bukannya menurut untuk duduk di samping Juliet, Ali justru memilih sofa lain yang berada di sebrang sofa yang diduduki oleh hantu itu. Ali menyengir tanpa dosa, sementara Juliet mendengkus menanggapinya.
"Kalo gue duduk di samping lo bisa-bisa bakal ketularan rabies," cerocos Ali. Juliet yang mendengar itu lantas mencebikkan bibirnya kesal.
"Ngehina teros ... mentang-mentang masih hidup."
"Iya, lah. Emangnya elo? Udah jadi setan masih aja kelayapan. Takut disiksa di neraka kan lo?"
"Mulut lo dijaga ya, setan!" amuk Juliet.
Ali mengumpat di detik selanjutnya sebab Juliet baru saja melayangkan sebuah bantal hingga mengenai wajahnya yang tampan.
"Ribut mulu lo berdua. Harmonis dikit bisa?!" sergah Pita begitu ia melintasi mereka berdua dan berjalan menuju dapur.
Ali mengerlingkan atensinya ke arah Juliet sejenak. "Juliet nggak selevel sama gue, Pit! Dia pantesnya jadi musuh gue!" balasnya pada Pita dengan sedikit berteriak.
Juliet mulai menggerak-gerakkan kakinya dengan pelan. Sepertinya ia sudah tak tahan ingin menendang Ali saat ini.
Selepas itu keadaan hening.
Juliet enggan membuka suara terlebih lagi karena sikap Ali yang menurutnya sangat menjengkelkan. Berbeda dengan Ali yang saat ini matanya tengah mengamati ke segala penjuru, mencari sosok hantu yang sudah lama tidak menampakkan diri dan membuatnya curiga.
"Nyariin gue?"
Suara yang tiba-tiba menyeruak di telinga tersebut berhasil membuat Ali berjengit kaget. Ia lantas berbalik dan menemukan sosok Delima yang entah muncul dari mana bersama Caca di sampingnya.
Delima berjalan mendekat dan segera mendudukkan diri di samping Ali.
"Ke mana aja lo?" tanya Ali.
"Gue bingung harus jawab apa. Kan gue selalu ke mana-mana," jawab Delima.
Ali mengangguk, memilih mengiyakan jawaban Delima karena memang itu ada benarnya.
"Terus, beberapa hari yang lalu lo ngapain bawa pisau dan ngawasin kedua temen gue?
Tatapan menyelisik dari Ali membuat Delima memalingkan wajah. Hantu itu kini terlihat salah tingkah, membuat Ali semakin curiga padanya.
"Jangan bilang kalo pisau yang gue temuin di kamar Evan itu pisau yang lo bawa hari itu?"
Juliet dan Caca yang berada di antara keduanya itu hanya diam menyimak. Takut jika mereka angkat bicara ujung-ujungnya malah kena semprotan Ali.
"Lo jangan asal nuduh gue sembarangan! Emang lo punya bukti kalo pisau yang lo temuin itu pisau gue? Enggak, kan?! Emang lo tau pisau apa yang gue bawa hari itu?!" cecar Delima dengan napas memburu.
"Pisau mainan," lanjut Delima. Menyadari bahwa Ali rupanya masih terlihat tak percaya, alhasil ia kembali menjelaskan. "Pisaunya emang keliatan tajem kaya pisau beneran. Tapi sebenernya itu pisau mainan. Dan gue udah tau kalo tuyul-tuyul itu pasti bakal lapor ke elo."
Delima tidak berbohong soal perkataannya. Karena memang yang ia bawa saat itu adalah pisau mainan. Ia hanya kebetulan menemukan mainan itu di pinggir jalan saat hendak menuju rumah Izroil.
Saat Delima akan sampai di rumah lelaki itu, tanpa sengaja Tuyul JonNo pun melihatnya dan mengikutinya hingga Delima sampai di tujuan.
Delima mampu mendengar semua obrolan kedua tuyul itu selama mereka mengikutinya. Dan soal Delima yang tersenyum saat itu ... itu dikarenakan Tuyul Jon berhasil mengira bahwa pisau yang ia bawa adalah pisau sungguhan.
Padahal Delima hanya ingin mengawasi salah satu dari kedua lelaki itu. Tapi sialnya Tuyul JonNo malah menganggu.
Pita akhirnya kembali dari dapur bersama satu minuman dan beberapa makanan di atas nampan. Suasana kali ini berbeda. Satu manusia dengan tiga hantu di sekitarnya malah saling diam. Padahal jelas-jelas sebelumnya mereka baru saja menciptakan keributan.
"Lo mati bunuh diri?" Ali kembali bertanya setelah percaya dengan pernyataan Delima yang sebelumnya.
"Gue mati dibunuh," sanggah Delima.
Pita menghela napas. "Udah lah, Li! Lo nggak mungkin bisa nebak siapa pelakunya. Karena pelakunya bukan pelaku yang sebenarnya."
Ali mengalihkan pandangannya ke arah Pita. Sepertinya Pita mulai mengetahui banyak hal. Dan tentu saja itu membuat Ali sedikit kecewa karena Pita tidak memberitahukan apa yang ia ketahui padanya.
"Lo tahu pelakunya, Pit?"
"Tahu. Karena dia yang udah ngasih luka di lengan gue," jawab Pita seraya menggerakkan sedikit lengannya yang masih diperban.
"Terus lo masih nggak mau ngasih tahu gue siapa pelakunya?!" Ali tiba-tiba bangun dari duduknya dan menatap kecewa ke arah Pita.
"Sebenernya lo nganggep gue apa, sih? Jelas-jelas gue cuma pengen ngelindungin lo dan berharap pelakunya dapat balasan setimpal setelah ketemu. Tapi lo justru diem aja dan nyembunyiin itu semua dari gue," lanjut Ali. Perasaan kecewanya tak bisa lagi tertahankan.
Pita menghela napas dan mulai menundukkan kepalanya. "Oke ... gue minta maaf. Gue minta maaf karena gue nggak bisa ngasih tahu ke elo siapa pelakunya," ucap Pita dengan tulus. "Gue nggak akan maksa lo buat tetep ngurusin masalah ini. Biarin ini jadi tugas gue sendiri."
"Lo egois, Pit."
"Emang iya. Lo baru sadar?" Pita kembali mengangkat kepalanya dan tersenyum mengejek.
Kedua tangan Ali mengepal mendengar jawaban dari Pita. Batinnya tak henti-henti mengumpat. Ia marah, namun rasa sayangnya berhasil mengalahkan itu semua.
"Gue pulang." Ali langsung berbalik dan beranjak dari tempatnya berdiri. Namun setelah itu...
"Ali?"
Ali berhenti melangkah dan menunggu kalimat yang akan Pita lontarkan selanjutnya.
"Kita putus aja, ya?" Pita memejamkan mata setelahnya. "Karena lo nggak pernah ada di hati gue setelah gue coba selama ini."
[][][][][][][][][][][][][][][][][]
.
.
.
.
Ada yang potek nggak, sih?:')
.
.
.
.
.
Sampai jumpa diupdate-an selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top